Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PANTAI BOLOK KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR Priska Gardeni Nahak; Diarto Trisnoyuwono
JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil Vol 1 No 2 (2016): JUTEKS JURNAL TEKNIK SIPILJUTEKS (Jurnal Teknik Sipil)
Publisher : P3M- Politeknik Negeri Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (710.771 KB) | DOI: 10.32511/juteks.v1i2.116

Abstract

NTT Province as one of the provinces in Indonesia has many islands, with the main livelihood of the people were farming, gardening and seaweed farmers. One of the flagship products of seafood NTT was seaweed. Kupang district is one of the producers of seaweed in the province, but the availability of area for those matter until now not able to meet the maximum target of dry seaweed. Additionally dried seaweed produced has poor quality because it still contains a lot of impurities, thus affecting the selling price, which would certainly have an impact on the income and welfare of the farmers. It is because the technique that applied to both the cultivation technique and drying techniques were still very traditional. One of the technologies offered to overcome those problems was 'Dryer Box Technology'. This technology were expected especially to minimize the amount of seaweed ready for harvest were always broken and lost in the rainy season, due to lack of seaweed dryers facilities. In addition by these technology were also expected to get more cleaner dried seaweed because it is not contaminated with dirt when drying, so as to improve the quality of the dried seaweed. This quality improvement, also will increase the selling price of which would increase the income and welfare of farmers seaweed, as well as increasing the amount of seaweed production in NTT Province. The dryer box technology has a dimension 0.8 m lenght; 0.66 m width; and 1.5 m height. so that for once the drying process, 50 kg of wet grass only requires about 0.53 m² of area, while using traditional drying methods requires 10m² ± s / d 15 m² of area depending on the number of wet grass. Besides shorter drying time is for 50 kg of wet grass, it takes only about ± 0.75 hours. Whereas with traditional systems, drying time takes an average of 3-4 days. This will increase the productivity of dry seaweed, which can increase the production quantity of dried seaweed ready though in NTT Province.
PENGEMBANGAN BATAKO SISTEM INTERLOCKING UNTUK BANGUNAN TAHAN GEMPA Diarto Trisnoyuwono; Marsinta Simamora; Priska Gardeni Nahak
JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil Vol 2 No 1 (2017): JUTEKS (Jurnal Teknik Sipil)
Publisher : P3M- Politeknik Negeri Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (928.022 KB) | DOI: 10.32511/juteks.v2i1.129

Abstract

Earthquakes as a natural phenomenon have caused many casualties and property.for the examples human casualties from the Aceh earthquake on December 26th, 2006 more than 180 thousand people, the Nias earthquake on March 15th, 2005 have more than 3000 of victims andlast the Yogyakarta earthquake on 27th May 2006 over 5700 victims. Based on observations most of the human victims caused by falling by the collapsed building. One of the elements of the building that is easy to fail when an earthquake strike is part of the wall.The walls are composed of clay bricks or concrete bricks only able to withstand axial force but weak in resisting lateral force perpendicular to the plane. Innovation model of brick to overcome the problem is batako interlocking system. Batako hooks (Interlock block) is a wall building material that has a hook to lock movement due to lateral force. Interlock block is the development of the brick by adding lips on certain sides as a lock. The developed brick model with a dimensions length of 30 cm, height of 15 cm and thickness of 10 cm, which is equipped with bulge / lips on all four sides. The portion of the mixture used is 1 cement: 5 sand. The molded brick was applied to a wall-mounted pairs product with a length of 1.5 m and a height of 1 m. Based on the calculation of material requirement from brick wall, it is known that the specific material for inserting an interlocking brick is 25% less than conventional batako pairs, besides the time required to obtain a neat pair of interlocking bricks is 7.5 minutes faster when compared with Installation of conventional brick.
STUDI IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN GENANGAN BANJIR DI JALAN CAK DOKO KELURAHAN OETETE - KOTA KUPANG Priska Gardeni Nahak; Melchior Bria; Oktoviani Nenabu
JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil Vol 2 No 2 (2017): JUTEKS (Jurnal Teknik Sipil)
Publisher : P3M- Politeknik Negeri Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13633.466 KB) | DOI: 10.32511/juteks.v2i2.165

Abstract

Genangan air di Jalan Cak Doko khususnya di depan SMA Negeri 1 Kupang, sudah sangat memprihatinkan, karena genangan yang terjadi bisa mencapai ketinggian hingga 0.75 m, sehingga sangat mengganggu aktivitas lalulintas di lokasi tersebut. Genangan air di ruas jalan ini sering menyebabkan kemacetan karena, kendaraan yang melewatinya harus mengurangi kecepatan untuk menghindari cipratan air dan kemungkinan adanya lubang pada jalan, bahkan tak jarang ada kendaraan yang mogok karena mesin kendaraan tiba-tiba mati. Selain itu, genangan air tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan jalan yang berpotensi membentuk lubang atau cekungan yang membuat jalan tidak rata sehingga rawan kecelakaan. Dengan kondisi tersebut, maka diperlukan suatu studi untuk mengevaluasi dan menentukan upaya penanganan terhadap permasalahan genangan air/banjir yang ada di Kota Kupang, khususnya di Jalan Cak Doko Kelurahan Oetete. Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan terhadap jaringan drainase yang ada di lokasi studi, terlihat bahwa saluran drainase secara umum sudah tidak berfungsi dengan baik, karena di dalam saluran terdapat banyak sekali sedimen dan sampah-sampah, baik itu sampah organik maupun sampah non organik sehingga menyebabkan penyempitan saluran. Genangan banjir di jalan Cak Doko (depan SMAN I) terjadi karena beberapa hal, antara lain adanya perubahan penggunaan lahan, di mana banyak daerah resapan yang kini telah beralih fungsi menjadi kawasan perumahan, sekolah, dan gedung lainnya, selain itu lahan-lahan kosong di sekitar gedung dan permukiman, banyak yang sudah dibeton, atau dipaving, sehingga mengurangi lahan untuk peresapan, serta adanya penyempitan saluran akibat sedimen dan sampah, sehingga saluran drainase tidak lagi mampu menampung air hujan, yang akhirnya menyebabkan luapan yang menggenangi daerah-daerah cekungan, terutama di sekitar jalan Cak doko. Berdasarkan hasil evaluasi debit banjir rencana periode kala ulang 5 tahun terhadap kapasitas saluran eksisting diperoleh kapasitas saluran (Qs) lebih kecil dari debit banjir rencana (Qr) sehingga kapasitas saluran eksisting tidak dapat menampung debit banjir yang terjadi. Saluran drainase eksisting juga tidak berfungsi dengan baik yang disebabkan terdapat banyak sekali sedimen dan sampah baik itu sampah organik maupun sampah non organik yang masuk ke dalam saluran sehingga menyebabkan penyempitan saluran. Dari hasil evaluasi kondisi debit banjir rencana terhadap kapasitas saluran eksisting, maka diperoleh pada ruas 1 sampai ruas 6 kapasitas saluran (Qs) lebih kecil dari debit banjir rencana (Qr), sehingga saluran drainase pada ruas 1 sampai ruas 6 tersebut tidak dapat menampung debit banjir rencana. Oleh kerena itu, perlu direkomendasikan untuk merencanakan dimensi saluran berdasarkan hasil perhitungan debit banjir rencana (Qr) kala ulang 5 tahun agar dapat menampung dan mengalirkan debit air hujan dan debit air kotor yang terjadi.
TINJAUAN MITIGASI BENCANA TSUNAMI DI KAWASAN WISATA PESISIR TELUK KUPANG Priska Gardeni Nahak; Matelda Christiana Mauta; Deasi D. A. A. Daud
JUTEKS : Jurnal Teknik Sipil Vol 3 No 1 (2018): JUTEKS (Jurnal Teknik Sipil)
Publisher : P3M- Politeknik Negeri Kupang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1707.964 KB) | DOI: 10.32511/juteks.v3i1.198

Abstract

Pantai Oesapa merupakan salah pantai tujuan wisata yang terletak di Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang. Letak Pantai Oesapa adalah di pesisir teluk Kupang yang cukup dekat dengan Pantai Selatan (Samudra Hindia). Oleh karena itu Pantai Oesapa juga sangat rentan terhadap bahaya Tsunami, maka perlu adanya upaya penanggulangan terhadap bahaya tsunami sejak dini terhadap Pantai Oesapa, sehingga wisatawan yang datang ke Pantai Oesapa tetap merasa aman dan nyaman. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi dengan melakukan observasi dan kajian secara langsung di lapangan terhadap berbagai kondisi guna mengetahui seberapa besar dampak dan kerusakan yang mungkin terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk: a) Menghitung waktu yang diperlukan oleh gelombang tsunami dari pusat patahannya ke Pantai Oesapa. b) Memperkirakan lokasi atau jarak penempatan alat detector peringatan dini. c) Mengkaji situasi yang ada di lapangan terhadap dampak yang akan ditimbulkan oleh gelombang tsunami. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa: waktu datang gelombang tsunami adalah 20,52 menit setelah terjadi dislokasi.; Lokasi pemasangan alat detector peringatan dini pada jarak 67,6 km dari garis pantai, sehingga memberikan waktu sekitar 15 menit bagi wisatawan untuk menyelamatkan diri.; Daerah yang terkena gelombang tsunami secara langsung adalah seluruh daerah pesisir Teluk Kupang, yang memiliki elevasi kurang dari 45.3 m.; Pantai wisata Oesapa juga berpotensi terkena gelombang tsunami secara langsung, karena memiliki elevasi kurang dari 45,3 m.