AbstrakPemerintah mengeluarkan regulasi Pembelajaran Tatap Muka 100% (PTM 100%) ditengah kemunculan kasus varian baru Covid 19, kontroversi ini membuat masyarakat dan media berdialektika. Penelitian ini berfokus pada bagaimana media menggunakan perangkat media sosial untuk membangun bingkai tentang dialektika regulasi PTM 100%. Disisi lain menjawab pertanyaan bagaimana proses bingkai dilakukan dalam media Instagram. Dengan keungulan dan keterbatasan media sosial, ada dugaan bahwa jurnalistik professional media konvensional harus membangun tata kelola pembingkaian dan seleksi isu yang mungkin berbeda dengan cara kerja media konvensional, ketika menerbitkan konten berita di instagram. Menggunakan metode kualitatif deskriptif, dengan model framing Gamson dan Modigliani (1989), penelitian ini melihat 5 akun berita yang dikelola oleh koorporasi media, yakni Detik, Merdekadotcom, JPNN, Kompas, dan Tempo. Hasilnya ditemukan bahwa beberapa media punya kecenderungan tidak memihak dalam kasus PTM 100%, beberapa media mencoba menjadi “suara rakyat” dan “mengkritisi” pemerintah dalam kasus PTM 100%. Media mencoba menjaga peranannya sebagai agen kontrol sosial di kasus PTM 100%, disisi lain memastikan bahwa identitas dan bisnis media tetap berjalan dengan memanfaatkan Instagram untuk membangun relasi dengan generasi baru pembaca berita. Penelitian ini membantu menjelaskan bagaimana teori klasik pembingkaian berita, dimanfaatkan dalam konten berita yang lebih modern, dan bagaimana proses pembingkaian berubah dari yang sangat tekstual, menjadi sangat visual. AbstractThe government issued a 100% face-to-face learning regulation (100% Onsite Learning) in the midst of the emergence of new variant cases of Covid 19. This controversy made the public and the media have a dialectic. How is 100% Onsite Learning viewed by the media?. This study focuses on how the media use social media tools to build a frame about the dialectic of 100% Onsite Learning regulation. On the other hand, it answers the question of how the frame process is carried in Instagram media. With the advantages and limitations of social media, there is an assumption that conventional media professional journalism must develop governance of framing and selection of issues that may be different from the way conventional media works, when publishing news content on Instagram. Using a qualitative descriptive method, with Gamson and Modigliani's (1989) framing model, this study looked at 5 news accounts managed by media corporations, namely Detik, Merdekadotcom, JPNN, Kompas, and Tempo.The results found that some media had a tendency to be impartial in the 100% Onsite Learning case, some media tried to be the “voice of the people” and “criticize” the government in the 100% Onsite Learning case. The media tries to maintain its role as a social control agent in the 100% Onsite Learning case, on the other hand ensuring that the identity and media business continues to run by utilizing Instagram to build relationships with a new generation of news readers. This research helps us to explain the classical theory news framing are utilized to analyize a modern news content and how framing process changes from textual to visual.