Angelica M. J. Wagiu, Angelica M. J.
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Perbandingan efektivitas asam perasetik dan feracrylum pada pola kuman ulkus diabetik Wagiu, Angelica M. J.; Sumangkut, Richard M.; Sapan, Heber B.; Waworuntu, Louise A. J.
Jurnal Biomedik : JBM Vol 8, No 1 (2016): JURNAL BIOMEDIK : JBM
Publisher : UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/jbm.8.1.2016.12335

Abstract

Abstract: Diabetic ulcer is a condition of infection, ulceration, and or destruction of inner skin tissue related to neurological disorders and degrees of peripheral arterial disease (PAD) in diabetic patients. Diabetic ulcer is prone to infection due to decreased immune response, therefore, opportunistic microbes can become pathogens. Infection is sttill a serious problem in diabetic ulcer since the high cost and long duration of treatment lead to complicated neclected ulcer. This study aimed to obtain the present profile of microbes in diabetic ulcers and the effectivitveness of peracetic acid dan feracrylum in the treatment of diabetic ulcers. This was a descriptive analytical study. The ulcer degree was determined by using PEDIS criteria. Pus specimen was taken with a sterile technique using a transport media, cultured in the Baxtec machine, and the microbes were identified and further tested for sensitivity to peracetic acid dan feracrylum 1%. The results showed that of the 57 patients there were 36 females with a mean age of 58.77+ 9.077 years. Most of the patients (30 patients) had diabetic ulcers of 4th degree. The result of pus culture showed Gram negative Proteus mirabilis as the most frequent microbe (17.5%). The sensitivity test showed that 100% of 12 types of microbes, 83.3% of Citrobacter diversus, and 60% of Proteus mirabilis samples were sensitive to peracetic acid, meanwhile, all microbes were resistant to feracrylum 1% dan NaCl as controls,. Conclusion: Peracetic acid was more effective than feracrylum 1% as topical antimicrobial for diabetic ulcer.Keywords: diabetic ulcer, microbe, topical antimicrobial agentAbstrak: Ulkus diabetik adalah suatu kondisi adanya infeksi, ulserasi dan atau kerusakan jaringan kulit yang lebih dalam yang berhubungan dengan kelainan neurologik serta berbagai tingkatan peripheral arterial disease (PAD) pada penderita diabetes melitus (DM). Ulkus diabetik lebih mudah terinfeksi karena respons kekebalan tubuh penderita DM biasanya menurun, bahkan kuman oportunistik juga dapat menjadi patogen. Infeksi masih menjadi masalah yang paling serius dialami penderita ulkus diabetik oleh karena biaya pengobatan yang besar dan waktu perawatan yang lama sehingga ulkus sering dibiarkan terinfeksi dengan komplikasi tanpa perawatan adekuat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data terkini pola kuman penderita ulkus diabetik dan untuk mengetahui efektivitas asam perasetik dan feracrylum pada pola kuman ulkus diabetik. Jenis penelitian ini ialah deskriptif analitik. Derajat ulkus dinilai dengan kriteria PEDIS. Spesimen pus diambil secara steril dengan media transpor, ditanam dalam mesin Baxtec, kemudian dilakukan identifikasi kuman dan uji sensitivitas terhadap asam perasetik dan feracrylum 1%. Hasil penelitian memperlihatkan dari 57 penderita ulkus diabetik terbanyak ialah perempuan (36 penderita) dengan rerata usia 58,77+9,077 tahun. Sebagian besar ulkus diabetik (30 penderita) termasuk derajat 4. Hasil kultur memperlihatkan Proteus mirabilis (Gram negatif) yang tersering (17,5%). Hasil uji sensitivitas pola kuman memperlihatkan 100% sampel dari 12 jenis kuman, 83,3% dari Citrobacter diversus, dan 60% dari Proteus mirabilis sensitif terhadap asam perasetik, sedangkan terhadap feracrylum 1% dan NaCl sebagai kontrol, seluruh kuman telah resisten. Simpulan: Asam perasetik lebih efektif dibandingkan feracrylum 1% sebagai antimikroba topikal pada ulkus diabetik.Kata kunci: ulkus diabetik, mikroba, antimikroba topikal
Gambaran Pasien yang Menjalani Prosedur Bedah Emergensi di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari - September 2019 Suleman, Utrecht; Wagiu, Angelica M. J.; Tangel, Stephanus J. Ch.
e-CliniC Vol 8, No 1 (2020): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v8i1.27356

Abstract

Abstract: Emergency surgery is performed to avoid further complications of the disease or to save the patient's life. Albeit, there are lack of data in various health centers in Indonesia regarding the evaluation of emergency surgical patients, This study was aimed to obtain the profile of patients undergoing emergency surgical procedures in the Emergency Department of Surgery at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado from January to September 2019. This was a retrospective and descriptive study using patients’ medical records. The results showed that there were 540 patients in this study. Most of the patients were adult age group (18-59 years) as many as 343 patients (63.5%), males 366 patients (67.8%), and non-traumatic cases 436 patients (80.4%). The most common cases of trauma was epidural hemorrhage as many as 23 patients (4.3%) meanwhile the most common non-traumatic cases was chronic kidney disease as many as 122 patients (22.6%). According to the type of surgery, CDL insertion and laparotomy were performed on 131 patients each (24.3%). In conclusion, most patients undergoing emergency surgical procedures were 18-59 years old, males, and non-traumatic cases.Keywords: emergency surgery, traumatic cases, non-traumatic cases Abstrak: Bedah emergensi dilakukan dalam keadaan sangat darurat untuk menghindari komplikasi lanjut dari proses penyakit atau untuk menyelamatkan jiwa pasien. Data mengenai pasien bedah emergensi di berbagai pusat kesehatan di Indonesia masih sangat kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pasien yang menjalani prosedur bedah emergensi di IGD Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari sampai September 2019. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif, menggunakan data rekam medik pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 540 pasien, didapatkan pasien terbanyak dari golongan usia dewasa (18-59 tahun) yaitu 343 pasien (63,5%), jenis kelamin laki-laki 366 pasien (67,8%), dan kasus non-trauma 436 pasien (80,4%). Kasus trauma terbanyak yaitu epidural hemorrhage pada 23 pasien (4,3%) sedangkan kasus non trauma terbanyak chronic kidney disease pada 122 pasien (22,6%). Menurut jenis tindakan operasi yang terbanyak ialah insersi CDL dan laparotomy, masing-masing 131 pasien (24,3%). Simpulan penelitian ini ialah pasien yang menjalani prosedur bedah emergensi terbanyak ialah usia 18-59 tahun, jenis kelamin laki-laki, dan jenis kasus non-trauma.Kata kunci: bedah emergensi, kasus trauma, kasus non-trauma
Gambaran Waktu Tunggu Operasi Hip Replacement pada Pasien Manula dengan Patah Tulang Pinggul Periode November 2017-Desember 2018 di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Thadius, Tio G. L.; Lengkong, Andreissanto C.; Wagiu, Angelica M. J.
e-CliniC Vol 8, No 1 (2020): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.v8i1.27136

Abstract

Abstract: Hip fracture often occurs over the age of 60 years and is more common in women due to postmenopausal osteoporosis. Timing of surgery is thought to play an important role regarding survival. Moreover, international clinical practice guidelines recommend surgical treatment of acute hip fracture within 24 to 48 hours after admission. Some researchers argue that early surgery can lead to an increased the risk of perioperative complications. This study was aimed to determine the incidence of hip fracture, the impact of timing of surgery on perioperative complications, and the mortality in elderly patients with hip fracture from November 2017 to December 2018 at Prof. Dr. R. .D. Kandou Hospital Manado. This was a retrospective and descriptive study using data of patient medical record. The results found 32 cases of hip fractures, and the highest incidence was in females. Most patients did not have any perioperative complications as many as 26 cases. Moreover, there was no patients who died due to the impact of timing of surgery. In conclusion, most hip fracture cases were female. There was a relationship between delayed time in surgery and perioperative complications, however, there was no relationship between delayed time in surgery and patient mortality.Keywords: hip fracture, delay time of surgery, complication, mortality Abstrak: Patah tulang pinggul sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada perempuan yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pascamenopause. Waktu tunggu operasi dianggap memiliki peran yang penting dalam kelangsungan hidup. Pedoman praktik klinis internasional merekomendasikan perawatan bedah patah tulang pinggul akut dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah cedera namun beberapa peneliti berpendapat bahwa operasi dini dapat menyebabkan peningkatan resiko komplikasi perioperatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian patah tulang pinggul serta dampak waktu tunggu operasi terhadap komplikasi perioperatif dan risiko kematian pada pasien manula dengan patah tulang pinggul periode November 2017-Desember 2018 di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif menggunakan data rekam medik pasien. Hasil penelitian mendapatkan 32 kasus patah tulang pinggul, dengan angka kejadian terbanyak pada perempuan. Jumlah pasien dengan komplikasi sebanyak 6 kasus dan pasien tanpa komplikasi sebanyak 26 kasus. Tidak ditemukan adanya pasien yang meninggal oleh karena lama waktu tunggu operasi. Simpulan penelitian ini ialah sebagian besar kejadian patah tulang pinggul terjadi pada perempuan, dan terdapat hubungan antara waktu tunggu operasi dengan peningkatan komplikasi perioperatif, namun tidak terdapat hubungan antara waktu tunggu operasi terhadap peningkatan angka mortalitas pasien.Kata kunci: patah tulang pinggul, waktu tunggu operasi
Gambaran Health Belief Model pada Penanganan Fraktur Umboh, Jesica C.; Wagiu, Angelica M. J.; Lengkong, Andreissanto C.
e-CliniC Vol 9, No 1 (2021): e-CliniC
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ecl.9.1.2021.32364

Abstract

Abstract: Alternative medicine or traditional medicine is still widely used as a treatment option, especially in dealing with fractures. A person's belief in curing a disease has a healing effect, albeit, it can also cause various complications in case of mishandling. This condition will affect health behavior related to health belief model. This study was aimed to obtain the health belief model in fracture treatment. This was a descriptive and observational study with a survey design. Data were obtained by using questionnaires. Subjects were all WKI GMIM Kalvari Parigi Tujuh as many as 230 females. The results showed that most subjects were >50 years old, had high school/vocational school education, and work as housewives. The majority of subjects chose to go to a masseuse as the initial action when they encountered fracture cases and admission to the hospital was in the third position, after the choice to consume over-the-counter drugs. Based on the health belief model, there were four aspects of perception, namely perceptions of seriousness, vulnerability, benefits, and barriers. Some of the subjects considered that: 1) fracture was not a serious disease; 2) fracture was not a threatening disease; 3) fracture treatment did not provide many benefits; and 4) there were many barriers in treating fractures. In conclusion, the public perception of fracture cases is good, but there is still room for improvement. Although the community prefers masseurs to get the initial treatment, the hospital remains a destination if the initial action is not successful.Keywords: health belief model, fractures, fracture management, traditional medicine Abstrak: Pengobatan alternatif atau pengobatan tradisional masih banyak dipakai sebagai pilihan pengobatan terutama dalam menangani fraktur. Kepercayaan seseorang dalam kesembuhan sebuah penyakit tidak hanya membawa dampak penyembuhan, tetapi dapat menyebabkan berbagai komplikasi bila terjadi kesalahan penanganan. Kondisi sakit ini akan memengaruhi perilaku kesehatan sehubungan dengan health belief model. Jenis penelitian ialahj deskriptif observasional dengan desain survei. Pengambilan data menggunakan kuesioner. Subjek penelitian ialah seluruh WKI GMIM Kalvari Parigi Tujuh.  Hasil penelitian mendapatkan 230 subjek penelitian, mayoritas berusia >50 tahun, memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Mayoritas subjek penelitian memilih untuk pergi ke tukang pijat sebagai tindakan awal ketika menemui kasus fraktur dan rumah sakit menempati posisi ketiga, di bawah pilihan mengonsumsi obat warung. Berdasarkan health belief model, dilakukan pengukuran pada empat aspek persepi yaitu keseriusan, kerentanan, manfaat, serta hambatan. Didapatkan bahwa sebagian subjek menganggap bahwa: 1) fraktur bukan suatu penyakit yang serius; 2) fraktur bukan suatu penyakit yang mengancam; 3) penanganan fraktur tidak memberikan banyak manfaat; dan 4) banyak hambatan yang dihadapi untuk mengobati fraktur. Simpulan penelitian ini ialah persepsi masyarakat mengenai kasus fraktur sudah termasuk baik, tetapi masih terdapat ruang untuk peningkatan. Masyarakat lebih memilih tukang pijat untuk mendapatkan tindakan awal, namun rumah sakit tetap menjadi tujuan bila tindakan awal tidak berhasil.Kata kunci: health belief model, patah tulang, penanganan fraktur, pengobatan tradisional