Muhamad Chaidar
Faculty Of Law August 17 1945 University Of Surabaya, Surabaya

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

URGENSI PENERAPAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERHADAP PELAKU PENCURIAN Muhamad Chaidar; Arief Syahrul Alam
Wijaya Putra Law Review Vol 2 No 1 (2023): April
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/wplr.v2i1.90

Abstract

Untuk mengetahui bentuk sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang hasil pencurian. Jenis penelitian dalam penulisan ini dilakukan dengan jenis penelitian hukum normatif berupa penelitian kepustakaan yang menggunakan 3 bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penelitian hukum ini menitikberatkan pada studi kepustakaan yang berarti akan lebih banyak menelaah dan mengkaji aturan-aturan hukum yang ada dan berlaku. Sanksi pidana daripada tindak pidana pencucian uang itu sendiri tercantum dalam Pasal-pasal di atas, yaitu : 1). Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 (pelaku aktif) “setiap orang yang menempatkan, mentrasnfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)”, 2). Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 (pelaku aktif )”, 3). Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 (pelaku pasif).
PENGATURAN RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP PELAKU DAN KORBAN DALAM PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA ANAK Usyadat Taufan; Arief Syahrul Alam; Muhamad Chaidar
Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra Vol 1 No 2 (2023): September
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/jihwp.v1i2.143

Abstract

Pada hakikatnya hukum dibuat untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi masyarakat luas. Selain jalur litigasi, saat ini pemerintah melalui aparat penegak hukumnya mulai menerapkan metode non ligitasi, yakni penyelesaian perkara pidana diluar peradilan yang disebut restorative justice. Restorative Justice (Keadilan Berbasis Musyawarah) adalah satu pendekatan utama,yang saat ini, berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, wajib dilakukan dalam perkara anak yang berhadapan dengan hukum. Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Mekanisme tata cara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuik menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku. Dari latar belakang tersebut, pada penelitian ini terdapat dua rumusan masalah, yaitu 1. Bagaimanakah pengaturan restorative justice terhadap pelaku dan korban dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak berdasarkan peraturan perundang-undangan ? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum restorative justice terhadap pelaku dan korban dalam penyelesaian perkara tindak pidana anak?. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder saja melalui jenis pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dari hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa Keadilan restoratif adalah sebuah konsep pemikiran yang merespons pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pada kebutuhan pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat ini. Restorative justice bisa menjadi obat bagi penyelesaian berbagai macam kasus yang melibatkan anak-anak.
RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN OLEH ANAK Dimas Rizky Rizaldy; Arief Syahrul Alam; Muhamad Chaidar
Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra Vol 1 No 2 (2023): September
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38156/jihwp.v1i2.154

Abstract

Anak yang berhadapan dengan hukum bukan hanya sebatas anak yang berkonflik dengan hukum atau anak sebagai pelaku Tindak Pidana. Tapi juga mencakup anak yang menjadi korban dan anak yang menjadi saksi dari suatu perbuatan tindak pidana. Untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Restorative Justice. Dalam hal ini, pihak-pihak terkait duduk bersama untuk mencari penyelesaian yang adil bagi korban dan pelaku. Penerapan restorative justice bagi anak yang berhadapan dengan hukum merupakan suatu perubahan regulasi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Sasarannya adalah anak yang berhadapan dengan hukum, dengan tujuan mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan. Sebelumnya hanya anak sebagai pelaku yang ditangani dari konteks pidana. Kini UU SPPA mengatur juga anak sebagai korban dan termasuk anak sebagai saksi.
Implementation Double-Track System Criminal Sanctions and Rehabilitation Against Narcotic Abusers Muhamad Chaidar; Budiarsih Budiarsih
SASI Volume 28 Issue 3, September 2022
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47268/sasi.v28i3.974

Abstract

Introduction: The application of sanctions is regulated in Law no. 35 of 2009 concerning Narcotics, which tends to impose criminal sanctions, does not have an impact, in fact there are more narcotics abusers. In accordance with the mandate of Law no. 35 of 2009 concerning narcotics, addicts and victims of narcotics abuse are entitled to rehabilitation, both medical rehabilitation and social rehabilitation. In general, addicts and victims of narcotics abuse have not been able to access rehabilitation services, especially addicts and victims of narcotics abuse who are in prisons or detention centers.Purposes of the Research: focus of the formulation in this research is How to Analyze the Meaning of Medical Rehabilitation Obligations for Narcotics Addicts?.Methods of the Research: The method used in this research is the normative juridical method and the law approach as well as the conceptual approach. They are in medical rehabilitation and/or social rehabilitation institutions.Results of the Research: Researchers suggest to the Government and the DPR to add explanations for narcotics addicts in Article 54 of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics, by including the amount of medical rehabilitation financing provided to narcotics addicts in Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. Prior to the promulgation of the amount of medical rehabilitation financing, regarding the provision of medical rehabilitation for narcotics addicts it will be easier to implement, and for the public to increase participation in the prevention of narcotics addicts and accessibility to the settlement of litigation and non-litigation cases.
Keabsahan Perjanjian Financial Technology Peer To Perr Lending (P2P Lending) Di Indonesia Nur Hidayatul Fithri; Budi Endarto; Muhamad Chaidar
Terang : Jurnal Kajian Ilmu Sosial, Politik dan Hukum Vol. 1 No. 1 (2024): Maret : Terang : Jurnal Kajian Ilmu Sosial, Politik dan Hukum
Publisher : Asosiasi Peneliti dan Pengajar Ilmu Hukum Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/terang.v1i1.50

Abstract

The existence of fintech P2P Lending can help Indonesian people who are still unreached by banking services to borrow funds with easy, fast terms and without making a direct agreement. Electronic lending system make it easy public to borrow funds with easy reuqirements and without need to meet for make a agreement. Trading system transaction originally paper based and then shift to electronic based system (digital) is something that needs to be studied further about validity of the e-contract as the basis of relations between two parties that make agreement, by using legal protection theory, legal certainty theory, and theory of justice. The purpose of this research is to study together validity of e-contract in Fintech P2P Lending industry. The results of this research analysis show that the practice of online lending and borrowing based on fintech P2P Lending still does not have legal certainty for loan recipients, the benchmark for the validity of an agreement in fintech P2P Lending only refers to article 1320 of the Civil Code regarding the conditions for the validity of the agreement. The Fintech Lending Law should be drafted immediately to guarantee legal certainty for P2P Lending fintech.