Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

DAYA SERAP LEMBAGA-LEMBAGA FATWA DI INDONESIA TERHADAP MASALAH HUKUM KONTEMPORER Ishak, Ajub
Al-Mizan Vol 11, No 1 (2015): Juni 2015
Publisher : IAIN Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This paper discusses the existence of the fatwa institutions in Indonesia to solve the problems of contemporary law. This is evident in the implementation of Islamic law are represented by several institutions fatwas, such as the Indonesian Ulema Council (MUI), which has a Fatwa Commission; Muhammadiyah has Majlis Legal Affairs Committee, Nadhatul Ulama (NU) has Bahtsul Masail, and Persatuan Islam (Persis) has Hisbah Board, and the Ministry of Health of the Republic of Indonesia has a Health Advisory Council and Syara (MPKS). This paper is a literature study using fiqh approach and sociology of Islamic law approach. The results showed the existence of the fatwa is crucial to answering the legal status of contemporary issues in society. But the results fatwa has no consequences and legal consequences for all the strict Muslim society.
CIRI-CIRI PENDEKATAN SOSIOLOGI DAN SEJARAH DALAM MENGKAJI HUKUM ISLAM Ishak, Ajub
Al-Mizan Vol 9, No 1 (2013): Juni 2013
Publisher : IAIN Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perubahan masyarakat didefinisikan sebagai perubahan sosial termasuk didalamnya perubahan budaya, struktur sosial, dan perilaku sosial dalam jangka waktu tertentu. Pendekatan sosiologi dan sejarah umumnya mengkaji tentang pengaruh struktur dan perubahan masyarakat terhadap pemahaman ajaran agama atau konsep keagamaan. Pendekatan sosiologi dan sejarah merupakan pendekatan yang sering dilakukan dalam memahami agama. Karena banyak kajian agama termasuk hukum Islam, yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunakan bantuan dari ilmu sosiologi dan sejarah. Besarnya perhatian agama dan hukum Islam terhadap masalah sosial dan peristiwa yang terjadi di masa lampau, sehingga mendorong umatnya untuk memahami ilmu-ilmu sosial dan sejarah. Sosiologi adalah suatu pendekatan yang mengambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur dan gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Ciri-ciri pendekatan sosiologi dalam studi agama termasuk hukum dan hukum Islam adalah; bersumber pada dalil-dalil al-Quran dan hadis sebagai sumber normatif, adanya hukum yang dihasilkan dari dalil-dalil tersebut, dan terjadinya perubahan sosial di kalangan masyarakat seiring dengan perubahan zaman. Sedangkan dengan pendekatan sejarah seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan suatu peristiwa. Ciri-ciri pendekatan sejarah adalah; kodifikasi aturan hukum, penerapan hukum terhadap peristiwa hukum yang terjadi, perubahan yang terjadi karena perubahan masyarakatnya, dan umat yang mengikuti aturan dalam kodifikasi tersebut di masa lampau.
Posisi Hukum Islam dalam Hukum Nasional di Indonesia Ajub Ishak
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 4 No 1 (2017)
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v4i1.5753

Abstract

Hukum Islam adalah hukum yang bersifat universal, karena merupakan bagian dari agama Islam yang universal sifatnya. Maka otomatis hukum Islam berlaku bagi orang Islam di manapun ia berada, apapun nasionalitasnya. Hukum Islam adalah bagian dari hukum nasional adalah hukum yang berlaku bagi bangsa tertentu di suatu negara nasional tertentu. Dalam kasus Indonesia, hukum nasional juga berarti hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia. Peluang penerapan hukum Islam di Indonesia memiliki alasan-alasan tertentu dalam mewujudkannya, diantaranya alasan sejarah, penduduk, yuridis, konstitusional, ilmiah. Penerapan hukum Islam di Indonesia melalui jalan perundang-undangan (legisiasi) tidaklah mudah. Karena, usaha ini harus melibatkan pembahasan politik melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak semua anggotanya pendukung sistem hukum Islam. kendala lain yang mempersulit usaha legisiasi hukum Islam di Indonesia, yakni kendala yang bersifat kultural, terjadi dualisme terminologi, bahkan juga kesenjangan antara terminologi hukum umum dan hukum Islam. Hal ini merupakan wilayah akademik dan menjadi tanggung jawab para akademisi atau ilmuwan.
Pendekatan Sosiologi dan Sejarah dalam Kajian Hukum Islam (Studi Kasus : Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan) Zulfitri Zulkarnain Suleman; Kurniati Kurniati; Ajub Ishak
Jurnal Al Himayah Vol. 5 No. 2 (2021): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan memberikan pembatasan umur minimal untuk kawin bagi warga negara pada prinsipnya dimaksudkan agar orang yang akan menikah diharapkan sudah memiliki kematangan berpikir, kematangan jiwa dan kekuatan fisik yang memadai. Faktor yang marak menjadi perdebatan adalah soal batasan usia nikah yang ada dalam hukum positif Indonesia yang mengatur tentang pernikahan, yakni Pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”Peraturan perkawinan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak langsung dirumuskan begitu saja. Pada tahun 1930 berdiri organisasi perempuan yang menentang keras adanya poligami yaitu Isteri Sedar. Pada tahun 1950-1956 muncul organisasi perempuan yang bersifat progresif. Mereka juga menuntut adanya undang-undang perkawinan yang baru. Saat ulang tahun yang ke 17 Perwari pada tanggal 17 Desember 1962 membuat pernyataan yang isinya mendesak lembaga pemerintah supaya segera diundangkan Undang-undang perkawinan tersebut dengan tujuan adanya kesejahteraan keluarga.
Perjumpaan Hukum Islam Dan Hukum Progresif Di Indonesia: Sebuah Telaah Konseptual Hendrik Imran; Kurniati Kurniati; Ajub Ishak
Jurnal Al Himayah Vol. 5 No. 1 (2021): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sistem hukum di Indonesia tidak tunggal. Sebagai Negara yang diapit dua benua dan dua samudera, posisi Indonesia sangat strategis menjadi tempat perjumpaan berbagai system hukum yang ada di dunia. Jika dilihat dari segi umurnya, system hukum tertua di Indonesia adalah hukum adat, kemudian menyusul hukum Islam pasca Negara ini menjadi pemeluk Islam terbesar sejak abad ke-13, setelah itu pengaruh hukum Barat yang merupakan pengaruh era kolonail akibat penjajahan yang berlangsung selama ratusan tahun. Karena itu system hukum di Indonesia oleh berbagai ahli disebut majemuk. Hukum Islam di Indonesia seringkali dianggap stagnan, berbeda dengan hukum Barat yang dianggap progresif. Tulisan ini fokus mengkaji perjumpaan hukum Islam dan hukum progresif di Indonesia. Temuan artikel ini, antara hukum progresif dan hukum Islam berada semangat pembaharuan hukum yang berkemajuan. Keduanya memiliki potensi yang sama yakni mengarahkan hukum sebagai pondasi moralitas menuju kemaslahatan umat.
Kontestasi Dalam Pembaharuan Hukum Islam : Telaah Kritis Polemik Penggunaan Akal dan Wahyu Fadliyanto Koem; Kurniati Kurniati; Ajub Ishak
Jurnal Al Himayah Vol. 6 No. 1 (2022): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini mendiskusikan kontestasi dalam pembaharuan hukum Islam, yang mana melibatkan peran akal dan wahyu. Dalam sejarah perkembangan hukum dan teologi Islam, penggunaan akal dan wahyu dalam menelusuri kebenaran agama selalu berada dalam ranah kontestasi. Seringkali peran akal memenangkan kontestasi, tak jarang pula peran wahyu juga memenangkan kontestasi. Salah satu mazhab yang dianggap mampu mendamaikan keduanya adalah mazhab Syafii. Pada tulisan ini, beberapa kelompok mazhab dalam Islam dijadikan sebagai telaah kritis terutama terkait penggunaan peran Masing-masing bersiteguh akan kebenaran yang dimiliki. Selain itu, artikel ini berfokus untuk mengkaji pembaharuan pemikiran hukum Islam, apakah pengambilan hukum harus kembali kepada wahyu al-Quran dan Hadist Nabi SAW atau bersandar pada akal dalam hal ini ijtihad para ulama, dan bagaimana percaturuan pemikir hukum Islam di Indonesia dalam persoalan pemikiran hukum Islam (kontekstual atau tekstual).
PUTUSAN HAKIM ATAS PERCERAIAN SALAH SATU PIHAK GAIB DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA LIMBOTO Nurhayati Hasan; Ajub Ishak
Jurnal Ilmiah AL-Jauhari: Jurnal Studi Islam dan Interdisipliner Vol. 3 No. 2 (2018): Jurnal Ilmiah AL-Jauhari
Publisher : Pascasarjana IAIN Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (534.324 KB) | DOI: 10.30603/jiaj.v3i2.541

Abstract

Proses perceraian dengan salah satu pihak gaib ini, dibedakan dalam proses pemanggilan pihak gaib melalui mass media yang tidak secara langsung kepada pihak yang gaib, namun proses persidangannya tetap dilaksanakan sama dengan cerai pada umumnya. Dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses sidang cerai gaib dan implikasinya terhadap pihak berperkara di Pengadilan Agama. Tesis ini merupakan kajian pustaka, yaitu penelitian dengan melakukan telaah terhadap putusan cerai gaib yang telah berkekuatan hukum tetap di wilayah Pengadilan Agama Limboto. Menggunakan analisis kualitatif, dengan mengumpulkan data-data didalami, ditelaah, dikaji dan dipahami dengan cara dianalisis dan disimpulkan untuk mendapatkan keakuratan data yang diperoleh. Menggunakan pendekatan yuridis sosiologis yang berusaha untuk menemukan, mengungkap dan menggambarkan fenomena hukum yang terjadi dalam persidangan, pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara cerai gaib dan realitas yang terjadi dalam masyarakat khususnya dalam perkara cerai gaib. Melalui proses wawancara, studi dokumentasi, pengolahan dan analisis data. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan hal-hal yang terjadi dalam perceraian gaib, diantaranya keberadaan pihak yang digaibkan maupun dalam persidangan dan putusan cerai gaib yang telah berkekuatan hukum tetap, namun ada kelemahan dalam proses pembuktiannya dihadapan sidang, sehingga putusan hakim ini mampu memberikan implikasi kepada para pihak yang berperkara. Dengan demikian hal ini harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dan aparat penegak hukum yang terkait untuk memperbaiki aturan yang telah ada demi masa depan anak bangsa, dan keteraturan proses pelaksanaan sistem peradilan agama, seharusnya ada aturan yang mengatur secara khusus tentang proses persidangan cerai gaib, yang dibedakan dengan proses cerai biasa.
Ekonomi Perwakafan Ajub Ishak
Al-Mizan (e-Journal) Vol. 17 No. 2 (2021): Al-Mizan (e-Journal)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30603/am.v17i2.2250

Abstract

This paper aims to examine waqf from an economic point of view. Land waqf as one of the economic instruments with social dimensions and is a logical consequence of the system of thought in Islam. Waqf entering the territory of the economic system can be understood if it is accompanied by a study of the economic paradigm, which leads to benefit. The approach used is a socio-economic approach, by looking at the importance of studies from an economic perspective on waqf, because waqf is essentially taking the benefits of productive waqf assets. Waqf has a solution contribution to social economic problems. Social understanding should be instilled on an ongoing basis, that property is not enough to be owned and controlled alone, but also to be enjoyed together. The distribution of wealth so that it can be enjoyed by others is through waqf and proper and proper management. Economically, waqf land that meets the requirements to be developed is in a strategic location, can be developed and will certainly produce, of course preceded by a careful study through an economic paradigm approach to make it happen. Its embodiment is based on waqf regulations that provide encouragement and motivation to optimize waqf goals, especially economic goals.
Gorontalo Tradition of Molobunga Yiliyala: Cultural and Islamic Law Perspectives Kau, Sofyan A.P.; Wibawa, Nazar Husain Hadi Pranata; Ishak, Ajub; Ibrahim, Zumiyati Sanu
QIJIS Vol 11, No 2 (2023)
Publisher : IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/qijis.v11i2.19482

Abstract

This study delves into the Gorontalo tradition of Molobunga Yiliyala, which pertains to the burial of the placenta, from both cultural and Islamic law perspectives. The cultural viewpoint is garnered through interviews with a customary leader, while the Islamic legal perspective is acquired through consultations with a religious figure. In addition to interviews, observations, and document analyses were employed as methodological tools. The research elucidates a symbiotic relationship between culture and religion, epitomized by the principal figures overseeing the Molobunga Yiliyala ritual: the Hulango (customary leader) and the Imamu or Hatibi (religious figure). Culturally, the Molobunga Yiliyala tradition is replete with profound symbolic meanings. This tradition is predicated on humanitarian considerations, as the Yiliyala (placenta) is recognized as a part of the human body deserving reverence. Consequently, it is ceremonially cleansed, shrouded, buried, and accompanied by post-burial prayers. Based on the perspective of maqâshid al-syari‘ah, the Molobunga Yiliyala ritual embodies an actionable manifestation of environmental cleanliness. The Molobunga Yiliyala is deemed sunnah or encouraged in alignment with Islamic jurisprudential principles. As a result, the tradition of Molobunga Yiliyala is categorized as a part of the ‘urf or customary practices within the epistemological paradigm of Islamic law. Each phase of the Molobunga Yiliyala ritual highlights the intricate acculturation of Islam with the indigenous Gorontalo culture.