Teni Supriyani
STIKes Respati Tasikmalaya

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

GAMBARAN SIKAP DAN KEMUDAHAN IBU BALITA KE POSYANDU DI DESA SINGASARI KECAMATAN SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2015 Aam Nursalam; Teni Supriyani; erna nurjanah
JURNAL KESEHATAN BIDKEMAS RESPATI Vol. 8 No. 1 (2017): Februari 2017
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/bidkes.v8i1.119

Abstract

Dari 8 Desa di wilayah Kecamatan Singaparna terjadi penurunan kunjungan ibubayi dan balita ke Posyandu yang paling signifikan adalah Desa Singasari. Kunjunganibu ke Posyandu merupakan salah satu perilaku kesehatan sehingga faktor-faktor yangberhubungan dengan perilaku kunjungan ibu ke Posyandu dapat di ketahui melaluipendekatan teori perilaku. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kunjunganibu ke posyandu di antaranya pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, dukungan keluarga,dukungan tokoh masyarakat dan jarak ke Posyandu. Tujuan dari penelitian ini adalahMengetahui gambaran sikap dan kemudahan ibu balita ke Posyandu di Desa SingasariKecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2015.Jenis penelitian yang di gunakan adalah kuantitatif dengan metode deskriptif.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita usia 4-59 bulan diDesa Singasari yang berjumlah 315 orang.Hasil penelitian Mayoritas responden memiliki sikap negatif terhadap posyanduyaitu 53.95%, yang menyatakan dekat ke pelayanan posyandu adalah 55.3%. Sedangkan71.5% mendapatkan kemudahan kendaraan ke posyandu serta ada yang berjalan kaki.Untuk biaya yang diluarkan mayoritas 69.7% menyatakan tidak membutuhkan banyakbiaya atau < dari Rp. 20.000. Terdapat 44 responden atau 57,9% rutin datang keposyandu, namun masih terdapat 42,1% responden yang tidak rutin datang ke posyandu.Ibu bayi balita lebih bisa meningkatkan pengetahuan dengan mengaksesinformasi baik melalui media cetak, media elektronik ataupun dari petugas kesehatan.
SEKOLAH SEHAT SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN ANAK USIA SEKOLAH DI KECAMATAN SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2017 Teni Supriyani; Neni Ambar alawiyah
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 1 No. 1 (2019): April 2019
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v1i1.132

Abstract

Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Untuk membuat suasana belajar yang aktif dan efektif, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah kondisi lingkungan sekolah yang merupakan tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar secara formal. Lingkungan sekolah yang kondusif sangat penting dan diperlukan agar tercipta proses pembelajaran yang bermutu. Dalam Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, di pasal 79 disebutkan bahwa kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Peraturan bersama antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Agama Republik Indonesia, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 6/X/PB/2014, nomor 73 tahun 2014, nomor 41 tahun 2014, nomor 81 tahun 2014 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah menyebutkan bahwa Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. UKS/M ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan pekembangan yang harmonis peserta didik. Dalam praktiknya, kegiatan pokok UKS/M ini dilaksanakan melalui Trias UKS/M, yang terdiri dari pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat. Pembinaan lingkungan sekolah sehat meliputi beberapa hal, yaitu: Pelaksanaan kebersihan, keindahan, kenyamanan, ketertiban, keamanan, kerindangan, dan kekeluargaan (7K) Pembinaan dan pemeliharaan kesehatan lingkungan termasuk bebas asap rokok, pornografi, narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA), dan kekerasan Pembinaan kerja sama antar masyarakat sekolah Sekolah sehat meliputi beberapa dimensi penilaian, antara lain kesehatan fisik, kesehatan sosial, dan kesehatan psikis (Hijjang, 2009). Sekolah sehat adalah sekolah yang secara berkesinambungan terus mengupayakan dan menguatkan kapasitasnya sebagai tempat yang sehat untuk tinggal, belajar, dan bekerja. Sekolah sehat merupakan sekolah yang berupaya untuk menciptakan wilayah yang sehat dan aman, yang menerapkan kebijakan dan praktik promosi kesehatan (Depkes, 2004). Lingkungan sekolah yang sehat dan kondusif sangat diperlukan agar tercipta proses pembelajaran yang bermutu. Pemberian pengetahuan dan pembentukan kesadaran tentang perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan sekolah akan lebih efektif ketika dilakukan pada siswa sejak di bangku sekolah dasar, sehingga menjadi sebuah kebiasaan sejak dini. Dengan ditanamkan sejak di sekolah dasar juga diharapkan menjadi pembiasaan ketika berada di luar lingkungan sekolah. Untuk mewujudkan sekolah/madrasah sehat, diperlukan upaya-upaya yang menyeluruh. Dalam kegiatan pembinaan sekolah sehat STIKes Respati di kawasan kerja Puskesmas Singaparna tahun 2017, upaya yang dilakukan merujuk kepada beberapa sumber seperti kebijakan tentang sekolah sehat serta buku saku dan petunjuk teknis pelaksanaan sekolah/madrasah sehat, yang kemudian disesuaikan dengan sumber daya dan kemampuan yang tersedia untuk pembinaan.
PENYULUHAN TENTANG FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN WANITA USIA SUBUR DI KP. CIHANDEULEUM DESA CIKUNIR KECAMATAN SINGAPARNA TAHUN 2018 Teni Supriyani
JURNAL ABDIMAS KESEHATAN TASIKMALAYA Vol. 1 No. 2 (2019): Oktober 2019
Publisher : STIKes Respati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.48186/abdimas.v2i1.153

Abstract

Masalah penyakit tidak menular meningkat di negara berkembang. Hal ini memberikan kontribusi terhadap kemiskinan karena menjadi penghalang bagi tercapainya tujuan pembangunan. Salah satunya terkait dengan transisi status gizi yang turut menjadi dampaknya. Masalah anemia, Kekurangan Energi Kronis (KEK), kegemukan, dan obesitas kerap dijumpai pada usia produktif dan dewasa setengah tua, termasuk pada Wanita Usia Subur (WUS). Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang masih dalam usia reproduktif, yaitu wanita sejak mendapat haid pertama dan sampai berhentinya haid. Usia reproduktif berkisar antara usia 15-49 tahun, dengan status belum menikah, menikah, atau janda, yang masih berpotensi untuk mempunyai keturunan (Novitasary, Mayulu, & Kawengian, 2013). Masalah perubahan pola dan status gizi timbul sebagai dampak perubahan gaya hidup berkaitan dengan pola makanan dan aktivitas sedentari yang dilakukan. Aktivitas sedentari adalah aktivitas dan perilaku seseorang yang menunjukkan kurang melakukan aktivitas fisik atau perilaku yang tidak banyak bergerak. Perubahan gaya hidup menjadi sedentary life style meningkatkan risiko terjadinya masalah terkait gizi seperti kegemukan dan obesitas. Gaya hidup sedentari (kurang gerak) disertai dengan pola makan yang berlebih, seperti asupan karbohidrat yang tinggi, lemak, protein, serta asupan serat yang rendah. Semua faktor tersebut beresiko membuat seseorang overweight dan obesitas (Proverawati, 2010). Hal tersebut dapat dapat mengakibatkan beberapa permasalahan, seperti meningkatnya penderita penyakit degeneratif, bertambahnya jumlah obese, meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung, stroke, dan kanker-kanker tertentu. Faktor obesitas dan kekurangan aktivitas fisik menyumbang 30% risiko terjadinya kanker (Depkes, 2009). Selain itu, masalah kekurangan energi kronis (KEK) pun menjadi catatan sendiri. Faktor ekonomi menjadi salah satu penyebab utama, selain juga ada pengaruh faktor psikologis dan lifestyle seperti masalah anoreksia pada beberapa wanita usia produktif dengan harapan mempunyai badan kurus selayaknya model. Jika dikaitkan dengan Wanita Usia Subur, hal tersebut tentu menjadi masalah yang berarti, mengingat Wanita Usia Subur adalah kelompok dengan usia reproduktif dengan potensi kehamilan dan melahirkan yang harus diperhatikan.