Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Kepemimpinan Karismatik Era Digital Hetwi Marselina Saerang; Shelty Deity Meity Sumual; Paulus Robert Tuerah
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 7 No. 2 (2023): Agustus 2023
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ungkapan bijak “setiap masa ada pemimpinnya, setiap pemimpin ada masanya”. Kita dapat mengartikannya bahwa tidak ada model atau karakteristik kepemimpinan yang berlaku abadi atau selamanya sepanjang masa. Maksudnya pada situasi tertentu dibutuhkan model atau karakteristik pemimpin tertentu yang boleh jadi berbeda pada situasi yang lain. Secara historis sudah banyak riset yang mengungkap karakteristik pemimpin yang baik (good leader) atau pemimpin efektif (effective leader). Disebutkan beberapa karakteristik tersebut di antaranya adalah kejujuran, integritas, kompeten, menginspirasi, visioner, kapasitas pengambil keputusan, komunikatif, penyelesai masalah, berpikir strategis, dan karismatik. Namun, pada era digital saat ini di mana perubahan terjadi begitu cepat, dinamis dan sukar ditebak, ada beberapa karakteristik tertentu yang lebih dibutuhkan agar pemimpin sukses menghadapi tantangan yang ada. Profil kepemimpinan yang dibutuhkan dalam situasi ini adalah kepemimpinan yang berkarismatis. Pemimpin karismatik yang mampu menangkap peluang dan mengantisipasi perubahan dengan cepat dan tepat.
Era Pembelajaran Daring: Kesadaran Akan Jati Diri Anak Asli Papua yang Berubah Hetwi Marselina Saerang; Herry Sumual; Eli Jeini Usoh; Viktory Nicodemus Joufree Rotty
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (377.229 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v8i5.12054

Abstract

Merebaknya virus covid-19 atau lebih dikenal dengan corona mengguncangkan semua sendi kehidupan termasuk pendidikan di atas Tanah Papua. Virus ini tidak memandang usia, pangkat, jabatan. Apa pun dia, siapa pun dia, semua memiliki peluang untuk terserang. Virus ini memaksa kehidupan sosial harus berubah, termasuk metode pembelajaran yang mengantar orang asli Papua mengalami perubahan paradigma kehidupan. Selama ini, pendidik di Papua selalu menggunakan metode pembelajaran konvensional, yaitu tatap muka di kelas antara guru dengan murid atau dosen dengan mahasiswa. Proses pembelajaran, diskusi, tanya-jawab, dan bimbingan semua berlangsung tatap muka. Sekarang harus menggali diri kepada metode belajar dalam jaringan atau disingkat daring (online). Lompatan itu bukanlah berarti apa-apa untuk dunia Pendidikan di Tanah Papua, terutama bagi tenaga pengajar yang masih muda-muda, karena mereka memang generasi yang tumbuh pada era digital atau jaringan. Sementara tenaga pengajar yang sudah lanjut usia dipaksa harus berlari menyesuaikan diri dengan cara baru itu. Walaupun tampak kedodoran, mereka harus siap untuk ikut perubahan. Bagaimana dengan pendidikan tingkat dasar, seperti SD dan SMP apalagi di daerah pedalaman? Tentu saja akan seru sekali jadinya karena pembelajaran daring di samping diperlukan kemampuan mengoperasionalkan jaringan dengan perangkatnya, juga harus dibekali pedagogi daring, sebab pedagogi daring sendiri belum menjadi bahan baku pembelajaran selama ini. Untuk tingkat SD masih sedikit tertolong karena orang tua mereka, terutama ibu-ibu, selalu mendampingi anaknya belajar. Walaupun orang tuanya tidak begitu menguasai penggunaan perangkat, mereka masih bisa diajak bekerja sama untuk membimbing anak-anaknya. Akan tetapi, menjadi persoalan tersendiri bagi anak-anak, bahwa ternyata tidak semua ibu bisa menjadi pendamping yang baik bagi anak-anaknya. Bahkan, cara ibunya mengajar membuat mereka tertekan secara psikologis, malah ada yang berontak dengan membuat puisi agar corona cepat berlalu supaya bisa bertemu guru. Sementara itu, guru SMP dan SMA mengeluh karena ada topik-topik tertentu yang sulit didaringkan. Alasannya, transformasi kognisi bisa dilakukan dengan daring, sementara transformasi afeksi masih banyak kendala yang dihadapi. Tentu ini merupakan tantangan tersendiri antara guru dan murid yang sudah beda zaman dan tantangan. Media daring menjadi titik perubahan jati diri dan system pembelajaran.
Pembelajaran Daring Membuka Akses Pendidikan Anak Asli Papua Hetwi Marselina Saerang; Harol R. Lumapow; Viktory Nicodemus Joufree Rotty
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v7i9.14293

Abstract

Pandemi COVID-19 merubah paradigma pendidikan di Tanah Papua. Metode konvensional tatap muka di kelas beralih menjadi pembelajaran daring. Meskipun generasi muda terbiasa dengan teknologi, tenaga pengajar yang lebih tua harus beradaptasi. Pendidikan dasar, terutama di daerah pedalaman, menghadapi tantangan karena memerlukan kemampuan teknologi dan pedagogi daring. Anak-anak SD dibantu orang tua, tetapi tidak semua mampu menjadi pendamping yang efektif. Sementara itu, guru SMP dan SMA menghadapi kesulitan dalam mendaringkan topik tertentu. Transformasi kognisi lebih mudah dibandingkan dengan transformasi afeksi, menciptakan tantangan antara guru dan murid dari generasi yang berbeda. Media daring menjadi titik perubahan penting dalam sistem pembelajaran.
Perubahan Organisasi Perguruan Tinggi Era IT Hetwi Marselina Saerang; H.N.Tambingon; Shelty Deity Meity Sumual
Jurnal Syntax Admiration Vol. 5 No. 1 (2024): Jurnal Syntax Admiration
Publisher : Ridwan Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/jsa.v5i1.972

Abstract

Changes in the use of technology are underway in the world of education. There are three main changes underway at the moment, namely (1), the emergence of extensive use of technology, (2), the transition of technology use in the High Desert, (3), the introduction of a national curriculum with the use of Information Communication and Technologies (ICT) systems. Organizational change can be thought of as having cycles with four phases: (1), the generation of ideas and inventions; (2), selection of ideas; (3), implementation of ideas; and (4), the diffusion of ideas. Organizational change offers benefits and can include the introduction of knowledge. Therefore, how do people see the word 'change' in higher education, Change means many new, and creative things for the development of education, so that the old way is no longer effective. The 2022 national curriculum has used the "Information Communication and Technologies" (ICT) system for all courses. The presence of technology makes lecturers and students required to learn to follow ongoing educational developments.