Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Taman Sebagai Strategi Kontra Terorisme Studi Kasus Gedung Sate dan Gasibu Bandung Heriansyah Heriansyah
Arsitekta : Jurnal Arsitektur dan Kota Berkelanjutan Vol. 4 No. 02 (2022): Arsitekta : Jurnal Arsitektur Kota dan Berkelanjutan
Publisher : Program Studi Arsitektur Universitas Tanri Abeng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47970/arsitekta.v4i02.344

Abstract

Jawa Barat termasuk daerah zona merah terorisme di Indonesia. Jawa Barat menduduki rangking ketiga sebagai lokasi kejadian aksi terorisme. Di Bandung, ibukota Provinsi Jawa Barat, sudah terjadi tiga kali aksi teror yaitu di Kecamatan Cibiru, Cicendo dan Buah Batu. Namun demikian, di pusat pemerintahan kawasan Gedung Sate dan Gasibu belum pernah terjadi aksi teror. Artikel ini menjelaskan secara deskriptif desain keamanan Gedung Sate dan Gasibu dengan dengan pendekatan natural surveilliance, defensible space, fungsi taman kota dan modal sosial. Dengan menggunakan metode kualitatif-fenomenologi penelitian ini mengumpulkan data melalui observasi dan wawancara sebagai sumber primer, dilengkapi dengan data-data sekunder dari buku, dokumen, jurnal dan website. Penulis menemukan korelasi antara tamanisasi dengan rendahnya tingkat kejahatan, khususnya terorisme.
Relasi Sosial Hizbut Tahrir dan Militer di Indonesia Heriansyah Heriansyah; Muhammad Syaroni Rofii; Muhammad Imdadun
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol 9, No 1 (2022): September
Publisher : Departemen Sosiologi Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jps.v9i1.74246

Abstract

Hizbut Tahrir (HT) sebuah gerakan pemikiran dan politik transnasional bercita-cita mendirikan Khilafah global melalui peralihan kekuasaan di suatu negara secara revolusioner, menyeluruh dan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Menurut doktrin HT peralihan kekuasaan yang demikian hanya dapat dilakukan oleh militer. Penelitian ini mengkonstruksi hubungan Hizbut Tahrir dengan militer di Indonesia, dari sejak lahirnya grup kajian yang pertama halaqah ula (1985) sampai sekarang (2021). Berdasarkan legalitasnya, ada tiga fase yang dilalui oleh Hizbut Tahrir Indonesia yaitu fase sebelum terdaftar sebagai organisasi resmi (1985 - 2006), fase menjadi organisasi kemasyarakatan resmi (2006 - 2017) dan fase menjadi gerakan ilegal (2017 – sekarang). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode analisis konten berbasis data primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan studi dokumen, kemudian dilakukan uji validasi data dengan triangulasi data. Ditemukan beberapa pola dan pendekatan hubungan sosial yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir, serta respon yang sepadan dari militer sesuai situasi sosial dan politik saat itu.
Hizb Ut-Tahrir's Tabanni Concept: the Problem of Internal Unity and External Weakness Heriansyah Heriansyah; Muhammad Syaroni Rofii
Politicon : Jurnal Ilmu Politik Vol 5, No 1 (2023): Politicon : Jurnal Ilmu Politik
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/politicon.v5i1.14309

Abstract

This article explains the tabanni (adoption) concept adopted by Hizbut Tahrir and its relationship with the level of public acceptance of Hizbut Tahrir's ideas, thoughts and ideals. Using a qualitative method through a content analysis approach to the comments of Muslim figures from mainstream organizations, observation and literature study, reinforced by data on the level of public support for Hizbut Tahrir in Indonesia (HTI) from several survey institutions, the author finds that HTI activists failed to socialize their ideas, thoughts and ideals because they lost the test in the public sphere in Habermas' perspective. This is evidenced by public support to the government for the revocation of HTI's legal entity. This failure was caused by the concept of tabanni that they adopted in order to maintain internal unity which had a negative impact on the interaction of HTI activists with external parties. The concept of institutionalized tabanni is pseudo, unable to prevent the internal conflict and frictions that often occur as a result of the party organizational model with single leadership pattern which is semi-military in nature.