Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Identifikasi Kawasan Kumuh Desa Sigar Penjalin Dan Desa Sokong Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara Yunita Aprilina; Sri Maulin Noviyanthi
AVESINA: MEDIA INFORMASI ILMIAH UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR Vol 15 No 2 (2021): Jurnal Avesina
Publisher : Universitas Islam Al-Azhar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan wilayah sangat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduknya. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk ini maka semakin tinggi pula kebutuhan lahan di wilayah tersebut, sehingga tingkat kepadatan di suatu wilayah cenderung lebih tinggi. Kabupaten Lombok Utara merupakan kabupaten yang terletak di provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas wilayah 80.953 ha, terletak diantara laut dan deretan pegunungan. Sebagai kabupaten yang sedang berkembang, kabupaten Lombok Utara akan menghadapi permasalahan yang umum dijumpai oleh wilayah, yaitu munculnya kawasan permukiman- permukiman kumuh. Desa Sigar Penjalin (1&2),dan desa Sokong merupakan desa yang terletak di kecamatan Tanjung. Desa-desa tersebut termasuk dalam kawasan strategis kabupaten dalam pertumbuhan ekonomi. Desa Sigar Penjalin merupakan kawasan strategis dalam bidang pariwisata, karena lokasinya yang berada di jalur Sira-Medana dan desa Sokong yang termasuk dalam kawasan strategis dalam bidang perdagangan dan jasa. Hal tersebut menyebabkan desa-desa tersebut cukup berkembang sehingga dapat menimbulkan permasalahan dalam perkembangan kawasan pemukiman. Kategori penilaian dalam tingkat kekumuhan dalam penelitian ini didasarkan atas 6 kategori yaitu vitabilitas non ekonomi, vitabilitas ekonomi kawasan,status kepemilikan tanah, keadaan prasarana dan sarana, komitmen pemerintah kabupaten/kota, dan kedekatan dengan wilayah strategis. Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan metode SPSS. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh bahwa Desa Sigar penjalin (1&2), dan desa Sokong tergolong dalam kawasang kumuh sedang dengan nilai indikator berturut-turut 46,48 dan 47. Permasalahan yang dihadapi adalah masalah sanitasi yang tidak memadai, drainase tidak berfungsi sebagaimana mestinya, serta permasalahan limbah dan sampah.
Penggunaan metode analitycal hierarchy process (AHP) untuk mengevaluasi kinerja waktu penyelesaian project pembangunan PLTU Jeranjang Sri Maulin Noviyanthi
Jurnal TESLINK : Teknik Sipil dan Lingkungan Vol 4 No 2 (2022): September 2022
Publisher : Universitas Nusa Putra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52005/teslink.v4i2.132

Abstract

PLTU adalah pembangkit listrik yang mengubah energi kinetik uap menjadi energi listrik. Pembangunan PLTU sangat dibutuhkan utuk menunjang optimalisasi daerah pariwisata. Salah satu daerah pariwasata yang sedang berkembang dalam pariwisata di Indonesia yakni Lombok. Namun optimalisasi Lombok sebagai daerah wisata masih terhalang beberapa kendala yakni salah satunya adalah kondisi infrastruktur kelistrikannya yang belum memadai karena masih mengalami defisit. Untuk itu PT. PLN (Persero) membangun PLTU yang terletak di Dusun Jeranjang. Akan tetapi PLTU Jeranjang belum dapat beroperasi dengan optimal dikarenakan masih terdapat beberapa kendala selama pembangunan. Karena itu perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan pembangunan PLTU Jeranjang untuk mengetahui faktor utama penyebab keterlambatan penyelesaian PLTU Jeranjang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analitycal Hierarchy Process (AHP). Metode AHP digunakan untuk mendapatkan faktor utama penyebab keterlambatan pembangunan. Dari hasil AHP, diperoleh hasil yaitu perubahan desain dengan bobot 43,8 % menjadi faktor utama dalam penyelesaian proyek. Faktor – faktor lainnya yang berpengaruh yaitu biaya dengan bobot 26,3 %, tenaga kerja dengan bobot 15,7% serta alat dan bahan dengan bobot 14,1 %. Perubahan desain menyebabkan pembengkakan biaya pembangunan, sehingga kontraktor perlu melakukan penambahan tenaga kerja untuk menyesuaikan kebutuhan pembangunan, dan berdampak kepada penambahan kebutuhan alat dan bahan. Untuk itu hal – hal yang dapat dilakukan untuk mencegah keterlambatan adalah stakeholder tidak melakukan perubahan desain dalam kapasitas besar saat proyek berlangsung, melakukan penambahan tenaga kerja dan penambahan jam kerja.