This Author published in this journals
All Journal Undang: Jurnal Hukum
Rafi Nasrullah Muhammad Romdoni
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Ratifikasi Perjanjian Penyesuaian Wilayah Informasi Penerbangan antara Indonesia dan Singapura: Pilihan Rasional atau Status Quo? Nandang Sutrisno; Rafi Nasrullah Muhammad Romdoni
Undang: Jurnal Hukum Vol 5 No 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/ujh.5.2.393-417

Abstract

The ratification of the Agreement on Realignment of Flight Information Region (FIR) between Indonesia and Singapore by Presidential Regulation Number 109 of 2022 produced controversies. Such controversies occurred between the Indonesian government on one side, and the academicians and practitioners on another. The former claims that the ratification indicates the hard work of the Indonesian government to take over the FIR that has been delegated to Singapore. However, the latter questions the status of Indonesia as a sovereign state and its security that would potentially be arose from the ratification. It is because Singapore still takes control over Indonesia’s airspace from 0-37.000 feets. This article studies and analyzes whether the ratification was the best choice taken by Indonesia. The discussion shows that it was not the best yet rational and realistic. It was not, because the possibility of harm and threat to Indonesia’s national security are bigger than the advantages arising from the agreement. It was rational and realistic because it was not ratified, the control of FIR would be status quo and return fully to Singapore without limitation of time. Abstrak Pengesahan Perjanjian Penyesuaian Wilayah Informasi Penerbangan (Flight Information Region/FIR) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura melalui Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2022 menuai polemik. Hal tersebut terjadi antara pihak pemerintah dengan pihak akademisi serta praktisi. Pada satu sisi, pihak pemerintah mengklaim bahwa pengesahan tersebut mengindikasikan kerja keras pemerintah dalam mengambil alih FIR yang didelegasikan kepada Singapura. Oleh karena itu, kini kedaulatan ruang udara dikontrol penuh Indonesia. Namun di sisi lain, para akademisi dan praktisi mempersoalkan status kedaulatan dan juga keamanan yang berpotensi timbul dari pengesahan ini. Hal tersebut dikarenakan Singapura sebenarnya masih memiliki kontrol di ruang udara Indonesia pada ketinggian 0-37.000 kaki. Artikel ini akan mempelajari dan menganalsis apakah pengesahan perjanjian tersebut merupakan langkah yang tepat. Hasil dari kajian artikel ini menunjukkan bahwa pengesahan perjanjian tersebut bukan merupakan langkah terbaik, namun rasional dan realistis. Ia bukan langkah terbaik, disebabkan peluang kerugian dan ancaman terhadap keamanan negara tampak lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh dari persetujuan tersebut. Meski demikian, pengesahan ini juga rasional dan realistis, dikarenakan jika tidak disahkan, status FIR akan status quo, tetap sepenuhnya kembali ke Singapura tanpa batas waktu.