Fifink Praiseda Alviolita
Universitas Widya Mataram

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

RE-KONSEPTUALISASI SISTEM PENEGAKAN HUKUM PERIKANAN DALAM RANGKA PENEGAKAN KEDAULATAN DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA Fifink Praiseda Alviolita; Hartanto Hartanto; Linda Dewi Rahayu
Literasi Hukum Vol 6, No 2 (2022): LITERASI HUKUM
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.61 KB)

Abstract

Sesuai isi Pasal 25 A UUD NRI 1945, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya dengan undang-undang. Setidaknya terdapat 8 lembaga pemerintah yang diberikan wewenang di wilayah perairan Indonesia. Pada UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia. Pengaturan wewenang di bidang kelautan diatur dalam undang-undang yang sektoral dan saling bersinggungan antara satu sama lain sehingga menimbulkan overlapping wewenang dalam menangani tindak pidana IUU fishing di wilayah perairan Indonesia. Selain kerugian ekonomi karena pencurian ikan oleh nelayan asing maka sektor kelestarian sumber daya maupun sosial Indonesia juga dirugikan. Kepastian penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia bertujuan agar tercapainya kedaulatan, keamanan dan kenyamanan bagi seluruh masyarakat. Rekonseptualisasi penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia yang memenuhi unsur keabsahan hukum secara filosofis, sosiologis, dan yuridis, diharapkan mampu menjadi solusi yang memberikan manfaat bagi semua pihak dalam upaya penegakan hukum perikanan di wilayah perairan Indonesia.
PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT TERHADAP PERBUATAN KRIMINALISASI DALAM MEMPERTAHANKAN TANAH ULAYAT Fifink Praiseda Alviolita
Juris Humanity: Jurnal Riset dan Kajian Hukum Hak Asasi Manusia Vol. 1 No. 1 (2022)
Publisher : Pusat Studi HAM dan Humaniter Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hak masyarakat hukum adat adalah hak konsitusional yang terjamin dalam Pasal 18 ayat (2) UUD NRI 1945. Namun fakta empiris dan data menunjukkan dalam mempertahankan hak-hak tradisionalnya di tanah ulayat masih ditemui kasus kriminalisasi oleh aparat. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan mengkaji asas-asas dan peraturan perundang-undangan terkait perlindungan hak asasi manusia khususnya hak masyarakat hukum adat kemudian data dianalisis dan disajikan secara deskriptif. Hak-hak tradisional masyarakat hukum adat tidak hanya berhenti untuk dihormati dan dihargai secara retorika saja namun pemerintah harus mampu mencari akar permasalahan dari konflik agraria yang terjadi di berbagai penjuru Indonesia dan seyogyanya hadir dalam pemenuhan perlindungan hak masyarakat hukum adat khususnya dalam perlakuan kriminalisasi dalam mempertahankan tanah ulayatnya.
KAJIAN YURIDIS MEDIASI PENAL SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MENURUT HUKUM PROGRESIF Fifink Praiseda Alviolita
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 3 No 2 (2023): Legacy Jurnal Hukum dan Perundang-undangan
Publisher : Departement of Constitutional Law UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jaminan hak bagi warga negara untuk menyatakan pendapat, selain diamanatkan di dalam Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia khususnya sila ke-empat yang dapat dikatakan sebagai landasan dari kebebasan berpendapat, yang secara khusus diatur pada Pasal 28 ayat (3) UUD NRI 1945. Penyampaian kritik dari konsumen kepada pelaku usaha atau produsen kerapkali dikriminalisasi dan justru dilaporkan sebagai tindak pidana pencemaran nama baik. Dasar hukum yang sering didakwakan adalah Pasal 310 KUHP dan Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Hal tersebut menjadi dasar hukum bagi penyidik untuk menetapkan seorang konsumen menjadi tersangka. Berkaitan dengan hal tersebut Polisi (penyidik) diberi hak untuk melakukan diskresi (discretion), yakni hak untuk tidak memproses hukum sepanjang demi kepentingan moral terlebih dalam hal ini adalah untuk kepetingan publik yang lebih luas. Penggunaan hukum progresif dalam mediasi penal menurut penulis dapat diterapkan pada saat proses penyidikan guna mencapai keadilan substantif di masa yang akan datang.