Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia sebelum dan setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No 70/PUU-XVII/2019dan untuk mengetahui mengetahui kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi setelah lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi No 70/PUU-XVII/2019). Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut yaitu menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian yuridis normatif berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No 70/PUU-XVII/2019, Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsidengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, norma-norma hukum atau kaidah-kaidah. Tata caraaglutinasi data dan analisis data yang digunakan dalam penelitian yang lewatriset kepustakaan (library research) dan diolah secara kualitatif sehingga hasilnya akan disajikan secara deskriptif analisis dan dapat dipahami pembaca dengan mudah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pada revisi kedua Undang-Undang KPK menyatakan bahwa kedudukan KPK itu sendiri berada di bawah ranah kekuasaan eksekutif. Namun setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU/XVII/2019 menyebutkan bahwa kedudukan KPK berada di dalam rumpun eksekutif dalam melaksanakan tugas bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. (2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi penyadapan yang telah selesai dilaksanakan harus diberitahukan kepada Dewan Penggawas serta dalam hal penyidikan, penyidik yang melakukan penggeledahan dan penyitaan dapat memberitahukan kepada Dewan Penggawas. Hal ini sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Penggawas sesuai dengan Pasal 37B Undang-Undang No 19 Tahun 2019 yakni memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan.