Ni Made Ayu Dwi Sattvitri
Institut Seni Indonesia Denpasar

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Mutusake: Interpretasi Putusnya Ekor Cicak dalam Sebuah Karya Musik Karawitan Hendra Santosa; Ni Made Ayu Dwi Sattvitri; Ni Wayan Masyuni Sujayanthi
PROMUSIKA Vol 10, No 2 (2022): Oktober 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/promusika.v10i2.7486

Abstract

Mutusake merupakan penggambaran fenomena putusnya ekor cicak yang masih dapat bergerak walaupun sudah terlepas dari badannya. Fenomena tersebut diinterpretasikan melalui sebuah karya karawitan bermedia gamelan Gender Wayang dan Selonding. Adapun permasalahan yang dibahas adalah bagaimana cara mengembangkan pola - pola gending Gender Wayang Cecek Megelut untuk membentuk pola yang baru. Karya ini menggunakan metode penciptaan yang dirancang oleh I Wayan Rai, S dengan enam tahapan yaitu modal pokok, kreatif, pemahaman budaya lokal, konsep, doa, dan proses mewujudkan karya seni. Hasil dan pembahasan, karya Mutusake terdiri dari empat bagian yaitu bagian pertama merupakan pengembangan dari gending Gender Wayang Cecek Megelut, bagian kedua pada karya ini menggambarkan gerak - gerik cicak, bagian ketiga yaitu penggambaran aksi gelut / kejar - kejaran yang dilakukan oleh cicak dan musuhnya dan bagian keempat, menggambarkan ekor cicak yang bergerak lincah walaupun sudah terlepas dari badannya. Rekomendasi yang dapat diberikan yaitu teknik - teknik permainan yang terdapat dalam karya ini dapat digunakan sebagai acuan untuk berkarya selanjutnya. AbstractMutusake: An Interpretation of the Breakup of the Lizard Tail in a Karawitan Musical Work. Mutusake describes a lizard tail breaking off, which can still move even though it has been separated from its body. This phenomenon is interpreted through this musical work using the gamelan Gender Wayang and gamelan Selonding. The problem that will be discussed is how to develop the patterns of gending Gender Wayang Cecek Megelut to form a new pattern. This work uses the creation method I Wayan Rai, S designed with six stages: essential capital, creativity, understanding of local culture, concepts, prayers, and the process of creating works of art. Accordingly, Mutusake consists of four parts. The first part develops motives from the traditional Gender Wayang piece Cecek Megelut. The second part of this work imitates the movements of lizards. The third part depicts the action of the struggle/chase - the pursuit carried out by the lizard and its enemies. The fourth part describes a lizard's tail that moves nimbly even though it has been separated from its body. The game techniques in this work can be used as a reference for further work.Keywords: cecek megelut; gending; gender wayang; mutusake; selonding