Meutia Khaliya
Universitas Indonesia

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Penggunaan Gedung Papak Sebagai Ianjo di Desa Geyer Grobogan, 1942-1945 Meutia Khaliya; Bondan Kanumoyoso
Fajar Historia: Jurnal Ilmu Sejarah dan Pendidikan Vol 6, No 2 (2022): Fajar Historia: Jurnal Ilmu Sejarah dan Pendidikan
Publisher : Universitas Hamzanwadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29408/fhs.v6i2.6388

Abstract

During the Japanese occupation of Indonesia from 1942 to 1945, Japan mobilized women as jugun ianfu and placed them in various ianjo, which had been prepared by the Japanese army. The women who were made jugun ianfu also included those still underage. Sri Sukanti is one of the survivors of jugun ianfu who used to be employed at the Gedung Papak. Therefore, the problem in this research is how Gedung Papak was used as an ianjo. This study uses the historical method with four stages, namely heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The purpose of this research is to reconstruct Gedung Papak as an ianjo during the Japanese colonial period, reveal more deeply the suffering of jugun ianfu in Gedung Papak, and find out the views of the people during the Japanese period towards the jugun ianfu in Gedung Papak by using a political history approach. The results showed that Gedung Papak as an ianjo was not too different from other ianjo in its operation but had the characteristics of a turn shuffling system, a round trip system, and a child victim.Dalam masa penjajahan Jepang di Indonesia sejak tahun 1942 sampai 1945, Jepang menjalankan mobilisasi perempuan sebagai jugun ianfu dan menempatkan mereka di berbagai ianjo yang telah disiapkan oleh tentara Jepang. Perempuan-perempuan yang dijadikan jugun ianfu juga meliputi mereka yang masih di bawah umur. Sri Sukanti merupakan salah satu penyintas jugun ianfu yang dulu dipekerjakan di Gedung Papak. Oleh karena itu, permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Gedung Papak digunakan sebagai ianjo. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan empat tahapan, yakni heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merekonstruksi Gedung Papak sebagai ianjo pada masa penjajahan Jepang, mengungkap lebih dalam penderitaan para jugun ianfu di Gedung Papak, dan mengetahui pandangan masyarakat di masa Jepang terhadap jugun ianfu di Gedung Papak dengan menggunakan pendekatan sejarah politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gedung Papak sebagai ianjo tidak terlalu berbeda dengan ianjo lain dalam pengoperasiannya, tapi memiliki ciri khas berupa sistem pengocokan giliran, sistem pulang pergi, dan korban anak-anak.
Pengaruh Amerika Serikat dalam Budaya Perfilman Korea Selatan 1950-an: Madame Freedom Karya Han Hyung-mo Meutia Khaliya; Agus Setiawan
Fajar Historia: Jurnal Ilmu Sejarah dan Pendidikan Vol 7 No 1 (2023): Fajar Historia: Jurnal Ilmu Sejarah dan Pendidikan
Publisher : Universitas Hamzanwadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29408/fhs.v7i1.7269

Abstract

In the 1950s around the Korean War, the United States provided a lot of assistance to South Korea, including in the field of film. Hollywood films are increasingly influencing Korean cinema, including films by Han Hyung-mo who is considered one of the pioneers in South Korean cinema, especially after he released the film Madame Freedom. Therefore, the formulation of the problem in this study is what was the role of the United States in South Korean films in the 1950s and how was the influence of the United States included in the film Madame Freedom. This study uses the historical method with four stages, namely heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The purpose of this study is to show the influence of the United States on South Korean film culture in the 1950s. The results of this study show that the United States exerts its influence through films by importing Hollywood films and facilitating various South Korean film needs through related US institutions. The influence of the United States on South Korean film in the 1950s then took the form of the values of modernity and Cold War cosmopolitanism from the United States in all aspects of the film.Ketika Perang Korea terjadi pada tahun 1950 sampai 1953, Amerika Serikat memberikan banyak bantuan bagi Korea Selatan, termasuk dalam bidang perfilman. Film-film Hollywood pun semakin mempengaruhi perfilman Korea, termasuk film-film karya Han Hyung-mo yang dianggap sebagai salah satu pionir dalam perfilman Korea Selatan, terutama setelah ia merilis film Madame Freedom. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran Amerika Serikat dalam perfilman Korea Selatan pada tahun 1950-an dan bagaimana pengaruh Amerika Serikat yang masuk dalam film Madame Freedom. Penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan empat tahapan, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan pengaruh Amerika Serikat dalam budaya perfilman Korea Selatan pada tahun 1950-an. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Amerika Serikat memasukkan pengaruhnya melalui film dengan cara mengekspor film-film Hollywood dan memfasilitasi berbagai kebutuhan perfilman Korea Selatan melalui lembaga-lembaga Amerika Serikat yang terkait. Pengaruh Amerika Serikat terhadap perfilman Korea Selatan pada tahun 1950-an kemudian berupa nilai-nilai modernitas dan kosmopolitan Perang Dingin dari Amerika Serikat dalam seluruh aspek film.