Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENDAMPINGAN PEMANFAATAN LIMBAH PLASTIK ANORGANIK MENJADI PRAKARYA YANG MEMILIKI NILAI JUAL Effendi, Winda Roselina
MINDA BAHARU Vol 1, No 1 (2017): Minda Baharu
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.655 KB) | DOI: 10.33373/jmb.v1i1.1182

Abstract

Perlindungan dan pengawetan alam harus dilakukan oleh semua individu hal ini dilakukan sebagai upaya mempertahankan kelestarian alam. Pada dasarnya alam yang bersifat memberi kehidupan akan terus memberi manfaat, namun, seiring berkembangnya jaman banyak sekali hal-hal yang mencemari alam. Banyaknya limbah plastik anorganik menjadi salah satu penyebab rusaknya alam. Upaya yang banyak dilakukan adalah dengan melakukan daur ulang sampah anorganik ini. Seperti yang dilakukan pada pengabdian masyarakat pada RW 10 di kelurahan Bukit Tempayan. Batu Aji. Batam. Pendampingan Pemanfaatan Limbah Plastik Anorganik Menjadi Prakarya Yang Memiliki Nilai Jual, ini dilakukan dalam upaya menambah pendapatan ibu-ibu rumah tangga dan meminimalisir limbah plastik anorganik sehingga dapat mengurangi kerusakan lingkungan. Disamping itu dengan memanfaatkan limbah plastik anorganik juga menjadi salah satu upaya kreatifitas. Pada pendampingan ini limbah plastik didaur ulang menjadi tas, tempat pensil, dompet dan bunga.
HAK ASASI MANUSIA : STUDI HAK-HAK BURUH DI INDONESIA HUMAN RIGHT: A STUDY ABOUT LABOR RIGHT IN INDONESIA Effendi, Winda Roselina
JURNAL DIMENSI Vol 6, No 1 (2017): JURNAL DIMENSI (MARET 2017)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (719.97 KB) | DOI: 10.33373/dms.v6i1.528

Abstract

Masalah hak-hak dan kesejahteraan buruh di perusahaan-perusahaan Di Indonesia kian marak dibicarakan terkait masalah pelanggaran HAM yaitu, pemberian hak yang seharusnya sesuai dengan hak buruh yang telah diatur dalam UU maupun ILO . Sulitnya bagi buruh untuk memperjuangkan sendiri kesejahteraannya, mengakibatkan terjadinya ketidakpuasan yang pada akhirnya akan menimbulkan gejolak sosial dan ketidakstabilan perekonomian. Jika tidak ada perwujudan nyata dari pihakpihak yang berwenang mengenai permasalahan ini, dapat mengakibatkan terjadinya stagnasi bahkan kemunduran untuk jangka panjang tidak hanya dari sisi karyawan, juga terhadap perusahaan dan negara secara keseluruhan. Buruh membutuhkan perhatian atas nasib mereka sebagai sumber daya dan aset perusahaan.Kata Kunci:  Hak Asazi Manusia, Buruh, Teori KeadilanThe problem of the rights and prosperity of labor in companies in Indonesia being discussed related to human rights violations, namely, workers rights entitlements refers to government regulation and ILO. The labors’ difficulties in reaching their own prosperities resulted the dissatisfaction which leaded to social and economic instability. If there is no real appropriate manifestation from authorities of about it, , it can lead to stagnation and even retrogression for long time, not only in employees side, as well as to the companies and the country. Labors need attention for their fate as the company resources and assets. Key Words: Human Right, Labor, Justice Theory
KONSEP WELLFARE STATE DI INDONEISA Effendi, Winda Roselina
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 1 (2017): JURNAL TRIAS POLITIKA Edisi April
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (245.096 KB)

Abstract

Walfare State concept born in the era of the 20th century as a correction of the development of the concept of the country as night watchman, the phenomenon of economic capitalism that gradually leads to lameness in the distribution of sources of prosperity. In the Walfare State concept, the state is required to extend its responsibility to the socio-economic problems facing the people. The functions of the state also include activities that were previously beyond the scope of state functions, such as extending the provision of social services to individuals and families in specific matters, such as social security. The role of the state can not be separated with Welfare State because the state that plays a role in managing the economy which includes the responsibility of the state to ensure the availability of basic welfare services in certain levels. Welfare State does not reject the existence of a capitalist market economy system but believes that there are elements in the public order that are more important than market objectives and can only be achieved by controlling and limiting the operation of such market mechanisms.Keywords: walfare state, country, economic systemKonsep Walfare State yang lahir di era abad ke-20 sebagai koreksi berkembangnya konsep negara sebagai penjaga malam, gejala kapitalisme perekonomian yang secara perlahan-lahan menyebabkan terjadinya kepincangan dalam pembagian sumber-sumber kemakmuran bersarma. Dalam konsep Walfare State, negara dituntut untuk memperluas tanggung jawabnya kepada masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi rakyat. Fungsi negara juga meliputi kegiatan-kegiatan yang sebelumnya berada diluar jangkauan fungsi negara, seperti memperluas ketentuan pelayanan sosial kepada individu dan keluarga dalam hal-hal khusus, seperti social security, kesehatan.  Peran negara tidak bisa dipisahkan dengan Welfare State karena negara yang berperan dalam mengelola perekonomian yang yang di dalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu. Welfare State tidak menolak keberadaan sistem ekonomi pasar kapitalis tetapi meyakini bahwa ada elemen-elemen dalam tatanan masyarakat yang lebih penting dari tujuan-tujuan pasar dan hanya dapat dicapai dengan mengendalikan dan membatasi bekerjanya mekanisme pasar tersebut. Kata Kunci: walfare state, negara,sistem ekonomi 
DINASTI POLITIK DALAM PEMERINTAHAN LOKAL STUDI KASUS DINASTI KOTA BANTEN Effendi, Winda Roselina
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (698.274 KB)

Abstract

  Abstract Political dynasties can be understood as a political strategy to maintain power by passing down the power that has been held by others who are still among relatives. First, the stagnation of the cadre of political parties in capturing qualified regional head candidates, thus creating political pragmatism by encouraging relatives the regional head's family to become a public official. Second, the context of the community that maintains the status quo conditions in the region that want the regional head to rule by encouraging the family or people close to the regional head to replace detention. Political dynasty is a negative excess of regional autonomy that makes hijacked democracy by the circulation of genealogical core relations, based on kinship relations and outside of genealogical lines that have an interest in perpetuating family power. In practice, the actualization of political dynasties is carried out with several perspectives, namely neopatrimonialism, political clan, and political predators.  The development of political dynasty at the local level can also be interpreted as a form of local 'Cendanaisasi'. The term cendanaisasi refers to the Cendana Family during the 32 years of President Soeharto's leadership which was very powerful in Indonesia's political economy. All key government posts are controlled by children, sons-in-law, nephews, and other relatives, so that this power becomes lasting for three decades of government. This pattern is actually being developed and exemplified by local elite families that the local democratic process can be traced by placing relatives in regional strategic positions. Keywords: Local Politics, Dynasty, Regional Government  Abstrak Dinasti politik dapat dipahami sebagai strategi politik untuk tetap menjaga kekuasaan dengan cara mewariskan kekuasaan yang telah digenggam kepada orang lain yang masih merupakan kalangan sanak keluarga, Pertama, macetnya kaderisasi partai politik dalam menjaring calon kepala daerah yang berkualitas, sehingga menciptakan pragmatisme politik dengan mendorong kalangan sanak keluarga kepala daerah untuk menjadi pejabat publik. Kedua, konteks masyarakat yang menjaga adanya kondisi status quo di daerahnya yang menginginkan kepala daerah untuk berkuasa dengan cara mendorong kalangan keluarga atau orang dekat kepala daerah menggantikan petahanan. Dinasti Politik merupakan ekses negatif dari otonomi daerah yang menjadikan demokrasi terbajak (hijacked democracy) oleh sirkulasi hubungan inti genealogis, berdasarkan relasi kekeluargaan maupun di luar garis genealogis yang memiliki kepentingan terhadap pelanggengan kekuasaan family. Dalam prakteknya sendiri aktualisasi dinasti politik dilakukan dengan beberapa sudut pandang yaitu neopatrimonialisme, klan politik, dan predator politik. Berkembangnya dinasti politik di tingkat lokal juga bisa ditafsirkan sebagai bentuk ‘Cendanaisasi’ lokal. Istilah cendanaisasi merujuk pada Keluarga Cendana semasa 32 tahun kepemimpinan Presiden Soeharto yang sangat berkuasa dalam ekonomi-politik Indonesia. Semua pos-pos kunci pemerintahan dikuasai anak, menantu, kemenakan, maupun kerabat lainnya, sehingga kekuasaan tersebut menjadi langgeng selama tiga dekade pemerintahan. Pola itulah yang sebenarnya sedang berkembang dan dicontoh oleh para keluarga elit lokal bahwa proses demokrasi lokal bisa ditelikung dengan menempatkan kerabat dalam posisi strategis daerah. Kata Kunci: Politik local, Dinasti, Pemerintahan daerah
Konsepsi Kewarganegaraan dalam Perspektif Tradisi Liberal dan Republikan Effendi, Winda Roselina
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 2, No 1 (2018): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.026 KB)

Abstract

                                                                  Abstract Citizenship is divided into two great traditions and some see it divided into three traditions. Those who see the existence of two traditions make groupings, namely the liberal tradition and republican tradition. While those who make three grouping approaches, divide it into liberal, republican and communitarian. Meanwhile there are authors who use the term civil republican and some use the term republican participatory. Citizenship studies seem to focus more on the rights and obligations of citizens who are closely related to the position and status of individuals as members of a political community called the state. in addition, the status of citizens is more marked by the legal position that affects the priverege issue as a member (citizen) of a State. Keywords : citizenship, nationality, liberal republican traditional  AbstrakKewarganegaraan terbagi ke dalam dua tradisi besar dan ada juga yang melihatnya terbagi dalam tiga tradisi. Mereka yang melihat adanya dua tradisi membuat pengelompokan, yaitu tradisi liberal dan tradisi republikan. Sementara mereka yang membuat tiga pengelompokan pendekatan, membaginya ke dalam liberal, republican dan komunitarian. Sementara itu ada penulis yang menggunakan istilah republican sipil dan ada yang menggunakan istilah republican partisipatoris. Kajian kewarganegaraan (citizenship studies) tampak lebih menitikberatkan perhatiannya kepada persoaran hak dan kewajiban warganegara yang bertalian erat dengan posisi dan status individu sebagai anggota komunitas politik bernama negara. selain itu, status warga negara lebih banyak diwarnai oleh kedudukan hukum yang berdampak kepada persoaran priverege sebagai anggota (warganegara) sebuah Negara. Kata Kunci : kewarganegaraan, warganegara, tradisi liberal republican
Nasionalisme dan Kewarganegaraan Effendi, Winda Roselina
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.546 KB)

Abstract

 Abstract According to Mouffe identity is not fixed, based on the concept of democracy that is not a fixed price. This statement refers to Mouffe's statement that there is no absolute and final identity. Mouffe also mentions that discursive discontinuity proceeds unceasingly when speaking of a man or woman of identity only temporarily as long as no new identity has been established by the continuity. thus identity as woman and man is not absolute.It can be said that identity is a distinguishing marker of one group from another group. Isin and Wood in Nuri Suseno asserted that while citizenship proponents generally argue that citizenship is a universal concept, the fact that citizenship is always a group concept. This concept has never been extended to all members of society in a political community. until now there are still many people, in even the most democratic countries, who are not recognized or do not accept citizenship even though they are born in the State.With regard to multinational nations such as Indonesia's wealth, Mouffe seems to be the solution to the heterogeneity and plurality of this nation, not only the majority but inhabited by the vast majority of minority groups. Related to the condition of Inodnesia collected by many minority groups, I agree with Mouffe's citizenship opinion that minority citizens are not something to be negated and hegemonized, but are entities of the national group from the part of the national political development process. Keywords: citizenship, citizenship, identity  Abstrak Menurut Mouffe identitas tidaklah tetap ini, dilandasi oleh konsep demokrasi yang bukan harga mati. Pernyataan ini mengacu pada pernyataan Mouffe bahwa tidak adanya identitas yang absolut dan final. Mouffe juga menyebutkan bahwa adanya diskursivitas yang berproses tanpa henti, ketika bicara laki-laki atau perempuan identitas tersebut hanya berlaku sementara selama belum ada identitas baru yang dibentuk oleh kesinambungan tadi. dengan demikian identitas sebagai perempuan dan laki-laki tersebut tidaklah mutlak.Dapat dikatakan identitas merupakan penanda pembeda satu kelompok dari kelompok lain. Isin dan Wood dalam Nuri Suseno menegaskan bahwa meskipun umumnya proponen kewarganegaraan mengatakan bahwa kewarganegaraan merupakan sebuah konsep yang universal, faktanya kewarganegaraan selalu merupakan konsep kelompok. Konsep ini tidak pernah diperluas ke seluruh anggota masyarakat dalam sebuah komunitas politik. sampai sekarang masih banyak orang-orang, dalam negara yang paling demokratis sekalipun, yang tidak diakui atau tidak menerima status kewarganegaraan meskipun dilahirkan di Negara.Berkaitan dengan negara multinasional seperti yang menjadi kekayaan Indonesia, Mouffe sepertinya dapat dijadikan solusi atas heterogenitas dan pluralitas bangsa ini, tidak saja kelompok mayoritas tetapi dihuni oleh banyaknya ragam kelompok minoritas. Brkaitan dengan kondisi Inodnesia yang dihimpun oleh banyaknya kelompok minoritas, Saya setuju dengan pendapat kewarganegaraan Mouffe bahwa warganegara yang minoritas bukan sesuatu yang harus dinegasikan dan dihegemoni, tetapi merupakan entitas kelompok bangsa dari bagian proses pembangunan politik nasional.  Kata Kunci : warganegara, kewarganegaraan, identitas 
DAMPAK KONFLIK KEWENANGAN ANTARA BADAN PENGUSAHAAN KOTA BATAM DAN PEMERINTAH KOTA BATAM TERHADAP PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KOTA BATAM Effendi, Winda Roselina; Sutarto, Dendi
JURNAL DIMENSI Vol 8, No 1 (2019): JURNAL DIMENSI (MARET 2019)
Publisher : Universitas Riau Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (370.151 KB) | DOI: 10.33373/dms.v8i1.1847

Abstract

Penelitian ini berfokus pada konflik kewenangan yang terjadi antara Badan Pengusahaan Kota Batam dengan Pemerintahan Kota Batam yang berdampak pada penerapan good governance dalam pelayanan public di Kota Batam. Konflik kewenangan di Kota Batam ini bukanlah persoalan baru, namun seperti belum menemukan solusi dari persoalan tersebut. Tumpang tindihnya kewenangan di kedua lembaga tersebut, terlihat nyata pada pelaksanaan pelayanan public di Kota Batam yang berbelit-belit. Dengan adanya permasalahan ini, penelitian ini dilakukan sebagai upaya dalam menemukan solusi dari konflik kewenangan tersebut serta dapat memperbaiki pelayanan public yang menerapkan prinsip good governance tentunya. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif case study. Hal ini bertujuan untuk melihat permasalahan lebih mendalam. Triagulasi data serta penarikan kesimpulan penelitian dielaborasi dengan menggunakan teori konflik kewenangan dan tentunya prinsip good governance dalam pelayanan public. Sehingga, dapat memberikan rekomendasi bagi Badan Pengusahaan Kota Batam dan Pemerintahan Kota Batam dalam memberikan pelayanan public yang sesuai dengan prinsip good governance.
Nasionalisme dan Kewarganegaraan Effendi, Winda Roselina
JURNAL TRIAS POLITIKA Vol 1, No 2 (2017): Jurnal Trias Politika
Publisher : Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Universitas Riau Kep

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.546 KB) | DOI: 10.33373/jtp.v1i2.1065

Abstract

 Abstract According to Mouffe identity is not fixed, based on the concept of democracy that is not a fixed price. This statement refers to Mouffe's statement that there is no absolute and final identity. Mouffe also mentions that discursive discontinuity proceeds unceasingly when speaking of a man or woman of identity only temporarily as long as no new identity has been established by the continuity. thus identity as woman and man is not absolute.It can be said that identity is a distinguishing marker of one group from another group. Isin and Wood in Nuri Suseno asserted that while citizenship proponents generally argue that citizenship is a universal concept, the fact that citizenship is always a group concept. This concept has never been extended to all members of society in a political community. until now there are still many people, in even the most democratic countries, who are not recognized or do not accept citizenship even though they are born in the State.With regard to multinational nations such as Indonesia's wealth, Mouffe seems to be the solution to the heterogeneity and plurality of this nation, not only the majority but inhabited by the vast majority of minority groups. Related to the condition of Inodnesia collected by many minority groups, I agree with Mouffe's citizenship opinion that minority citizens are not something to be negated and hegemonized, but are entities of the national group from the part of the national political development process. Keywords: citizenship, citizenship, identity  Abstrak Menurut Mouffe identitas tidaklah tetap ini, dilandasi oleh konsep demokrasi yang bukan harga mati. Pernyataan ini mengacu pada pernyataan Mouffe bahwa tidak adanya identitas yang absolut dan final. Mouffe juga menyebutkan bahwa adanya diskursivitas yang berproses tanpa henti, ketika bicara laki-laki atau perempuan identitas tersebut hanya berlaku sementara selama belum ada identitas baru yang dibentuk oleh kesinambungan tadi. dengan demikian identitas sebagai perempuan dan laki-laki tersebut tidaklah mutlak.Dapat dikatakan identitas merupakan penanda pembeda satu kelompok dari kelompok lain. Isin dan Wood dalam Nuri Suseno menegaskan bahwa meskipun umumnya proponen kewarganegaraan mengatakan bahwa kewarganegaraan merupakan sebuah konsep yang universal, faktanya kewarganegaraan selalu merupakan konsep kelompok. Konsep ini tidak pernah diperluas ke seluruh anggota masyarakat dalam sebuah komunitas politik. sampai sekarang masih banyak orang-orang, dalam negara yang paling demokratis sekalipun, yang tidak diakui atau tidak menerima status kewarganegaraan meskipun dilahirkan di Negara.Berkaitan dengan negara multinasional seperti yang menjadi kekayaan Indonesia, Mouffe sepertinya dapat dijadikan solusi atas heterogenitas dan pluralitas bangsa ini, tidak saja kelompok mayoritas tetapi dihuni oleh banyaknya ragam kelompok minoritas. Brkaitan dengan kondisi Inodnesia yang dihimpun oleh banyaknya kelompok minoritas, Saya setuju dengan pendapat kewarganegaraan Mouffe bahwa warganegara yang minoritas bukan sesuatu yang harus dinegasikan dan dihegemoni, tetapi merupakan entitas kelompok bangsa dari bagian proses pembangunan politik nasional.  Kata Kunci : warganegara, kewarganegaraan, identitasÂ