Agustinus R. Riwu
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Substitusi Tapioka dengan Tepung Bonggol Pisang Kepok terhadap Kualitas Kimia dan Organoleptik Sosis Ayam Kampung : Tapioca Substitution with Kepok Banana Hump Flour to the Chemical and Organoleptic Quality of Native Chicken Sausage Marni Bansele; Bastari Sabtu; Agustinus R. Riwu
Jurnal Peternakan Lahan Kering Vol. 4 No. 3 (2022): September
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tepung bonggol pisang kepok  memiliki kandungan  pati yang sama dengan tapioka, amilosa dan amilopektin yang tinggi sehingga dapat dijadikan alternatif sebagai bahan pengisi, pengental dan bahan pengikat di dalam pembuatan sosis. Tujuan penelitian untuk mengukur pengaruh substitusi tepung bonggol pisang kepok terhadap kualitas kimia dan organoleptik.  Materi yang digunakan adalah daging ayam kampung, tepung bonggol pisang, tepung tapioka dan bumbu-bumbu lain. Metode yang digunakan adalah metode Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan yaitu substitusi tepung bonggol pisang: 0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Variabel yang diteliti adalah kandungan kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, serat kasar dan organoleptik. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dengan substitusi tepung bonggol pisang dalam pengolahan sosis ayam kampung dapat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar air, kadar abu, serat kasar, rasa, aroma, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada warna sosis daging ayam kampung. Simpulan,  penggunaan tepung bonggol pisang kepok mampu mensubstitusi tapioka dan memberikan nilai yang berbeda terhadap kualitas kimia yaitu kadar protein, lemak, air abu dan serat kasar dan sifat organoleptik yaitu, rasa dan aroma serta warna yang sama terhadap sosis daging ayam kampung. Secara kualitas kimia substitusi 15%  tepung bonggol pisang kepok mampu menghasilkan sosis yang lebih baik sedangkan secara organoleptik substitusi tepung bonggol 5% mampu menghasilkan sosis yang lebih baik. Kepok Banana hump flour has the same starch content as tapioca, amylose and amylopectin which is high so that it can be used as an alternative as a filler, thickener and binder in making sausages. The purpose of the study was to measure the effect of substitution of kapok banana hump flour on chemical and organoleptic  The materials used are free-range chicken, kapok banana hump flour, tapioca flour and other spices. The method used is the Complete Randomized Design (RAL) method of 5 treatments, namely the substitution of kepok banana hump flour: 0%, 5%, 10%, 15%, 20% and each treatment consists of 3 tests. The variables studied were protein content, fat content, water content, ash content, crude fiber and organoleptics. The results showed that, the substitution of kapok banana hump flour in making native chicken sausage had a significant effect (P<0,05) on protein content, fat content, ash content, crude fiber, taste, scent, but had no significant effect (P>0,05) on the color of native chicken sausage. In conclusion, the use of kapok banana hump flour is able to substitute tapioca and provide different values to chemical qualities, namely protein, fat, ash water and crude fiber levels and organoleptic properties, namely, taste and aroma and the same color to native chicken meat sausages. In terms of chemical quality, 15% of kepok banana hump flour substitution is able to produce better sausages while organoleptically the substitution of 5% kepok banana hump flour is able to produce better sausages  
PenambahanTepung Bonggol Pisang sebagai Substitusi Tapioka terhadap Kualitas Kimia dan Organoleptik Bakso: Burning Quality of Biocharcoal Briquettes Mixed of Goat Dung and Lontar Shell (Saboak) with Different Levels of Adhesive Natalia Kolo; Agustinus R. Riwu; Heri Armadianto,
Jurnal Peternakan Lahan Kering Vol. 5 No. 1 (2023): Maret
Publisher : Universitas Nusa Cendana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banana weevil flour is widely used as a food additive, so it is expected to be an alternative as asubstitute for tapioca which diffuses as a filler and binder. Experiments were conducted with the aimof substituting tapioca with coco banana weevil flour against the chemical and organoleptic qualities ofbeef meatballs. Research materials include beef, banana pupae weevil flour, tapioca flour, as well asother additives such as spices. The Complete Randomized Design (RAL) was used in this study whichconsisted of 5 treatments, namely the substitution of banana weevil flour: 0%, 5%, 10%, 15% and 20%and 3 repeats. The parameters studied are chemical quality tests which include (fat, protein, andcarbohydrate content) and organoleptic tests which include (taste, aroma, and color). The results of theanalysis showed that the substitution of banana weevil flour had a noticeable influence (P<.0.05) onchemical and organoleptic quality. It is concluded that banana weevil flour can replace tapioca inmeatball processing and substitution at the level of 5% can produce low fat, relatively good taste andaroma. The substitution of 10% banana puck boggol flour can produce high protein and to producehigh carbohydrates and the best color can be used banana weevil flour as much as 15%. Penelitian bertujuan mengetahui kualitas bakar briket bioarang campuran arang kotoran kambing dan tempurung saboak dengan level perekat berbeda. Materi yang digunakan adalah kotoran  kambing 8 kg, tempurung saboak 8 kg, tapioka 1,5 kg dan air. Metode yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan level perekat dari bahan bioarang yaitu P1: 6%, P2: 8%, P3: 10%, dan P4: 12%; proporsi kotoran kambing dan tempurung  saboak masing-masing 500 gram. Variabel yang diteliti: temperatur bakar, laju pembakaran, ketahanan bakar, warna dan asap serta kemampuan mendidihkan air. Data dianalisis dengan analisis keragaman (ANOVA). Hasil analisis menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap temperatur bakar, berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap laju pembakaran, ketahanan bakar, warna dan asap serta kemampuan mendidihkan air. Temperatur bakar briket bioarang yang didapatkan berkisar 154,17-214,09oC; laju pembakaran 2,14-2,44g/menit; ketahanan bakar 164-188 menit; skor warna pembakaran 2,8-4 (cenderung merah - merah kebiruan) dan skor asap 3,85-4 (cenderung tidak ada asap - tidak ada asap) dan kemampuan mendidihkan air 19,5-27,75 menit. Disimpulkan bahwa naiknya level perekat menurunkan temperatur bakar tapi tidak menyebabkan perubahan laju pembakaran, ketahanan bakar, warna dan asap pembakaran serta kemampuan mendidihkan air. Kualitas bakar terbaik didapatkan pada P1 yaitu penggunaan level perekat 6%.