Puguh Surjowardojo
Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Good dairy farming practices (GDFP) implementation on smallholder dairy farmers in East Java, Indonesia Tri Eko Susilorini; Puguh Surjowardojo; Rini Dwi Wahyuni; Suyadi Suyadi
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan (Indonesian Journal of Animal Science) Vol 32, No 1 (2022): April 2022
Publisher : Faculty of Animal Science, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jiip.2022.032.01.12

Abstract

GDFP is a standard guideline for producing good milk quality and efficient production system. GDFP implementation has been less attention among the dairy smallholder farmers. The smallholder farmers are classified into three categories depending on animal ownership; strata 1 (1-3 AU), strata 2 (4-6 AU), and strata 3 (>7 AU). This research determines the score of GDFP implementation on smallholder farmers in East Java. The total respondents were 56, with 325 dairy cattle. A questionnaire and field observations were used to collect data using the survey method. The farmers were interviewed using a prepared questionnaire with general information about their farms and questions about GDFP implementation. The result showed that the score of GDFP implementation in all strata of smallholder farmers in East Java Indonesia in 6 aspects as follows: animal health was  “good enough” (score  2.68-2.70), milking hygiene was “good” (score 3.19-3.42), nutrition was “good enough” (score 2.86-2.97) in strata I and III and “good” for strata II (score 3.03), animal welfare was “good enough” (2.56-2.60), the environment was "good enough" (2.34-2.50) and socio-economic management is “not good” (score GDFP = 1.60-1.92).
Genetic Polymorphism at Acaca Locus and Its Relationship With Productive Performances in Ettawa Crossbred Goat Sucik Maylinda; Tri Eko Susilorini; Puguh Surjowardojo
Research Journal of Life Science Vol 2, No 1 (2015)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (545.852 KB) | DOI: 10.21776/ub.rjls.2015.002.01.3

Abstract

Research with aim to estimate genetic polymorphism at ACACA (Acetyl-coenzyme A carboxylase ) locus in Ettawa Crossbred goat wan its relationship with production traits was done at goat population in Batu, Lawang and Ampel Gading. 46 female goats were taken it’s blood sample to isolate the DNA and continue with PCR (Polymerase Chain Reaction) and RFLP (Restricted Fragment Length Polymorphism). PCR was used to amplify ACACA gene fragment in intron 3’ about 200 bp with primer F : 5’ – AGT GTA GAA GGG ACA GCC CAG C – 3’ and R : 5’ – GTG GAA TGA CAC ATG GAG AGG G – 3’; RFLP was used to test mutation of that fragment in particular place (point) using restriction enzyme RSA1. Variables were alelles and genotypes composition in population, milk and fat content, and birth weight of kid. Result showed that (a) genetic polymorphism at locus ACACA in three location was high that is 44,22 %, with allele frequency of G (p) = 33 % and allele T (q) = 67 %; (b) no relationship between the high polymorphism with productive performance of goat in fat and protein content, and birth weight of kid. It was concluded that in goat population there was a high polymorphism at ACACA gene, and that polymorphism was not related to production.
Analisis Profil Protein Darah Induk Kambing Peranakan Etawah Bunting Tua Dengan Perlakuan Steaming Up Rachmad Dharmawan; Puguh Surjowardojo; Tri Eko Susilorini
TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production Vol 20, No 1 (2019): TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal Production
Publisher : Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jtapro.2019.020.01.6

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek steaming up selama kebuntingan tua terhadap profil protein darah induk kambing Peranakan Etawah. 12 ekor induk kambing dipilih berdasarkan periode laktasi kedua dan ketiga. Perlakuan pertama sebagai kontrol (P0), perlakuan kedua dan ketiga adalah steaming up menggunakan Gliricidia sepium 0,4% BK (P1) dan 0,8% BK (P2). Seluruh perlakuan diberikan pakan basal konsentrat 0,9% BK dan Pennisetum purpureum secara ad-libitum. Data dianalisis menggunakan Anova dengan Rancangan Acak Kelompok. Data profil protein darah induk kambing PE bunting tua dianalisis secara deskriptif eksploratif. Perlakuan Steaming up memberikan perbedaan yang nyata pada konsumsi BK, BO, dan PK (P<0,05). Praperlakuan steaming up menghasilkan 18 pita protein dengan berat molekul 15-158 kDa. Pasca perlakuan P0 menghasilkan 18 pita protein dengan berat molekul 15-158 kDa, P1 menghasilkan 19 pita protein dengan berat molekul 15-158 kDa. P2 menghasilkan 22 pita protein dengan berat molekul 15-158 kDa. Kesimpulan dari penelitian yaitu steaming up Gliricidia sepium sebesar 0,8% menghasilkan 22 pita protein dengan berat molekul yang berbeda. Banyaknya pita yang muncul dikaitkan dengan keberhasilan perlakuan steaming up pada kebuntingan tua.
Production of Feed Crops for Local Dairy Goats Using an Integrated Farming System Tri Eko Susilorini; Kuswati Kuswati; Rini Dwi Wahyuni; Puguh Surjowardojo; Suyadi Suyadi
AGRIVITA, Journal of Agricultural Science Vol 44, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Agriculture University of Brawijaya in collaboration with PERAGI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17503/agrivita.v44i2.3803

Abstract

This investigation aimed to identify the production and composition of crops as feed, classify the types of integrated farming in different locations, and compare dairy goats based on their morphometric characteristics. The data used were collected from July to November, 2021 in the Malang, Lumajang, and Bangkalan regencies of Indonesia, via a survey and direct observations. Descriptive, multivariate, and variance analyses were adopted using RStudio to analyze the collected data. In Malang and Lumajang, farmers adopted agroforestry, alley cropping, and cover crops as the main types of integrated farming. The integrated farming adopted by the farmers in Malang, Bangkalan, and Lumajang helped to explain the differences in forage crops. Calliandra calothyrsus, Indigofera zollingeriana, and Thitonia diversifolia are non-grasses having high levels of average production. In Lumajang, farmers provided only a few combinations with Calliandra which was the most intensively grown crop. In Malang, six crops were combined for the dairy goat feed. Pennisetum purpureum was the crop most intensely grown to feed the PE (Etawa crossbred). In Bangkalan, Pote-Arosbaya goats were fed a combination of eight crops. Moringa oleifera, Bambusa sp., Artocarpus heterophyllus, and natural grasses were the most popular feed crops. In Malang and Lumajang, the PE Singosari and Senduro goats had a high degree of similarity based on their morphometric characteristics, respectively.
Hubungan Jarak Puting ke Lantai dengan Tingkat Mastitis dan Kualitas Susu Berdasarkan Uji Reduktase Susu Sapi Perah PFH Rizka Ulfaturrohmah; Puguh Surjowardojo
JAS Vol 7 No 3 (2022): Journal of Animal Science (JAS) - Juli 2022
Publisher : Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Timor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.712 KB) | DOI: 10.32938/ja.v7i3.2948

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara jarak puting ke lantai dengan tingkat mastitis menggunakan Callifornia Mastitis Test (CMT) dan kualitas susu berdasarkan uji reduktase. Penelitian ini menggunakan 144 puting susu dari 36 sapi perah PFH pada laktasi ke 3-5 dari 13 peternak lokal di KPSP Setia Kawan, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus – 24 September 2021. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan observasi langsung. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Data dianalisis menggunakan regresi dan korelasi sederhana pada software Microsoft Excel 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase puting yang tidak terinfeksi mastitis sebesar 70,8%. Sedangkan persentase kejadian mastitis puting susu pada level 1-4 adalah 16%, 10,4%, 2,1 % dan 0,7%. Hasil uji reduktase menunjukkan bahwa rata-rata kualitas susu yang dihasilkan cukup baik dan termasuk dalam kategori grade 1 dengan perkiraan jumlah bakteri 500.000 sel/ml. Hubungan antara tinggi puting dari lantai dengan tingkat mastitis pada 1-4 tidak cukup kuat. Terdapat korelasi yang rendah antara jarak puting ke lantai dengan tingkat mastitis dengan persamaan Y = 53,71 – 2,68 X dan koefisien korelasinya rendah (r = -0,36). Terdapat hubungan yang rendah antara jarak puting ke lantai dengan kualitas susu dengan persamaan Y = 45,62 + 1,12 X dan koefisien korelasi yang rendah (r = 0,29). Kesimpulannya adalah jarak puting ke lantai dengan tingkat mastitis dan kualitas susu sapi PFH memiliki hubungan yang rendah. Semakin jauh jarak puting ke lantai, semakin rendah risiko mastitis dan semakin baik kualitas susu.
Perbedaan Produksi Susu Puting Depan dan Belakang Sapi PFH yang Mengalami Mastitis Subklinis di KPSP Setia Kawan Pasuruan Aisyah Khofifah Rachman; Puguh Surjowardojo
JAS Vol 7 No 3 (2022): Journal of Animal Science (JAS) - Juli 2022
Publisher : Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Timor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (604.43 KB) | DOI: 10.32938/ja.v7i3.2953

Abstract

Penghambat dalam peningkatan produksi susu salah satunya dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan yang kurang baik terutama pada manajemen kesehatan. Salah satu penyebab rendahnya produksi dan kualitas susu sapi perah dari aspek kesehatan adalah adanya penyakit mastitis. Mastitis merupakan peradangan jaringan internal pada kelenjar ambing akibat infiltrasi mikroba dalam puting atau adanya luka yang dapat menimbulkan infeksi akut, sub akut dan kronis. Mastitis subklinis hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan mikrobiologi dan penghitungan jumlah sel somatik terhadap contoh susu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rataan produksi susu puting depan 7,23 ± 4,59 kg/ekor/hari, produksi susu putting belakang 11,05 ± 8,42 kg/ekor/hari. Hal ini dapat dijelaskan bahwa produksi susu putting depan dan belakang pada 36 sapi PFH tersebut memiliki perbedaan yang sangat nyata terhadap kuantitas produksi susu. Rataan skor mastitis puting depan 0,33 ± 0,68, skor mastitis puting belakang 0,94 ± 1,04. Hal ini dapat dijelaskan bahwa skor mastitis puting depan dan belakang pada 36 ekor sapi perah PFH tersebut memiliki perbedaat sangat nyata terhadap kemungkinan terjadinya mastitis.