Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI UPAYA KETAHANAN PANGAN MANDIRI DI MASA PANDEMI COVID-19 Nurul Mahmudah; Muhammad Syakir Al Kautsar
Jurnal Studi Gender dan Anak Vol 3 No 2 (2021): SETARA: Jurnal Studi Gender dan Anak
Publisher : Center of Gender Studies and Child of State Islamic Institute of Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (778.709 KB) | DOI: 10.32332/jsga.v3i2.4127

Abstract

Abstrak: Community service is a means for empowerer to contribute to society. In the face of the pandemic, all sectors are affected, one of which is the agricultural sector. Demanding the community to reduce activities outside the home, especially women. Optimizing home gardens as a source of family food is one of the best options, especially when some areas are predicted to experience a food crisis that has the potential to affect food production. Facing a pandemic condition, the community must be able to provide food and produce it themselves. Sidomulyo Village, Punggur District, Central Lampung Regency. is a lowland area with low land use as agricultural land. It is hoped that the use of yard land as food land can help household communities meet the adequacy of food during the Covid 19 pandemic. People can grow food crops, including: sweet potatoes, cassava, vegetables, taro and other horticultural crops. This encourages them to carry out outreach activities to women about optimizing yard land as source of food in the face of the Covid-19 pandemic.
SOCIALIZATION OF THE GRANTING OF INTEGRATION RIGHTS TO NON-HEIRS OF RELIGIOUS MODERATION PERSPECTIVE Muhammad Syakir Al Kautsar; Nurul Mahmudah
MODERATIO: Jurnal Moderasi Beragama Vol 1 No 02 (2021): Moderasi Beragama
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat of Institut Agama Islam Negeri Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The socialization of granting inheritance rights to non-heirs from a moderate perspective is to take place in religion because there are two important factors, namely social environmental factors and family factors. This socialization is greatly influenced by education and the ability of the community to accept opinions. Thus, the supporting and inhibiting factors of the Community Service team's socialization activities were carried out. If young people are active and invite people to participate in religious activities, one of the activities is understanding Islamic law. Then behavior in activities based on sharia, especially Islamic inheritance can be reduced
MODERASI BERAGAMA DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA M. Luqmanul Hakim Habibie; Muhammad Syakir Al Kautsar; Nor Rochmatul Wachidah; Anggoro Sugeng
MODERATIO: Jurnal Moderasi Beragama Vol 1 No 1 (2021): MODERASI BERAGAMA
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat of Institut Agama Islam Negeri Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang isinya sangat relevan untuk semua zaman dan tempat (mashalih li kulli zamanin wa makanin), salah satu konsepsi al-Quran yang menarik ialah tentang Moderasi beragama. Moderasi beragama ialah suatu teori yang berisikan tentang gagasan berlaku moderat, adil dan tengah-tengah dalam setiap aspek kehidupan didunia ini. Baik berlaku Moderat dalam Aqidah, Ibadah, Muamalah/akhlaq, maupun moderat dalam Tasyri' (Pembentukan Syariat). Sedangkan istilah Moderasi beragama selalu digambarkan dalam al-Quran dalam satu himpunan besar berbagai tipe karakter antara lain karakter Kejujuran, keterbukaan pola pikir, cinta kasih, dan karakter luwes, yang saling terintegrasi satu sama lain, holistic dan universal, semuanya tidak dapat dipisahkan, saling menguatkan dan memberi manfaat. Moderasi Beragama juga dipentingkan dalam pendidikan Islam di Indonesia terutama pada aspek teknik pembelajaran dan isi materi yang meliputi materi Al-Quran hadist, Fiqih Ibadah, Aqidah Akhlaq, Syariah (hukum islam) dan Tarikh islam (sejarah islam). Semua materi pendidikan islam diatas disajikan dengan cara dan teknik yang menjunjung tinggi nilai dan prinsip-prinsip moderasi beragama sehingga menumbuhkan karakter dan pribadi yang memiliki keluwesan, cinta kasih, pluralis, kepedulian dan mampu berlaku adil dan tengah-tengah dalam menghadapi setiap masalah yang datang dan semakin banyak generasi pluralitas yang menjunjung tinggi asas persamaan dan saling menghargai asas perbedaan, semakin muncul generasi yang cinta keberagaman dalam keberagamaan sehingga Indonesia menjadi Negara yang Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur.
Telaah Praktik Mopobuka di Bulan Ramadan di Kecamatan Bone Muhammad Syakir Al Kautsar; Wilkawati Halid Laleno
Sakina: Journal of Family Studies Vol 7 No 2 (2023): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v7i2.3787

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana praktek pelaksanaan Mopobuka Atas Pelamaran Pada Bulan Ramadan Di Kecamatan Bone Kab. Bone Bolango. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Sosioligis Normatif, yaitu pendekatan dilakukan dengan cara pengamatan, wawancara, dan pengolahan dokumen, yakni tanya jawab secara lisan terhadap informan dengan berhadapan secara langsung dengan objek penelitian. Adati Mopobuka merupakan salah satu tradisi atau kebiasan yang sudah turun temurun dilaksanakan oleh masyarakat di Kec. Bone sejak lama. Prosesi pelaksanaan adati mopobuka berawal dari seorang laki-laki yang melangsungkan pelamaran di bulan Ramadan atau melangkahi bulan Ramadan. Dimana pada saat bulan Ramadan laki-laki tersebut meminta atau momutu (memutus) tanggung jawab kepada orang tua atau keluarga perempuan dengan mengantarkan kebutuhan perempuan yang sudah dilamarnya berupa kebutuhan sahur, buka puasa dan kebutuhan pakaian sampai pada kebutuhan lebaran. Pada proses ini bisa dilaksanakan dengan menggunakan utolia (pemangku adat) bisa juga dilaksanakan hanya kedua bela pihak dari laki-laki dan perempuan yang sudah melangsungkan pelamaran. Pada pelaksanaan pengantaran kebutuhan atau mopobuka tidak semata-mata permintaan perempuan tetapi memperhatikan kesanggupan dari pihak laki-laki. Dilihat dari segi objeknya, pelaksanaan adati mopobuka masuk dalam al-urf al-amali, adalah kebiasaan yang berupa perbuatan biasa atau muamalat keperdataan yang sudah dikenal dalam masyarakat. Sementara dilihat dari segi cakupan ruanglingkup Adat mopobuka termasuk dalam al-urf al-khas, adalah urf yang hanya berlaku atau hanya dikenal disuatu tempat saja sedangkan di tempat lain tidak berlaku. Dalam hal ini merupakan tradisi bagi masyarakat di Kecamatan Bone. Semenatara dari segi keabsahannya dari pandangan syara’ pelaksanaan adat mopobuka termasuk kedalam al-urf al-shahih, yakni kebiasaan yang berlaku dimasyarakat yang tidak bertentangan dengan nash (al-Quran dan al-sunnah), tidak menghallalkan yang haram dan tidak menggugurkan kewajiban, tidak menghilangkan kemaslahatan, dan tidak pula membawa mudarat kepada masyarakat. Misalnya memberi hadiah berupa pakaian, perhiasan sekedarnya pada perempuan yang telah di pinang.
AS-SHARIA MAQASHID REVIEW OF MARRIAGE AGE LIMIT IN LAW NUMBER 16 YEAR 2019 Miswanto; Muhammad Syakir Al Kautsar; Fathul Mu'in
Al-Mizan (e-Journal) Vol. 18 No. 1 (2022): Al-Mizan (e-Journal)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30603/am.v18i1.2619

Abstract

This article discusses the age limit for marriage based on the maqasid al-sharia perspective in marriage law. This research is library research with the main data source being Law Number 16 of 2019. The data that has been collected is then analyzed using qualitative descriptive methods. The results of the study indicate that although there is no clear text that regulates the minimum age for marriage, the presence of a revision of Law Number 16 of 2019 concerning Marriage which regulates the minimum age for marriage is not contrary to the spirit of Islamic law, because the regulation is an effort from the government. to encourage the realization of the purpose of marriage, namely creating a serenity family, love, and affection. In addition, the regulation is also under the purpose of applying the law (maqasid as-sharia), namely hifz al-nasf (guarding the soul) and hifz al-nasl (guarding offspring).