Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

ASPEK HUKUM TERHADAP PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA INDONESIA-SINGAPURA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Magdariza Magdariza; Najmi Najmi; Zahara Zahara
UNES Journal of Swara Justisia Vol 6 No 4 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Januari 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v6i4.301

Abstract

Perjanjian ekstradisi merupakan perjanjian internasional yang dilakukan antar negara dan isinya berkaitan dengan ekstradisi terhadap tersangka atau pelaku kejahatan termasuk kejahatan ekonomi. Sebagai perjanjian internasional maka perjanjian ekstradisi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sesuai dengan hukum internasional. Perjanjian ekstradisi pada umumnya dirafikasi oleh negara. Perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura jika akhirnya dapat terwujud dan diratifikasi oleh negara maka mempunyai kekuatan hukum kuat dan mengikat di tinjau dari hukum internasional. Sehingga kedua negara harus menjalankan dan melaksanakan isi perjanjian dengan itikad baik. Indonesia-Singapura saat ini sedang melakukan perundingan lebih lanjut untuk membahas perjanjian ekstradisi dalam rangka penanggulangan kejahatan ekonomi. Selama ini tersangka atau pelaku kejahatan ekonomi di Indonesia banyak yang melarikan diri ke Singapura beserta dengan sejumlah uang dan modal yang besar. Sedangkan hukum Indonesia tidak dapat menjangkau ke wilayah Singapura. Jika perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura dapat terwujud maka membawa prospek besar diantaranya tersangka atau pelaku kejahatan ekonomi tersebut dapat dibawa kembali ke Indonesia untuk dijatuhi hukuman sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, begitupun sebaliknya bagi Singapura.
PERLINDUNGAN HUKUM DENGAN RESTITUSI TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA Fadillah Sabri; Zahara Zahara; Tasman Tasman
UNES Journal of Swara Justisia Vol 6 No 4 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Januari 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v6i4.293

Abstract

Perlindungan terhadap anak telah mendapatkan perhatian dunia internasional dalam Konvensi hak-hak anak (convention on the rights of the child) tahun 1989. Dalam peradilan pidana pada saat mulai berlakunya UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana anak yang menjadi korban tindak pidana belum mendapatkan perlindungan. Perlindungan terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana mendapat perlindungan dalam Undang-Undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. PP No. 43 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Korban Yang Menjadi Tindak Pidana. permasalahan bagaimana perlindungan hukum dengan restitusi terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana. Untuk menjawab permasalahan ini dilakukan penelitian yuridis normatif. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan data sekunder berupa putusan pengadilan, literatur dan artikel dalam jurnal yang ada hubungan dengan permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian bahwa perlindungan melalui restitusi terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Restitusi ini didapatkan dengan mengajukan permohonan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Lembaga ini hanya bersifat reaktif yang baru bereaksi setelah ada permohonan dan sebaiknya dilakukan secara proaktif. Lembaga ini menginventarisir anak yang menjadi korban serta memberikan restitusi kepada yang memenuhi syarat. Bentuk restitusi yang diberikan kepada anak korban tindak pidana adalah ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan, ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana dan/atau penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis. Bentuk ini telah diterapkan dalam putusan Pengadilan Negeri Klas I A Padang Nomor 327-Pid.Sus-2019-PN.Pdg tanggal 26 Agustus 2019 atas inisiatif Penuntut Umum telah berusaha menginventarisir kerugian anak korban tindak pidana sejumlah Rp 194.125.000,-. Eksekusi putusan pengadilan ini yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dapat dilaksanakan karena terpidana tidak mampu membayar restitusi tersebut, tidak adanya pidana subside dan tidak adanya peraturan petunjuk pelaksananya.
SENGKETA LEASING DALAM KONTEKS PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Misnar Syam; Zahara Zahara; Devianty Fitri; Neneng Oktarina
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i1.324

Abstract

Dalam prakteknya perjanjian leasing ini banyak terjadinya wanprestasi yang menimbulkan sengketa antara pihak lessor dengan lessee. Penyelesaian sengketa yang dipilih oleh lessee (konsumen) adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Putusan BPSK dalam penyelesaian sengketa leasing ini sering diajukan keberatan terhadap putusan BPSK ke Pengadilan Negeri, dan putusan Pengadilan Negeri selalu membatalkan putusan BPSK dengan pertimbangan BPSK tidak berwenang memutus perkara antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen karena hubungan hukum antara konsumen dengan pelaku usaha merupakan perjanjian bersama dengan penyerahan harta secara fidusia. Menurut Mahkamah Agung sengketa leasing tidak termasuk dalam sengketa konsumen, sementara konsumen mengajukan gugatannya ke BPSK. Sengketa leasing sebagai sengketa di bidang lembaga keuangan diatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan, Sengketa leasing merupakan sengketa konsumen di sektor jasa keuangan yang telah mempunyai aturan khusus dalam penyelesaian sengketanya di luar pengadilan melalui LAPS sebagaimana yang diatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan. Adapun sarannya adalah Adanya harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan konsumen terutama tentang penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, sehingga tidak ada kerancuan dalam pelaksanaannya. Para hakim harus lebih memahami dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya dalam penyelesaian sengketa leasing.
PEMBATALAN PENGANGKATAN ANAK PADA PRAKTEKNYA DI PENGADILAN NEGERI BUKITTINGGI Zahara Zahara; Yulia Mirwati; Shafira Hijriya; Tasman Tasman
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i1.329

Abstract

Adoption is a necessity for every family that cannot have children, especially for married couples who do not have children so they make adopted children like biological children. Problems arise if the adoptive parents submitted a lawsuit for canceling the adoption. This paper is the result of legal research method using an empirical juridical problem approach. The legal considerations are that a court may not refuse to examine and decide on a case submitted to the court, even though there is no special arrangements or have not been regulated in existing legislation regarding the cancellation of child adoption, the judge who examines the case must be able to explore, follow, and understand legal values and a sense of justice in society. The reasons for canceling the adoption of this child in this case are the feeling of disappointed with the actions of the adopted child who do not pay attention to their adoptive parents; does not respect his adoptive parents, causing less harmonious communication; adopted children do not take care of their adoptive parents who are elderly or sick, even if their adoptive mother dies, so the adopted child is considered not fulfilling their obligations as a child.
TRANSITION OF ONLINE SINGLE SUBMISSION (OSS 1.1 TO RISK-BASED APPROACH) TO INCREASE INVESTMENT IN WEST SUMATERA Upita Anggunsuri; Zahara Zahara
Jurnal Cendekia Hukum Vol 8, No 2 (2023): JCH (JURNAL CENDEKIA HUKUM)
Publisher : STIH Putri Maharaja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33760/jch.v8i2.617

Abstract

The implementation of an online single submission risk-based approach (OSS RBA) is a manifestation of a government program to increase investment in a region. Business risk classification is an instrument of the Central Government and Local Government in controlling business activity. This study aims to find out the readiness of the local government to implement an online single submission risk-based approach. The method of the study is empirical legal research. The result of this study shows that Padang City has issued Mayor Regulation No 43 /2021 on Guidelines and Procedures of an online single submission risk-based approach Supervision as a follow-up to Government Regulation No. 5/2021 on implementation of online single submission risk-based approach; meanwhile, several other regions are in the process of drafting local regulations relate to implementing online single submission risk-based approach in West Sumatera Province. The challenges of local government to implement OSS RBA consists of indefinite license periods in the particular business field (Appendix I Government Regulation No 5/2021), the regional support system has not integrated OSS RBA and the readiness for the transition from manual RDTR to digital RDTR in West Sumatera.
Perlindungan Hukum Bagi Anak Angkat Berdasarkan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak di Propinsi Sumatera Barat Zahara Zahara; Yulia Mirwati; Shafira Hijriya
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 3 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Oktober 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i3.421

Abstract

Pengangkatan anak angkat merupakan bagian dari substansi hukum perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat. Hal penting yang perlu digarisbawahi adalah bahwa pengangkatan anak harus dilakukan melalui proses hukum dengan hasil penetapan pengadilan, baik di lingkungan Pengadilan Negeri maupun di lingkungan Pengadilan Agama. Tulisan ini merupakan hasil penelitian hukum dengan pendekatan masalah yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk perlindungan terhadap anak angkat di tiga kota di Sumatera Barat; Padang, Bukittinggi, dan Payakumbuh adalah; Pertama, melalui uji coba Pertimbangan Izin Pengangkatan (PIPA). Pada uji coba kali ini dilakukan pembedahan terhadap calon orang tua angkat (COTA) dari segala aspek, baik dari aspek kesehatan, hukum, status perkawinan, hingga hukum adat. Kedua, melalui permohonan pembatalan pengangkatan anak terhadap anak yang diangkat. Apabila dikemudian hari diketahui telah terjadi perlakuan yang bersifat diskriminatif, baik eksploitasi ekonomi maupun eksploitasi seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan, perlakuan buruk lainnya terhadap anak angkat yang dilakukan oleh orang tua angkat, maka status anak angkat tersebut dapat dicabut dengan cara yang sama. Pengadilan dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada pengadilan yang bersangkutan. Kendala yang timbul dalam efektivitas undang-undang perlindungan hak anak adalah ketidaktahuan masyarakat mengenai pengadilan yang akan memproses pengangkatan anak baik itu pengadilan negeri maupun pengadilan agama serta birokrasi yang terlalu lama dalam proses pengangkatan anak menimbulkan kerugian bagi para pihak. terlibat dalam adopsi tersebut rasanya terbebani karena memakan banyak waktu, biaya, dan tenaga.
Status Badan Hukum Perseroan Perorangan Ditinjau dari Hukum Perusahaan Indonesia Rizky Yonanda; Zahara Zahara; Shafira Hijriya
Lareh Law Review Vol. 1 No. 1 (2023): Lareh Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/llr.1.1.1-16.2023

Abstract

Limited Liability Company (LLC) is a legal entity that was born based on an agreement, this has been in effect since the KUHD era to Law Number 40 of 2007 concerning LLC. This concept then underwent a change after the enactment of Law Number 11 of 2020 concerning Cipta Kerja which introduced a new model of LLC, namely an Single Member Limited Liability Company (SMLLC) which is intended for businesses that meet the criteria as Micro and Small Enterprises (UMK). This is contradictory to the principle of a legal entity which requires the legal entity to be a place where people gather to achieve collective goals; and contrary to the prevailing doctrines in legal entities so far. Based on this, this study aims to discuss the legal status of SMLLC and the consequences for the separate entity doctrine by using a normative-juridical research typology. The legal status of an individual company has fulfilled the formal requirements as a legal entity, namely the existence of approval by the state. However, materially SMLLC does not automatically fulfill the four other legal entity requirements, namely the existence of assets entity separation, a specific purpose, self-interest, and organ structure, so that an SMLLC doesn’t meet the requirements as a legal entity. Then,  the personality of the founder also cannot be separated from the personality of the legal entity. This is linear with the increasingly dominant role of the piercing the corporate veil doctrine, and reducing the role of the separate entity doctrine itself
PERLINDUNGAN HUKUM DENGAN RESTITUSI TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA Fadillah Sabri; Zahara Zahara; Tasman Tasman
UNES Journal of Swara Justisia Vol 6 No 4 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (Januari 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v6i4.293

Abstract

Perlindungan terhadap anak telah mendapatkan perhatian dunia internasional dalam Konvensi hak-hak anak (convention on the rights of the child) tahun 1989. Dalam peradilan pidana pada saat mulai berlakunya UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana anak yang menjadi korban tindak pidana belum mendapatkan perlindungan. Perlindungan terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana mendapat perlindungan dalam Undang-Undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. PP No. 43 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Korban Yang Menjadi Tindak Pidana. permasalahan bagaimana perlindungan hukum dengan restitusi terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana. Untuk menjawab permasalahan ini dilakukan penelitian yuridis normatif. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan data sekunder berupa putusan pengadilan, literatur dan artikel dalam jurnal yang ada hubungan dengan permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian bahwa perlindungan melalui restitusi terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Restitusi ini didapatkan dengan mengajukan permohonan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Lembaga ini hanya bersifat reaktif yang baru bereaksi setelah ada permohonan dan sebaiknya dilakukan secara proaktif. Lembaga ini menginventarisir anak yang menjadi korban serta memberikan restitusi kepada yang memenuhi syarat. Bentuk restitusi yang diberikan kepada anak korban tindak pidana adalah ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan, ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana dan/atau penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis. Bentuk ini telah diterapkan dalam putusan Pengadilan Negeri Klas I A Padang Nomor 327-Pid.Sus-2019-PN.Pdg tanggal 26 Agustus 2019 atas inisiatif Penuntut Umum telah berusaha menginventarisir kerugian anak korban tindak pidana sejumlah Rp 194.125.000,-. Eksekusi putusan pengadilan ini yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dapat dilaksanakan karena terpidana tidak mampu membayar restitusi tersebut, tidak adanya pidana subside dan tidak adanya peraturan petunjuk pelaksananya.
ASPEK HUKUM TERHADAP PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA INDONESIA-SINGAPURA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Magdariza Magdariza; Najmi Najmi; Zahara Zahara
UNES Journal of Swara Justisia Vol 6 No 4 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (Januari 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v6i4.301

Abstract

Perjanjian ekstradisi merupakan perjanjian internasional yang dilakukan antar negara dan isinya berkaitan dengan ekstradisi terhadap tersangka atau pelaku kejahatan termasuk kejahatan ekonomi. Sebagai perjanjian internasional maka perjanjian ekstradisi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sesuai dengan hukum internasional. Perjanjian ekstradisi pada umumnya dirafikasi oleh negara. Perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura jika akhirnya dapat terwujud dan diratifikasi oleh negara maka mempunyai kekuatan hukum kuat dan mengikat di tinjau dari hukum internasional. Sehingga kedua negara harus menjalankan dan melaksanakan isi perjanjian dengan itikad baik. Indonesia-Singapura saat ini sedang melakukan perundingan lebih lanjut untuk membahas perjanjian ekstradisi dalam rangka penanggulangan kejahatan ekonomi. Selama ini tersangka atau pelaku kejahatan ekonomi di Indonesia banyak yang melarikan diri ke Singapura beserta dengan sejumlah uang dan modal yang besar. Sedangkan hukum Indonesia tidak dapat menjangkau ke wilayah Singapura. Jika perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura dapat terwujud maka membawa prospek besar diantaranya tersangka atau pelaku kejahatan ekonomi tersebut dapat dibawa kembali ke Indonesia untuk dijatuhi hukuman sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, begitupun sebaliknya bagi Singapura.
SENGKETA LEASING DALAM KONTEKS PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Misnar Syam; Zahara Zahara; Devianty Fitri; Neneng Oktarina
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i1.324

Abstract

Dalam prakteknya perjanjian leasing ini banyak terjadinya wanprestasi yang menimbulkan sengketa antara pihak lessor dengan lessee. Penyelesaian sengketa yang dipilih oleh lessee (konsumen) adalah melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Putusan BPSK dalam penyelesaian sengketa leasing ini sering diajukan keberatan terhadap putusan BPSK ke Pengadilan Negeri, dan putusan Pengadilan Negeri selalu membatalkan putusan BPSK dengan pertimbangan BPSK tidak berwenang memutus perkara antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen karena hubungan hukum antara konsumen dengan pelaku usaha merupakan perjanjian bersama dengan penyerahan harta secara fidusia. Menurut Mahkamah Agung sengketa leasing tidak termasuk dalam sengketa konsumen, sementara konsumen mengajukan gugatannya ke BPSK. Sengketa leasing sebagai sengketa di bidang lembaga keuangan diatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan, Sengketa leasing merupakan sengketa konsumen di sektor jasa keuangan yang telah mempunyai aturan khusus dalam penyelesaian sengketanya di luar pengadilan melalui LAPS sebagaimana yang diatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Sektor Jasa Keuangan. Adapun sarannya adalah Adanya harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan konsumen terutama tentang penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, sehingga tidak ada kerancuan dalam pelaksanaannya. Para hakim harus lebih memahami dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya dalam penyelesaian sengketa leasing.