Dachran S. Busthami
Fakultas Hukum, Universitas Muslim Indonesia

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Qawanin Jurnal Ilmu Hukum

Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencurian dengan pemberatan yang dilakukan secara berlanjut Nurindah Asliana; Baharuddin Badaru; Dachran S. Busthami
Qawanin Jurnal Ilmu Hukum Vol 1 No 2: September 2020 – Februari 2021
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract This study contains the application of criminal law and judges' considerations in deciding cases of theft with ongoing weightings. Which is where theft with this weight has been regulated in Article 363 of the Criminal Code. The results of this study indicate that the application of criminal law Article 363 paragraph (1) 3rd to 5th in conjunction with Article 64 paragraph (1) of the Criminal Code (KUHP) and Articles in Law No. 8 of 1981 concerning Criminal Procedure Law No. 249 /Pid.B / 2019 / PN.Mrs regarding Theft With Objections Conducted Continually in Decision No. 249 / Pid.B / 2019 /PN. Mrs has been in accordance with the legal facts, both thetestimony of the witnesses, and the statements of the defendant and defendant can be considered physically and mentally healthy, there is no mental disorder so that they are considered capable of being accountable for their actions. Judges considerations in deciding a case in decision No. 249 / Pid.B /2019 / PN.Mrs was appropriate, with the fulfillment of all elements of the indictment article 363 of the Criminal Code (KUHP), as well as witness testimony plus the judges' conviction. In addition, judges in imposing criminal sanctions must consider mitigating matters and things that are burdensome for the defendant, so that the sentence decided is in accordance with the defendant's actions. Abstrak Penelitian ini memuat tentang penerapan hukum pidana dan petimbangan hakim dalam memutuskan kasus tentang kasus tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan secara berlanjut. Yang dimana bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana serta pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara ini, adapun pencurian dengan pemberatan ini sudah diatur dalam Pasal 363 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Penerapan hukum pidana Pasal 363 ayat (1) ke-3 ke-5 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal –pasal dalam Undang – Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Putusan No. 249/Pid.B/2019/PN.Mrs tentang Pencurian Dengan pemberatan Yang Dilakukan Secara Berlanjut dalam Putusan No. 249/Pid.B/2019/PN.Mrs telah sesuai dengan fakta – fakta hukum baik keterangan para saksi, dan keterangan terdakwa dan terdakwa dapat dianggap sehat jasmani dan rohani, tidak terdapat gangguan mental sehingga dianggap mampu mempertanggung- jawabkan perbuatannya. Pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara dalam putusan No. 249/Pid.B/ 2019/PN.Mrs telah sesuai, dengan terpenuhinya semua unsur pasal dakwaan Pasal 363 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), serta keterangan saksi ditambah dengan keyakinan hakim. Selain itu, hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana harus mempertimbangan hal – hal yang meringankan dan hal – hal yang memberatkan bagi terdakwa, sehingga hukuman yang diputuskan sudah sesuai dengan perbuatan terdakwa.
Tinjauan Yuridis Tentang Pembatalan Perjanjian Pada Jasa Pengangkutan Barang Di Masa Pandemi Sebagai Alasan Force Majeure Nurul Hikma Ramadhani; Dachran S. Busthami; Ahmad Fadil
Qawanin Jurnal Ilmu Hukum Vol 1 No 2: September 2020 – Februari 2021
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract The research aims to find out whether the covid-19 pandemic can be used as an excuse as a force majeure for not carrying out goods delivery agreements on transportation services and to find out how to settle compensation in the event of a force majeure on goods delivery agreements on transportation services for reasons of the covid-19 pandemic. This study uses an empirical method. The research location was carried out at PT. JNE Watampone Branch. Types and sources of data used are primary data and secondary data with data collection techniques, namely interview techniques and literature study. The data obtained will be processed and analyzed so that it is expected to obtain a clear picture, presented in a descriptive qualitative manner in order to provide a clear and directed understanding of the research results. The results of this study indicate that the Covid-19 pandemic can be used as an excuse as a force majeure for not executing agreements on goods transportation services and settlement of compensation in the event of a force majeure during the Covid-19 pandemic, the JNE or freight forwarding services do not bear losses. Research recommendations, namely PT. JNE can at least propose related to the Force Majeure clause in its contract agreement and it is better if the Covid-19 pandemic should be used as a gate to carry out the negotiation process in canceling or changing the contents of an agreement that has been made and agreed upon by the parties. Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui Apakah pandemi covid-19 dapat dijadikan alasan sebagai force majeure untuk tidak menjalankan perjanjian pengiriman barang pada jasa pengangkutan dan untuk mengetahui bagaimana penyelesaian ganti rugi jika terjadi force majeure pada perjanjian pengiriman barang pada jasa pengangkutan karena alasan pandemi covid-19. Penelitian ini menggunakan metode empiris. Lokasi penelitian dilaksanakan di PT. JNE Cabang Watampone. Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan teknik pengumpulan data yaitu teknik wawancara dan studi kepustakaan. Data-data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis sehinggadiharapkan memperoleh gambaran yang jelas, disajikan secara deskriptif kualitatif guna memberikan pemahaman yang jelas dan terarah dari hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 bisa dijadikan alasan sebagai force majeure untuk tidak menjalankan perjanjian pada jasa pengangkutan barang dan penyelesaian ganti rugi jika terjadi force majeure di masa pandemi covid-19, pihak JNE atau jasa pengangkutan barang tidak menanggung kerugian. Rekomendasi penelitian yaitu PT. JNE sedikitnya dapat mengusulkan terkait klausul Force Majeure dalam kontrak perjanjiannya dan Sebaiknya pandemi Covid-19 harus dijadikan gerbang untuk melakukan proses negosiasi dalam membatalkan atau mengubah isi sebuah perjanjian yang sudah dibuat dan disepakati oleh para pihak.
Tinjauan Yuridis Terhadap Tuntutan Cerai Gugat Yang Dilakukan Oleh Pihak Istri Di Kota Makassar (Studi Putusan Nomor 2886/Pdt.G/2020/PA.Mks) Muh. Caesar Aqli Gygha Radiasi; Dachran S. Busthami; Nurhaedah Nurhaedah
Qawanin Jurnal Ilmu Hukum Vol 1 No 2: September 2020 – Februari 2021
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstract The background of this thesis writing is the rampant divorce of wives from their husbands in the Class IA Makassar Religious Court. In general, divorce occurs because the husband is not responsible for it. Marriage is a word / term that is heard almost every day in conversations or in print or digital / electronic mass media. Marriage contains sacred values, so its implementation includes the preparation stage for the implementation of the marriage ceremony and the stage of the continuation of marriage. Both parties must always carry out their religious values ​​in accordance with the religion and beliefs they believe. Divorce This claim is a divorce caused by a prior lawsuit by one of the parties to the Court and by a Court decision. The reasons referred to, are stated in the explanation of Article 39 paragraph 2 of the Marriage Law and are repeated in Article 19 of the Verstek Implementation Regulations contained in Article 125 HIR that the defendant never came to appear and did not order another person as his representative or proxy to come before him. despite the fact that the defendant has been formally summoned, and it is proper that it is not evident that the defendant's absence was due to a valid obstacle, then based on article 149 (1) R.Bg. Abstrak Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi maraknya cerai gugat istri kepada suami di Pengadilan Agama Makassar Kelas IA. Pada umumnya perceraian terjadi karena tidak adanya tanggung jawab suami. Perkawinan merupakan suatu kata/istilah yang hampir tiap hari didengar dalam pembicaraan atau dalam media massa cetak maupun digital/elektronik.Perkawinan mengandung nilai sakral, maka dalam pelaksanaannya meliputi tahap persiapan pelaksanaan upacara perkawinan dan tahap kelanjutan perkawinan. Kedua belah pihak harus senantiasa melaksanakan nilai-nilai religiusnya sesuai dengan agama dan kepercayaan yang diyakininya. Cerai Gugat ini adalah perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatanlebih dahulu oleh salah satu pihak kepada Pengadilan dan dengan suatu putusan Pengadilan. Alasan yang dimaksud, tercantum dalam penjelasan Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan dan diulang lagi sama bunyinya dalam Pasal 19 Peraturan Pelaksanaan Verstek terdapat pada Pasal 125 HIR bahwa tergugat tidak pernah datang menghadap dan tidak menyuruh orang lain sebagai wakil atau kuasanya untuk datang menghadap di persidangan meskipun tergugat telah dipanggil secara resmi, dan patut sedang tidak ternyata bahwa ketidak- hadiran tergugat tersebut disebabkan oleh suatu halangan yang sah, maka berdasarkan pasal 149 (1) R.Bg.