Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERKAIT PEMBAGIAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA PADANG (STUDI PUTUSAN NOMOR: 1290/PDT.G/2021/PA.PDG) Nia Wino Marisya; Yulia Mirwati; Wetria Fauzi
RIO LAW JURNAL Vol 4, No 1 (2023): Februari-Juli
Publisher : Universitas Muara Bungo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36355/rlj.v4i1.1066

Abstract

ABSTRAK Perceraian adalah jalan yang disediakan oleh agama dan negara bagi pasangan suami istri yang yang rumah tangganya sudah tidak bisa dipertahankan dan tidak ada keinginan untuk hidup bersama. Pasal 126 KUHPerdata yaitu perceraian mengakibatkan bubarnya harta bersama sehingga harta bersama tersebut harus dibagi diantara pasangan suami istri. Pembagian harta bersama juga diatur dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam yakni masing-masing suami istri mendapatkan setengah bagian dari harta bersama. Namun dalam Putusan Pengadilan Agama Padang Nomor: 1290/Pdt.G/2021/Pa.Pdg,  terdapat ketidaksesuaian yaitu majelis hakim memutus sengketa harta bersama bukan setengah bagian sama antara mantan suami dan istri, akan tetapi majelis hakim memutus bagian suami lebih sedikit dari bagian istri. Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa: majelis hakim tidak hanya bersifat menjalankan perintah undang-undang, akan tetapi hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang tumbuh dalam masyarakat. Majelis hakim dalam pertimbangannya menyimpangi aturan Kompilasi Hukum Islam dan menjatuhkan putusan bagian istri lebih besar. Penerapan Hak Ex Officio dalam memutus perkara harta bersama menunjukkan bahwa majelis hakim Pengadilan Agama Padang telah menerapkan hukum progresif, yakni hukum digunakan untuk melindungi hak-hak manusia. Kata Kunci: pertimbangan hakim, harta bersama dan pengadilan agama padang
Perlindungan Hukum Bagi Anak Angkat Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di Propinsi Sumatera Barat Zahara Zahara; Yulia Mirwati; Shafira Hijriya
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 3 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Oktober 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i3.421

Abstract

Pengangkatan anak angkat merupakan bagian dari substansi hukum perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat. Hal penting yang perlu digarisbawahi adalah bahwa pengangkatan anak harus dilakukan melalui proses hukum dengan hasil penetapan pengadilan, baik di lingkungan Pengadilan Negeri maupun di lingkungan Pengadilan Agama. Tulisan ini merupakan hasil penelitian hukum dengan pendekatan masalah yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk perlindungan terhadap anak angkat di tiga kota di Sumatera Barat; Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh adalah; Pertama, melalui uji coba Pertimbangan Izin Pengangkatan (PIPA). Pada uji coba kali ini dilakukan pembedahan terhadap calon orang tua angkat (COTA) dari segala aspek, baik dari aspek kesehatan, hukum, status perkawinan, hingga hukum adat. Kedua, melalui permohonan pembatalan pengangkatan anak terhadap anak yang diangkat. Apabila dikemudian hari diketahui telah terjadi perlakuan yang bersifat diskriminatif, baik eksploitasi ekonomi maupun eksploitasi seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan, perlakuan buruk lainnya terhadap anak angkat yang dilakukan oleh orang tua angkat, maka status anak angkat tersebut dapat dicabut dengan cara yang sama. Pengadilan dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada pengadilan yang bersangkutan. Kendala yang timbul dalam efektivitas undang-undang perlindungan hak anak adalah ketidaktahuan masyarakat mengenai pengadilan yang akan memproses pengangkatan anak baik itu pengadilan negeri maupun pengadilan agama serta birokrasi yang terlalu lama dalam proses pengangkatan anak menimbulkan kerugian bagi para pihak. terlibat dalam adopsi tersebut rasanya terbebani karena memakan banyak waktu, biaya, dan tenaga.
Perlindungan Hukum Bagi Anak Angkat Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di Propinsi Sumatera Barat Zahara Zahara; Yulia Mirwati; Shafira Hijriya
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 3 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (Oktober 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i3.421

Abstract

Pengangkatan anak angkat merupakan bagian dari substansi hukum perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat. Hal penting yang perlu digarisbawahi adalah bahwa pengangkatan anak harus dilakukan melalui proses hukum dengan hasil penetapan pengadilan, baik di lingkungan Pengadilan Negeri maupun di lingkungan Pengadilan Agama. Tulisan ini merupakan hasil penelitian hukum dengan pendekatan masalah yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk perlindungan terhadap anak angkat di tiga kota di Sumatera Barat; Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh adalah; Pertama, melalui uji coba Pertimbangan Izin Pengangkatan (PIPA). Pada uji coba kali ini dilakukan pembedahan terhadap calon orang tua angkat (COTA) dari segala aspek, baik dari aspek kesehatan, hukum, status perkawinan, hingga hukum adat. Kedua, melalui permohonan pembatalan pengangkatan anak terhadap anak yang diangkat. Apabila dikemudian hari diketahui telah terjadi perlakuan yang bersifat diskriminatif, baik eksploitasi ekonomi maupun eksploitasi seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan, perlakuan buruk lainnya terhadap anak angkat yang dilakukan oleh orang tua angkat, maka status anak angkat tersebut dapat dicabut dengan cara yang sama. Pengadilan dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada pengadilan yang bersangkutan. Kendala yang timbul dalam efektivitas undang-undang perlindungan hak anak adalah ketidaktahuan masyarakat mengenai pengadilan yang akan memproses pengangkatan anak baik itu pengadilan negeri maupun pengadilan agama serta birokrasi yang terlalu lama dalam proses pengangkatan anak menimbulkan kerugian bagi para pihak. terlibat dalam adopsi tersebut rasanya terbebani karena memakan banyak waktu, biaya, dan tenaga.