Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

ANALISIS IMPLEMENTASI AKAD MUSYARAKAH PADA BPR SYARIAH DI PROVINSI ACEH Sugito, Sugito; A. Wahid, Nazaruddin; Zulhilmi, Muhammad
Journal of Sharia Economics Vol 1 No 1 (2020): Islamic Finance
Publisher : Program Studi Magister Ekonomi Syariah UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jose.v1i1.632

Abstract

Perkembangan kinerja BPR Syariah yang ada di provinsi Aceh semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun yang disayangkan, implementasi akad musyarakah sebagai salah satu produk pembiayaan masih kecil diterapkan. Penelitian ini bertujuan mengetahui implementasi akad musyarakah pada BPR Syariah di Provinsi Aceh, dan untuk mengetahui penyebab masih kecilnya realisasi penyaluran akad pembiayaan musyarakah serta untuk mengkaji analisis SWOT terhadap akad musyarakah tersebut. Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi akad musyarakah pada BPRS di provinsi Aceh yaitu dengan melakukan pengajuan pembiayaan kepada BPRS, dan mengikuti seluruh tahapan mekanisme yang diarahkan oleh BPRS. Sedangkan penyebab kecilnya penerapan akad musyarakah di BPRS Provinsi Aceh disebabkan karena akad musyarakah resiko lebih tinggi ketimbang dengan pembiayaan lainnya, nasabah belum siap dengan akad musyarakah dan sistem bagi hasilnya. Analisis SWOT terhadap akad musyarakah pada BPRS Provinsi Aceh adalah: kekuatannya lokasi kantor BPRS berada di daerah yang strategis, kemudian bank syariah lain masih sedikit yang melakukan akad musyarakah, dan BPRS beroperasi atas dasar prinsip syariah yang sedang diminati oleh banyak kalangan. Kelemahan: kurangnya sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat, produk yang kurang dikenal, kurangnya pemasaran dan promosi, serta sumber daya insani yang kurang memadai. Peluang: pesaing masih sedikit dan banyaknya pusat perdagangan di sekitar lokasi BPRS. Tantangan: masyarakat yang belum tau tentang sistem bagi hasil dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap produk musyarakah.
The Foundations of Islamic Finance: Appraising the Approaches and Challenges Hafas Furqani; Nazaruddin A. Wahid
Global Review of Islamic Economics and Business Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Faculty of Islamic Economics and Business, State Islamic University Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (457.781 KB) | DOI: 10.14421/grieb.2013.011-02

Abstract

The emergence of Islamic finance as a system of thought and practice is timely in the midst of world crisis and the uncertain proposals for solving it. It is hoped that Islamic finance could offer a coherent perspective for understanding real economic problems as well as a genuine alternative to the very foundations of how finance should be managed to actualize human prosperity. It is widely expected that Islamic finance will continuously evolve into a more sophisticated form and structure in the next decade. Some, however, question whether the development is moving on the right track to realize the hopes pinned on it at the time of its initial establishment. This embarks from the differences in understanding the raison d?etre of Islamic finance emergence and hence approach taken in developing the industry. In this paper we argue that Islamic finance should be directed to provide for meaningful development in thetwenty-first century, Islamic finance must realize its full potential as a system, not merely a stopgap means of surviving the crisis. It must go beyond that to provide the guidelines for managing a good economy, stimulating growth and development, realizing socio-economic justice and promoting employment and stability. It cannot limit itself to merely offering economic and financial practices that satisfy the minimum standard of legal requirements.
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DAN KEMISKINAN TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI ACEH Riska Garnella; Nazaruddin A. Wahid; Yulindawati Y
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi dan Bisnis Islam Vol 1 No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (914.2 KB) | DOI: 10.22373/jimebis.v1i1.104

Abstract

Masalah tingkat pengangguran terbuka merupakan masalah yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain kemiskinan, pendidikan, pertumbuhan ekonomi, Upah, dan indeks pembangunan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan manusia dan kemiskinan terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Aceh tahun 2011- 2018. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dengan cross section 10 kabupaten/kota di Provinsi Aceh dan time series selama 8 tahun. Analisis data yang digunakan yaitu analisis data panel dengan fixed effect model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan manusia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Aceh. Dan kemiskinan berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Aceh.
PENGARUH STABILITAS UANG KERTAS TERHADAP INFLASI DITINJAU MENURUT FIQH MUAMALAH Rohaya Rohaya; Nazaruddin A Wahid
Share: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Faculty of Islamic Economics and Business, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (833.876 KB) | DOI: 10.22373/share.v3i1.1055

Abstract

Nowadays, paper money is no longer backed by gold and silver and thus has become a fiat money, whereas standard money in Islamic economics is gold and silver. Consequently, this influences its purchasing power which then causes the increasing of a price of goods. This paper aims to examine the stability of paper money and its influence on inflation from an Islamic economics perspective. Data for this study was collected through library research. The data is then analyzed using descriptive analysis method which is a conceptual study that provides an overview of the influence of paper money toward inflation extensively. The research concludes that paper money does not have a stable value. When an excess amount of money is circulating within the community, the prices of goods is also increasing. The increasing quantity of money causes the increasing of people’s purchasing power while at the same time a number of goods are stable. This condition triggers instability in the economy that creates inflation. In Islamic economy, money is not limited only to the dinar and dirham, but also covering the whole of its kind as long as it can reflect its functions. From its nominal, paper money is included as a valuable asset, but not from its intrinsic value. Moreover, Islam allows the use of paper money as long as the money is able to reflect its function in the economy and able to act as a fair medium of exchange to create equilibrium in every aspect of life. =========================================== Penggunaan uang kertas saat ini tidak lagi dibacking oleh emas dan perak, padahal standard uang dalam ekonomi Islam adalah emas dan perak, hal ini menyebabkan tidak stabilnya nilai mata uang kertas sehingga berpengaruh terhadap daya beli uang tersebut yang akhirnya juga berpengaruh terhadap kenaikan harga barang. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh stabilitas uang kertas terhadap inflasi dari perspektif fiqh muamalah. Data untuk penelitian dikumpulkan melalui library research, yaitu pengumpulan data melalui bahan-bahan bacaan yang berhubungan dengan karya ilmiah ini. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu suatu kajian konseptual yang memberikan gambaran tentang pengaruh uang kertas terhadap inflasi secara luas dan detil. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa uang kertas tidak memiliki nilai yang stabil sehingga jika terjadi kelebihan jumlah uang beredar di masyarakat maka akan mengakibatkan kenaikan harga, karena ketika kuantitas uang yang beredar di masyarakat mengalami kenaikan maka daya beli masyarakat terhadap barang juga naik, sementara jumlah barang yang tersedia tetap, maka barang-barang tersebut akan mengalami kenaikan harga yang disebut dengan inflasi. Dalam ekonomi Islam, uang tidak terbatas pada dinar dan dirham saja tetapi mencakup seluruh jenisnya asalkan uang tersebut dapat merefleksikan fungsinya.Uang kertas jika dilihat dari nominalnya merupakan harta yang bernilai akan tetapi jika dilihat dari nilai intrinsiknya maka uang kertas tidak termasuk harta karena tidak mempunyai nilai. Islam memperbolehkan penggunaan uang kertas asalkan uang kertas tersebut bisa merefleksikan fungsinya dalam bidang perekonomian, dapat bertindak sebagai alat tukar yang adil demi terwujudnya keadilan dalam setiap sendi kehidupan.
ANALISIS PERHITUNGAN ROYALTY FEE FRANCHISE MENURUT KONSEP MUSYARAKAH: STUDI PADA JARIMATIKA DARUSSALAM Nurjannah MR; Nazaruddin A. Wahid
Share: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam Vol 2, No 2 (2013)
Publisher : Faculty of Islamic Economics and Business, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1038.79 KB) | DOI: 10.22373/share.v2i2.1495

Abstract

This study aims to analyze the calculation of royalty fee at a franchise of Jarimatika in Darussalam Banda Aceh from musyarakah perspective and analyze the strategy employed in solving the dispute. Data was gathered through an in-depth interview and documentation study. The results indicated that in general the calculation of royalty fee was based on profit sharing system, where the total revenue minus 15% operating expenses for the franchisor, and the rest is shared 40% for the franchisor and 60% for the franchisee. Although the system seems normal, the determination 15% of operating cost, however, created a problem for the franchisee as the total income received was not cover the regular operational costs. Consequently, the franchisee unable to fulfill its obligation of paying the royalty fees on time. To solve this problem, the franchisor provide an extension for the franchisee to pay the royalty fee. However, during the grace period, the franchisee was not allowed to order the equipment needed to run the operation. As a result, it created another problem for the franchisee as it would not be able to run the operation due to insufficient equipment. =========================================== Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perhitungan royalty fee pada franchise Jarimatika Darussalam dalam perpektif musyarakah, dan strategi yang digunakan dalam penyelesaian masalah profit sharing di Jarimatika tersebut. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode deskriptif analisis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme perhitungan royalty fee pada Jarimatika Darussalam menggunakan sistem profit sharing, dimana total pendapatan dikurangi beban operasional sebesar 15%, dan sisanya dibagi dua bagian, franchisor 40% dan franchisee 60%. Dalam kenyataannya, penetapan biaya beban operasional yang fix sebesar 15 % ini yang menyebabkan franchisee mengalami kerugian atau defisit pendapatan, karena biaya operasional untuk setiap periode ternyata lebih banyak dari jumlah 15% yang telah ditentukan franchisor. Hal ini menyebabkan franchisee tidak dapat menunaikan kewajibannya untuk membayar royalty fee tepat pada waktunya bahkan macet. Dari kejadian ini kebijakan yang dilakukan pihak franchisor yaitu dengan memberikan waktu tenggang bagi franchisee untuk dapat membayar royalty fee tersebut. Selama masa tenggang tersebut, franchisee tidak dapat memesan perlengkapan yang dibutuhkan sehingga menyebabkan keadaan semakin sulit untuk menjalankan usaha tersebut.
OPTIMALISASI PERAN BAITULMAL DALAM PENINGKATAN PUNGUTAN ZAKAT Nazaruddin A. Wahid
Akademika : Jurnal Pemikiran Islam Vol 20 No 2 (2015): Islam dan Kesejahteraan Sosial
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.346 KB)

Abstract

Tulisan ini membahas tentang peran baitulmal dalam peningkatan pungutan pajak, studi di Baitulmal Aceh. Baitulmal aceh merupakan punggung perekonomian masyarakat muslim dalam pengelolaan harta umat Islam dan juga mampu menjawab kebutuhan zaman moderen, terutama dalam hal pengelolaan zakat yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi masyarakat miskin. Namun satu hal yang membuat peneliti merasa gelisah adalah dalam realitas didapati bahwa pungutan zakat oleh Baitulmal belum optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan faktor-faktor penentu terhadap optimalisasi pungutan zakat, sehingga mencapai sasaran yang tepat dan sesuai dengan ketentuan syariat. Data diperoleh dari Batulmal kabupaten atau kota, responden yang terpilih dengan melakukan Focus GroupDiscution (FGD) dan responden bebas khususnya golongan penerima zakat, mereka tersebar di seluruh provinsi Aceh. Hasil kajian dapat ditemukan bahwa ada sejumlah faktor yang menyebabkan rendahnya perolehan zakat, diantaranya faktor Qanun zakat, demografi atau lingkungan, keimanan, pengetahuan masyarakat tentang zakat, kepercayaan kepada Baitulmal dan faktor kemudahan cara membayar zakat. Oleh karena itu, kajian ini merekomendasikan; (1) Penerapan qanun yang tegas dan jelas termasuk didalamnya sanksi hukum bagi yang lalai menunaikan kewajiban zakat. (2) Meningkatkan pelaksanaan pendidikan masyarakat mengenai manfaat zakat, dengan konsep-konsep tarbiyah yang pendekatannya lebih intensif untuk memberi pemahaman yang benar bagi muzakki, sehingga dapat memberikan kesadaran untuk membayar zakat melalui Baitulmal. Baitulmal Aceh has been established based on Indonesian Act No. 44/1999 and Act No. 11/2006 with technical rules based on Qanun No. 10/2007. The Government of Aceh expects that the Baitulmal is able to support Muslims economy, managing their wealth, and providing answer to common contemporary problems in Muslim society. Baitulmal also plays a role in zakat management to empower poor communities. Nevertheless, in practice, zakat collection is not yet optimized. This gap on potential and reality in zakat collection should be comprehensively studied. This research aims to explore factors that contribute to the zakat collection optimization. The data is collected from Batulmal in each Districts of Aceh Province. The respondents are classified between those who are invited for a Focus GroupDiscussion (FGD) and those who are not. This research found some factors that cause non-optimal zakat collection, such as Qanun on Zakat, demographic/environment, religiosity, people understanding on zakat, their confidence on Baitulmal dan facilities to pay zakat to Baitulmal. Therefore, this study recommends the following; (1) legislate a clear and comphensive Qanun on Zakat, including sanctions to those who are not paying zakat. (2) Improve people’s education and awareness on zakat with an intensive tarbiyyah so that muzakki could have a proper understanding on zakat and willingness to pay zakat through Baitulmal.
ZAKAT PROFESI (PERSPEKTIF FIQH KLASIK DAN KONTEMPORER) Nazaruddin A Wahid; Hamdani Hamdani
Al-Hisab: Jurnal Ekonomi Syariah Vol 1 No 2 (2021): AL HISAB: Jurnal Ekonomi Syariah
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah Baktiya Aceh Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.863 KB) | DOI: 10.59755/alhisab.v1i2.75

Abstract

ABSTRACT Classical jurisprudence has established obligatory zakat on the salaries of soldiers, the salaries of judges and the rewards of the profession of Madalim officers (lawyers) which have been practiced by Ibn Mas'ud, Mu'awiyah ibn Abi Sofyan and Umar ibn Abdul Aziz. Contemporary fiqh only extends this concept to a situation that is relevant to the change of profession that is being struggled between the situation in the early days of Islam and the present. However, it is acknowledged that there are certain sects that do not mention the zakat of the profession such as the Malikiyah and Syafiíyah groups. There is no qath'i text, either in the Qur'an or in the Sunnah about the nisab of zakat of the profession, therefore the determination of nisab is done by using qiyas and scholars agree to rely on the nisab of zakat harta. Some other scholars, compare it to zakat zuru ', and naqdin. The Indonesian Muslim community is based on zakat naqdin, so that the nisab is equated with 20 dinars or 200 dirhams with the current dose of 85 grams of pure gold and the zakat rate of 2.5 %. Regarding who has the right to collect zakat, including professional zakat, there is no difference between classical fiqh and contemporary fiqh, who has the right to collect and collect zakat is the government, in practice partnering with specialized institutions. Similarly, the utilization of zakat, can be done productively and consumptively with consideration of the basis of the greater benefits received by the mustahik. ABSTRAK Fiqh klasik telah menetapkan wajib zakat terhadap gaji tentara, gaji Hakim dan imbalan profesi petugas Madalim (pengacara) yang telah diprakteekkan oleh Ibnu Mas’ud, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Umar bin Abdul Aziz. Fiqh kontemporer hanyalah mengembangkan konsep ini kepada keadaan yang relevan dengan perubahan profesi yang digeluti antara keadaan pada masa awal Islam dengan masa sekarang. Namun diakui ada golongan mazhab tertentu yang tidak menukilkan mengenai zakat profesi seperti golongan Malikiyah dan Syafiíyah. Tidak ada nas yang qath’i, baik dalam al-Quran maupun dalam al-Sunnah tentang nisab zakat profesi, karenanya penetapan nisab dilakukan dengan menggunakan qiyas dan sepakat ulama menyandarkan kepada nisab zakat harta. Sebagian ulama lain, mengqiyaskan kepada zakat zuru’, dan naqdin. Masyarakat muslim Indonesia mendasarkan zakat naqdin, sehingga nisabnya disamakan dengan 20 dinar atau 200 dirham dengan takaran sekarang 85 gram emas murni dan kadar zakatnya 2,5 %. Mengenai siapa yang berhak mengumpulkan zakat, termasuk zakat profesi, tidak ada perbedaan antara fiqh klasik dan fiqh kontemporer, yang berhak memungut dan mengumpulkan zakat adalah pemerintah, dalam praktiknya bermitra dengan lembaga khusus. Demikian juga tentang pemanfaatan zakat, dapat dilakukan secara produktif dan konsumtif dengan pertimbangan asas manfaat lebih besar diterima oleh mustahik. Kata Kunci: Zakat profesi, Fqh klasik, Fiqh kontemporer