Muhammad Eriton
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

ANALISIS TERHADAP PEMBAGIAN KEWENANGAN ANTARA PRESIDEN DENGAN WAKIL PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Syaiful Anwar; Muhammad Eriton
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.799 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i2.17471

Abstract

Abstrak Negara Republik Indonesia menerapkan sistem pemisahan kekuasaan dan puncak kepemimpinan dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden, Indonesia yang menganut sistem Presidensial sebagai bentuk sistem pemerintahan, menempatkan Presiden sebagai kepala negara (head of state) sekaligus kepala pemerintahan (head of government), Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden secara bersama-sama yang merupakan suatu jabatan dalam tatanan Hukum Tata Negara yang tujuannya adalah menjalankan konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Dalam kekuasaan pemerintahan negara Indonesia oleh Presiden dan Wakil Presiden, diatur dalam ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan berisi beberapa pasal yang mengatur aspek kewenangan Presiden dan Wakil Presiden yang dimiliki dalam memegang kekuasaan pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui bagaimana pengaturan kewenangan Wakil Presiden didalam konstitusional Republik Indonesia dan pengaturan hukum idealnya di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yurisdis normatif. Hasil penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui sistem pembagian kewenangan antara Presiden dengan Wakil Presiden serta mempertegas eksistensi kewenangan Wakil Presiden, maka perlu Undang-Undang yang mengatur tentang pembagian kerja antara Presiden dengan Wakil Presiden dalam menjalankan pemerintahan. Di dalam konstitusi Indonesia tugas Wakil Presiden tidak ada ukuran pasti mengenai kewenangan Wakil Presiden didalam pemerintahan Indonesia. Maka perlu sistem pembagian tugas dan kewenangan antara Presiden dengan Wakil Presiden agar terwujudnya tujuan negara. mengharapkan perlu adanya sistem pembagian tugas dan kewenangan antara Presiden dengan Wakil Presiden Maka dari itu perlu Undang-Undang yang mengatur tentang pembagian kerja antara Presiden dengan Wakil Presiden, agar dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tidak bertentangan dengan Presiden atau dengan para Mentri, agar tidak menimbulkan kegaduhan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kata Kunci: Analisis, Pembagian Kewenangan, Presiden Dengan Wakil Presiden
Studi Komparatif Kewenangan Presiden Dalam Pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Sebelum Dan Sesudah Amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Gemmy Anugerah Prasetya; Meri Yarni; Muhammad Eriton
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (369.206 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i1.17700

Abstract

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai kewenangan Presiden dalam mengangkat Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan untuk mengetahui bagaimana tahapan mekanisme pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Tipe penelitian yang digunakan termasuk jenis penelitian yuridis normatif, yang mengacu pada norma-norma hukum, asas-asas hukum, sistematika hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum yang berhubungan dengan permasalahan pengaturan kewenangan Presiden dalam pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan aturan mengenai mekanisme pengankatan Kepala kepolisian Republik Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Bedasarkan hasil pembahasan, bahwa setelah bergulirnya masa order baru dan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, bahwa dalam pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Presiden harus meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlebih dahulu sebagai cerminan dari sistem pemerintahan Indonesia yaitu sistem pemerintahan Presidensil dengan prinsip check and balances. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tidak terdapat aturan mengenai bagaimana calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang telah mendapat persetujuan DPR tetapi tidak ditetapkan oleh Presiden. Adapun mekanisme yang seharusnya, bahwa calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang telah melakukan fit and poper test dan telah mendapat persetujuan dari DPR haruslah dilantik/ditetapkan oleh Presiden.
PERANAN KPU DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR TAHUN 2020 DI PROVINSI JAMBI Muhsin Iwan Saputra; Irwandi Irwandi; Muhammad Eriton
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (535.88 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i2.18479

Abstract

This study aims 1) to find out what programs are carried out by the Jambi Province General Election Commission in increasing public participation in the 2020 Governor and Deputy Governor Elections; 2) To find out community participation in the Election of Governor and Deputy Governor in Jambi Province in 2020. The results show that the program carried out by the General Election Commission of Jambi Province in increasing public participation in the Election of Governor and Deputy Governor in Jambi Province in 2020 is socialization in the form of counseling ( face-to-face), socialization through print and electronic media, socialization of health protocols (simulation at TPS), socialization through the installation of socialization props and dissemination of socialization materials, organizer-based socialization and socialization using smart cars. Based on the results of interviews with respondents who were registered in the permanent voters (DPT) in the Election of Governor and Deputy Governor in Jambi Province in 2020 that all of them participated in the Election of Governor and Deputy Governor in Jambi Province in 2020.
PERANAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA MENEGAKKAN PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2020 Satriadi Satriadi; Ansorullah Ansorullah; Muhammad Eriton
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 2 No. 3 (2022)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.821 KB) | DOI: 10.22437/limbago.v2i3.20054

Abstract

Abstract The purpose of this research was to: 1) knowed the role of the Jambi City civil service police unit to enforcing mayor’s regulation number 21 of 2020 dan 2) knowed the obstacles faced by of the Jambi City civil service police unit to enforcingmayor’s regulation number 21 of 2020. This research was juridical empirical with descriptive data analysis. The result of this study was: 1) the role of the Jambi City civil service police unit to enforcingmayor’s regulation number 21 of 2020 consists of three forms, namely supervision is carried out by conducting raids and patrils in coordination with the Satgas Covid-19, TNI/Polri and ormas, the role of coaching is carried out by providing direct appeals and through posters, brochures and billboards, as well as the role of controlling by applying strict sanctions for business locations that violate. 2) The obstacles faced by of the Jambi City civil service police unit to enforcingmayor’s regulation number 21 of 2020 was lack of public awareness and lack of business owner awareness.
IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM PROPOSIONAL PEMILU TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA PEMILU DPR DAN DPRD DI INDONESIA Muhammad Eriton
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 3 No. 1 (2023)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/limbago.v3i1.23981

Abstract

Pemilihan Umum di Indonesia sebelum Pemilu tahun 2024 ini telah dilaksanakan sebanyak duabelas kali Pemilu. Pimpinan DPR RI menyoroti usulan perubahan sistem pemilu yang akan digunakan pada Pemilu 2024. Salah satu bentuk sengketa Pemilu adalah sengketa penghitungan suara yang diperoleh peserta Pemilu,oleh karena itu tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai implikasi pengaturan sistem Proposional yang digunakan pada Pemilu di Indonesia terhadap PHPU. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah Demokrasi dan legal standing. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Kesimpulannya adalah (1) terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup.Pemberian legal standing bagi calon anggota DPR dan DPRD dalam perkara PHPU sejak dikeluarkannya PMK Nomor 2 Tahun 2018. (1) di indonesia pernah menggunakan kedua sistem Proposional. Melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, sistem proporsional tertutup diganti dengan sistem proporsional terbuka dan terus dipakai. dengan adanya peraturan MK nomor 2 tahun 2018 akan menambah kekuatan peran partai politik dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD. Saran nya adalah Sistem Proposional tertutup akan mengurangi bahkan meniadakan sengketa PHPU yang diajukan oleh perseorangan. Dan Pemberian Pemberian legal standing haruslah dikembalikan ke Partai Politik saja
PENGOPTIMALAN PERANAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DALAM VERIFIKASI FAKTUAL PADA PENCALONAN KEPALA DAERAH Muhammad Eriton
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi Vol 2 No 1 (2018): Volume 2, No. 1, Januari-Juni 2018
Publisher : Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.623 KB) | DOI: 10.22437/jisipunja.v2i1.7175

Abstract

General Elections initially known only as elections to elect the DPR, DPD, DPRD, President and Vice President directly but on the development of the election of regional head and deputy head of region directly has become part of the general election. As regional election organizer (PILKADA), the electoral commission in the region is divided into the Provincial, Regency and City General Election Commission. the problems that often arise in PILKADA are in the verification stage of administrative requirements of candidates, especially the verification of education certificates, the General Election Commission (KPU) should be obliged to coordinate with related parties regarding administrative requirements as a precautionary measure of fraud, but in reality in the process of verifying the requirements of candidates for regional head and the deputy head of the region is still lacking where the definition of verification is the examination and matching of the truth of written evidence relating to the validity of the fulfillment of requirements but in practice this meaning is only meant to be a necessity if there is fraud report, not as a duty as a precautionary measure against fraud execution of election District head.
ANALISIS PENGATURAN PERIODE JABATAN KEPALA DESA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA Sherly Dantis Suhamartha; Syamsir Syamsir; Muhammad Eriton
Limbago: Journal of Constitutional Law Vol. 3 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Jambi, Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/limbago.v3i2.24165

Abstract

Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untukmengetahui dan menganalisis kajian pengaturanpolitik hukum mengenai periode jabatan kepala desadi Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan 2) mengetahui dan menganalisis konsekuensi dari pengaturan periodejabatan kepala desa berdasarkan Undang-UndangNomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Jenis penelitianini adalah yuridis normative dengan pendekatanperundang-undangan, komparatif, sejarah dan konseptual. Hasil analisa menunjukkan bahwapengaturan politik hukum mengenai periode jabatankepala desa di Indonesia berdasarkan Undang-UndangNomor 6 Tahun 2014 tentang Desa justru menambahperiode jabatan kepala desa, dimana dalam pengaturansebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun2004 ditegaskan bahwa periode jabatan kepala desahanya 2 periode dengan masa jabatan 6 tahun per periode, sedangkan setelah terbit Undang-UndangNomor 6 Tahun 2014 tersebut maka kepala desamenjabat selama menjadi 3 periode dengan lama jabatan 6 tahun per pediode, sehingga aturan periodejabatan kepala desa di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 bertentangan denganperaturan perundang-undangan lainnya dan bukanmerupakan kebijakan politik yang tepat dalammengatur jabatan kepala desa. Konsekuensi daripengaturan periode jabatan kepala desa berdasarkanUndang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desaadalah menimbulkan hal buruk yang tidakmemberikan manfaat bagi masyarakat, sepertimenyebabkan pertentangan atau ketidakselarasankebijakan mengenai periode jabatan kepala daerahlainnya dengan kepala desa yang berujung padadisharmonisasi peraturan perundang-udangan, menimbulkan perilaku nepotisme yang hadir dalamkonfigurasi politik di taraf lokal, serta terjadinyakonflik politik dan sosial di tingkat desa yang mengganggu harmonisasi sosial masyarakat.