Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Kajian Terhadap Perkawinan Santri Pada Pondok Pesantren Di Kalimantan Selatan Muhammad Fahmi Al-Amruzi; Ergina Faralita
Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman Vol. 21 No. 2 (2022)
Publisher : Pascasarjana UIN ANTASARI Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/al-banjari.v21i2.8507

Abstract

 Penelitian ini bertujuan untuk menemukan konsep dan kehidupan rumah tangga santri pondok pesantren yang telah melakukan pernikahan. Penelitian ini berusaha untuk melihat para santri di beberapa Pesantren di Kalimantan Selatan yang mendapatkan izin dari Kiyai (guru). Metode yang digunakan dalam penelitian ini lebih pada kajian lapangan dengan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan lokasi penelitian di Kalimantan Selatan dengan perwakilan setiap pesantren yang diteliti adalah pimpinan, guru, dan santri yang melangsungkan pernikahan pada masa sekolah di pesantren. Hasil temuan penelitian ini adalah bahwa pernikahan yang dilakukan oleh santri bedasarkan asas hukum dan Undang-undang Pernikahan, meskipun ada juga yang sirri. Alasan pernikahan tersebut karena khawatir dengan masa pergaulan bebas sekarang ini dan menjaga santri agar tetap focus dalam mengembangkan keilmuannya.  This study aims to find the concept and household life of Islamic boarding school students who have married. This research attempts to look at the students in several Islamic boarding schools in South Kalimantan who have obtained permission from the kiyai (teacher). The method used in this research is more of a field study with a descriptive-qualitative approach with research locations in South Kalimantan with representatives of each pesantren studied being leaders, teachers, and students who married during their school years at the pesantren. The findings of this study are that marriages carried out by santri are based on legal principles and the Marriage Law, although there are also those who are sirri. The reason for the marriage was because they were worried about the current promiscuity period and keeping the students focused on developing their knowledge. 
Empirical Factors of Takliq Talaq Through Electronic Media in View of Positive Law And Islamic Law Ahdiyatul Hidayah; Rif’an Syafruddin; Ergina Faralita; Faturrahman Fahrozi; Ahmad Rifani
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 23 No 2 (2023)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/sjhp.v23i2.12255

Abstract

The words talaq are usually expressed verbally or directly by the husband to his wife, so that the wife can directly hear the expression of the word divorce from her husband. But along with the era of globalization, communication media in the form of cellphones turned out to be used by some husbands who were disappointed with their wives as a medium to declare divorce. The phenomenon of talaq through electronic media raises legal questions about its validity in terms of Islamic law. Based on the provisions of Article 65 of Law No. 7 of 1989 junto article 115 of the Compilation of Islamic Law (KHI) it is explained that divorce can only be carried out in front of a panel of judges in a court session. Divorce through social media reaps many pros and cons among scholars about its validity. Talaq through mobile electronic media either only in the form of sound or accompanied by its form in the form of pictures (video calls) in sharia talaq is declared as legal talaq, talaq is carried out via SMS, so scholars position this problem the same as the issue of divorce through writing. Meanwhile, according to the law on marriage in Indonesia, it is only declared valid if it is pronounced in a religious court.
Kebaruan Hukum Ketenagakerjaan Setelah Lahir Undang-undang Cipta Kerja Akhmad Nazar Virgiawan; Dian May Syifa; Ergina Faralita
Journal of International Multidisciplinary Research Vol. 1 No. 2 (2023): Desember 2023
Publisher : PT. Banjarese Pacific Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62504/d6nkw771

Abstract

Hukum ketenagakerjaan atau Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 ditetapkan sebagai payung hukum bidang hubungan industrial dan direkayasa untuk menjaga ketertiban, serta sebagai kontrol sosial, utamanya memberikan landasan hak bagi pelaku produksi barang dan jasa, selain sebagai payung hukum hukum ketenagakerjaan diproyeksikan untuk alat dalam membangun kemitraan. Setiap kebijakan pemerintah dalam perlindungan tenaga kerja harus dilihat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warga negara. Pada tulisan ini akan dibahas mengenai konsep umum dari hukum ketenagakerjaan, kemudian juga akan dibahas mengenai kedudukkan hukum ketenaga kerjaan dalam sistem hukum di Indonesia dan Implikasi dari penetapan Undangundang Cipta Kerja terhadap Hukum Ketenagakerjaan hingga bagaimana sistem hukum ketenagakerjaan setelah lahirnya Undang-undang Cipta Kerja. Dengan metode penelitian yuridis normatif, pendekatan deskriptif kualitatif, dengan sifat riset ex post facto, pengumpulan data dilakukan setelah peristiwa yang menjadi topik pembahasan terjadi, kemudian memperhatikan variabel yang diteliti dengan refresentatif. Hasil penulisan menunjukkan bahwa terdapat beberapa hukum ketenagakerjaan dari pembaruan setelah lahirnya undang-undang cipta kerja pada aspek Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya Perjanjian Kerja (Outsourcing), Waktu Kerja, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Tenaga Kerja Asing (TKA), Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kesimpulan dari pembahasan ini adalah klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja (omnibuslaw) merupakan sebuah produk hukum yang lebih meringankan para pengusaha dan mengikat pada pekerja.