Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

TINJAUAN TENTANG PUTUSAN PIDANA BERSYARAT OLEH HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI BARRU (STUDI DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN BARRU) .B, UMYATUL UMRAH; TAHIR, HERI; MUIN, FIRMAN
Jurnal Tomalebbi Vol 5, No 2 (2018): Volume V, Nomor 2, Juni 2018
Publisher : Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.111 KB)

Abstract

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan (1) Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat di Pengadilan Negeri Barru.(2) Untuk mengetahui pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat di Pengadilan Negeri Barru. Jenis penelitian ini yaitu deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data meliputi: Observasi, Wawancara dan Dokumentasi. Analisis data yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan (1) Pertimbangan hakim dalam memutuskan pidana bersyarat di Pengadilan Negeri Barru sebagai berikut : pertimbangan dari segi hukum (yuridis) seperti dakwaan jaksa penuntut umum yang berupa dakwaan atau tuduhan yang memuat rumusan tindak pidana terhadap terdakwa, keterangan terdakwa yang berupa apa yang dinyatakan oleh terdakwa sesuai dengan apa yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri, keterangan saksi berupa apa yang saksi nyatakan di depan pengadilan dan dapat menjadi salah satu alat bukti dan pasal-pasal dalam unndang-undang tindak pidana. Pertimbangan dari segi non hukum (non yuridis) berupa pertimbangan yang bersifat sosiologis dan psikologis, serta hakim menelaah terlebih dahulu mengenai adanya unsur-unsur yang memberatkan maupun yang meringankan. (2) Pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat belum terlaksana secara efektif dengan tidak adanya aturan khusus yang mengatur sanksi pengawasan pidana bersyarat baik itu pengawasan secara yuridis maupun pengawasan secara administrasinya serta pelaksanaannya kurang disiplin. Selain itu, pengawasan hanyalah berupa laporan dan pemberitahuan dari jaksa tentang adanya penjatuhan pidana bersyarat. Kata Kunci: Putusan, Pidana Bersyarat, Hakim  ABSTRACT: This study aims (1) to find out the judge's consideration in imposing conditional crimes in the Barru District Court. (2) To find out the supervision of the implementation of a conditional criminal decision at the Barru District Court. This type of research is descriptive and uses a qualitative approach. The types of data used are primary data and secondary data. Data collection techniques include: Observation, Interview and Documentation. Data analysis used is descriptive qualitative. The results of the study show (1) consideration of the judge in deciding conditional crimes in the Barru District Court as follows: legal considerations (juridical) such as the indictment of the public prosecutor in the form of an indictment or charge containing the formulation of a criminal act against the defendant, the defendant's statement in the form of what stated by the defendant in accordance with what he did or knew himself or experienced by himself, witness testimony is in the form of what the witness stated before the court and could be one of the evidence and articles in the criminal act laws. Consideration in terms of non-legal (non-juridical) in the form of sociological and psychological considerations, and the judge examines in advance the existence of aggravating and mitigating elements. (2) Supervision of the implementation of conditional criminal decisions has not been carried out effectively in the absence of specific rules governing sanctions for conditional criminal supervision, both juridical and administrative supervision and lack of discipline. In addition, the supervision is only in the form of reports and notifications from prosecutors regarding the imposition of conditional crimes. Keywords: Decision, Conditional Criminal, Judge
SISTEMATISASI JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Herman, Herman; Muin, Firman
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 4, No 2 (2018): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (610.295 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v4i2.15445

Abstract

Penataan antara legislasi berdasarkan kewenangan konstitusional dengan legislasi berdasarkan kewenangan atribusi menentukan jenis dan hierarki secara sistematis peraturan perundang-undangan. Hierarki peraturan peraturan perundang-undangan secara bertingkat dan berurut dimulai dari norma konstitusional, peraturan organik (pelaksanaan) berdasarkan kewenangan legislasi oleh lembaga legislatif, dan peraturan perundang-undangan berdasarkan kewenangan atribusi, delegasi, dan mandat oleh pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsi publiknya. Overregulasi yang terjadi di Indonesia selama ini berkaitan dengan kewenangan menteri membuat peraturan umum dan abstrak disebabkan oleh klausula norma yang terdapat dalam setiap undang-undang produk legislasi legislatif. Menteri memperoleh kewenangan atribusi dalam undang-undang tersebut. Padahal secara teoritis, batas kewenangan atribusi hanya dapat dimiliki oleh presiden selaku kepala pemerintahan, sedangkan menteri hanya terbatas pada kewenangan delegasi. Dampak terhadap penataan regulasi menjadi tidak tertata, saling tumpang tindih, kontradiktif, dan bahkan menghasilkan kontraproduktif terhadap pelayanan publik.  
Diskresi Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Muin, Firman
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 2, No 2 (2018): VOLUME 2 ISSUE 2, JULY 2018
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.096 KB) | DOI: 10.26418/tlj.v2i2.25802

Abstract

Discretion raises confusion about jurisdiction in sense of Act No.30 of 2014. Contradiction of discretionary conceptual understanding with discretionary stipulation as a decision and act in accordance with Law admistrtive. Discretion is a concept of free to act, it is not a norm from state administration officers in welfare law (welvaarsstaat). The reason of a great burden of government to obligate creating welfare ( staatbemoienis) in both rush and order ( rush en order) is given discretion. Manisfestation of this is general and abstract policy regulation ( beleid regels), and becomes basic for officials of state administration to create a decision in administrative (beschikking).  Regulatory policy is as a policy in execution of duty, and a function of service to community examined on the principle of arbitrariness (detournement de pouvoir), magisterial ( willikeur), and the general principle of good governance (algemene beginzelen van behoorlijke bestuur) through administrative appeals or objections. The authorized judiciary obligate to review legitimate or illegitimate policy regulation.