Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Hukuman Qishas dan Diyat Bagi Pelaku Pembunuhan Dalam Qanun Jinayat Aceh Sari Yulis; Hamdani; Budi Bahreysi
Al-Mizan Vol 9 No 1 (2022): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemerintah Aceh melalui undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, dan undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah diberikan kewenangan dalam penerapan syariat Islam di berbagai aspek (termasuk jinayat). Namun penerapan hukuman qishas dan diyat bagi pelaku pembunuhan yang merupakan salah satu bagian dari hukum jinayat belum terwujud. Karena itu penelitian ini mengkaji lebih dalam tentang konsep hukuman qishas dan diyat dalam Islam serta kebijakan hukum pidana terhadap hukuman qishas dan diyat dalam qanun jinayat Aceh di kemudian hari. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan sifat penelitian deskriptif analisis terkait tentang kebijakan hukuman qishas dan diyat dalam qanun jinayat Aceh. Hasil penelitian bahwa, konsep hukuman pidana bagi pelaku pembunuhan dalam Islam dibagi kepada 3. Jika pembunuhan dilakukan dengan sengaja maka akan diberikan hukuman balasan (qishas), boleh diganti dengan diyat jika dimaafkan. Pembunuhan serupa sengaja diberikan hukuman diyat, dan pembunuhan tidak sengaja akan diberikan hukuman diyat, kafarat, dan ta’zir sebagai hukuman pengganti. Ada hukuman tambahan bagi pelaku pembunuhan dalam keluarga yaitu pencabutan hak mewaris dan hak menerima wasiat. Penerapan hukuman qishas dan diyat dalam qanun jinayat aceh merupakan sebuah keharusan dengan payung hukum yang cukup kuat yaitu undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), undang-undang No. 44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, dan undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Penerapan qanun jinayat tentang hukuman qishas dan diyat bagi pelaku pembunuhan selaras dengan teori kebijakan hukum pidana dan didukung oleh kondisi masyarakat Aceh yang bermayoritas Muslim. Beberapa negara di Dunia yang masih menerapkan hukuman qishas dan diyat adalah Arab Saudi, Iran, Pakistan, dan Afganistan. Disarankan kepada pemerintah Aceh dan Anggota DPRA untuk segera menyusun dan mensahkan qanun jinayat qishas dan diyat bagi pelaku pembunuhan, agar pelaku pembunuhan di Aceh dapat diadili sesuai dengan hukum syariat Islam.
ANALISIS PERBANDINGAN HUKUMAN TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN HUKUM ISLAM Sirya Iqbal; Hamdani Hamdani; Yusrizal Yusrizal
Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol 10, No 1 (2022): Suloh:Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, April 2022
Publisher : Program Studi Magister Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/sjp.v10i1.7938

Abstract

Kajian ini membahas tentang Analisis Perbandingan Hukuman Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Dan Hukum Islam. Perlindungan hukum yang diperuntukkan bagi nyawa manusia secara khusus diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), danhukum Islam. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum Normatif. Artikel ini menyimpulkan bahwa perbandingan dari KUHP dan Hukum Islam, dimana hukum pidana yang diatur dalam KUHP, tidak dikenai adanya pemaafan secara cuma-cuma dari keluarga korban, pada hukum Islam, pemaafan cuma-cuma ini dapat memungkinkan pelaku terbebas dari hukuman qishas dan diyat, namun dalam hukum pidana Indonesia pemaaf dari keluarga korban terhadap pelaku pembunuhan tidak dapat mempengaruhi ancaman pidananya karena keputusan sepenuhnya ditangan Hakim yang memeriksa dan mengadili berdasarkan bukti- bukti yang telah ada. Hukuman terhadap tindak pidana pembunuhan sengaja (dolus) dan berencana berdasarkan Pasal 340 KUHP dan Hukum Islam yang hukumannya adalah qisas atau diyat. Hukuman terhadap tindak pidana pembunuhan tidak sengaja (culpa) berdasarkan Pasal 359 KUHP dan hukuman terhadap pelaku pembunuhan tidak sengaja dalam hukum pidana Islam yaitu hukuman pokok adalah diyat dan kafarat.
Praktek Qadhi Nikah Tidak Tercatat Setelah Berlakunya Undang-Undang Perkawinan (Studi Penelitian di Wilayah Hukum Kota Sabang) Fauzan Fauzan; Faisal Faisal; Hamdani Hamdani
Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan Vol 6, No 2 (2022): Oktober
Publisher : Prodi Ilmu Hukum, Universitas Teuku Umar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35308/jic.v6i2.5675

Abstract

Marriage is an bond between a man and a woman to justify the relationship as husband and wife. Illegal marriages or unregistered marriages still often occur in the practice of the people of Sabang City. This is due to the ease of managing the files. The purpose of this study is to explain and analyze the implementation of the practice of unregistered marriage qadhi as well as to explain and analyze the impact or legal consequences in the jurisdiction of the City of Sabang. This survey is a qualitative survey with a normative and empirical legal approach. The normative judicial approach examines laws and regulations related to unrecorded Gaddy marriage practices. While considering the normative provisions that can be applied in practice, an empirical legal approach provides an alternative solution to the problem of illegal marriage caddy practice in the jurisdiction of the people of the city of Sabang. The results of the study show that the practice of implementing qadhi marriages is not recorded in the view of Islamic law which has occurred for a long time and is still developing in the Sabang community due to the inability of the community to meet the requirements and mechanisms regulated by the Office of Religious Affairs (KUA). KUA does not want to take the risk to resolve the reasons related to unregistered marriage. Efforts that can be made are by marriage itsbat or remarriage. It is recommended to the public that marriages be carried out in accordance with written laws. Law enforcement officials should take firm action against the perpetrators of illegal/siri marriages so as to create a deterrent effect. For KUA, it should record and re-socialize couples who have unregistered marriages to be remarried so that they are legal according to regulations and religion.
BIMBINGAN PRANIKAH UNTUK MENGURANGI PERKARA PERCERAIAN (studi Penelitian Pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Pintu Rime Gayo Kabupaten Bener Meriah)p Jamiul Husna Husna; Teuku Yudi Afrizal; Hamdani h
JURNAL ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MALIKUSSALEH Vol 5, No 2 (2022): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v5i2.6006

Abstract

Bimbingan pranikah sangat bermanfaat dalam membangun rumah tangga sakinah mawaddah warahmah serta menghindari perceraian. Di Kecamatan Pintu Rime Gayo banyak ditemukan terjadi kasus perceraian pada pasangan yang telah melaksanakan bimbingan pranikah berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor 379 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Pranikah. Tujuan penelitian mengetahui proses pelaksanaan bimbingan pranikah, mengetahui pengaruh bimbingan pranikah dalam mengurangi angka perceraian di Kecamatan Pintu Rime Gayo Kabupaten Bener Meriah dan mengetahui hambatan yang di temukan dalam melaksanakan bimbingan pranikah serta upaya yang di tempuh dalam mengatasi hambatan pelaksanaan bimbingan pranikah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris, Pendekatan kualitatif, dan bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pelaksanaan bimbingan pranikah di Kecamatan Pintu Rime Gayo Kabupate Bener Meriah telah dilaksanakan namun dalam pelaksanaannya belum maksimal sesuai peraturan, Pengaruh bimbingan pranikah sangatlah besar dalam membina ketahanan rumah tangga mengatur dan mengelola finansial keluarga. Hambatan yang di temukan dalam melaksanakan bimbingan pranikah yaitu fasilitator dan materi bimbingan yang belum lengkap, alokasi waktu bimbingan tidak sampai 16 jam dan kurangnya sarana pendukung dalam pelaksanaan bimbingan pranikah. Upaya yang di tempuh untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan bimbingan pranikah di Kecamatan Pintu Rime Gayo melakukan sosialisasi tentang pentingnya bimbingan pranikah dan melakukan kerja sama dengan pihak terkait. Pihak KUA diharapkan dapat meningkatkan kerjasamanya dengan pihak terkait untuk dijadikan sebagai fasilitator dalam penyampaian materi bimbingan pranikah, membagikan buku modul bimbingan pranikah, melaksanakan bimbingan sesuai waktu yang telah ditentukan dalam peraturan serta melibatkan tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat.
Pelaksanaan Restitusi Dalam Putusan Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe Terhadap Perkara Pemerkosaan Anak (Studi Penelitian Di Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe) Asri Vivi Yanti; Muhammad Hatta; Hamdani
Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 3 (2023): Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora [LPS2H]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.8115937

Abstract

Rape is sexual intercourse with the genitals or anus of another person as a victim with the perpetrator's penis or other objects used by the perpetrator or against the vagina or genitals of the victim with the mouth of the perpetrator or between the mouth of the victim and the perpetrator's penis, by force or coercion or threats against the victim. Victims are parties who are harmed and suffer as a result of someone's actions and therefore protection for victims of sexual crimes or rape is absolutely necessary to be given because of violations of their rights. Therefore, the right of restitution for victims must be carried out in accordance with the mandate of qanun Jinayat Number 6 of 2014 article 51 which regulates the granting of restitution. This study aims to analyze how the implementation of the fulfillment of the right of restitution for child victims of rape crimes in decision Number. 05/JN/2019/MS. LSM at the Lhokseumawe Syar'iyah Court and what are the obstacles in implementing the fulfillment of the right of restitution for child victims of rape crimes in decision Number. 05/JN?2019/MS.LSM at the Lhokseumawe Syar'iyah Court and how are efforts to overcome obstacles in fulfilling the right of restitution for child victims the crime of rape in decision Number. 05/JN/2019/MS.LSM at the Lhokseumawe Syar'iyah Court. This research is a qualitative research using an empirical juridical approach through the decision of the Aceh Syar'iyah Court Number 05/JN/2019/MS.LSM. Whereas the fulfillment of the right of restitution which is the right of the victim was not paid by the defendant to the victim's family, this was due to the existence of a legal void rule in Qanun Jinayat Number 6 of 2014 which did not have a forced rule in granting restitution if it was not paid by the defendant, so the prosecutor could not confiscate the victim's assets as a substitute for restitution. The results of this study indicate that there has never been a fulfillment of restitution to victims carried out by the defendant in cases of sexual harassment or finger rape due to the weakness of the rules contained in qanun jinayat which do not have coercive rules in granting restitution. It is recommended that the revision of the Qanun jinayat law Number 6 of 2014 must be implemented immediately, seeing the number of cases of criminal acts of rape against children which are increasing, while Aceh, in particular which enforces the qanun jinayat as a rule in its territory, has very many voids in the rule of law, one of which is not having efforts coercion or compensation in granting restitution to victims, taking into account Supreme Court Regulation Number 1 of 2022 judges are given the authority to adjudicate requests for restitution in the fairest way possible.