Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Penjatuhan Disiplin Etik Tidak Menghapuskan Pertanggungjawaban Anggota Polri Yang Melakukan Tindak Pidana Queena Sakti Citra Maharani; Aprillia Yovieta
Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi Vol 4 No 1 (2023): Jurnal Mahupiki April 2023
Publisher : Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51370/jhpk.v4i1.95

Abstract

Polisi sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, dan masyarakat internasional yang berada di Indonesia. Anggota Polri tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kode etik profesi. Anggota Polri yang lalai dengan hal tersebut akan mudah terkena sanksi etik. Tulisan ini menganalisis perbuatan pidana dan pemberian sanksi etik kepada mantan anggota Polri Ferdy Sambo (FS). FS dijatuhi vonis pidana mati dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No: 796/Pid.B/2022/PN junto. Putusan PT JAKARTA Nomor 53/PID/2023/PT DKI. Dengan tindakan terdakwa tersebut terjadi dua pelanggaran, yaitu pelanggaran pidana dan pelanggaran kode etik kepolisian. Sanksi dari pelanggaran kode etik tersebut adalah dengan pemberhentian tidak terhormat, sedangkan saksi pidana adalah hukuman mati. Tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui apakah sanksi etik yang telah dijatuhkan kepada anggota Polri akan menghapuskan sanksi pidana pada terdakwa tersebut. Kesimpulan penelitian bahwa penjatuhan sanksi etik kepada anggota Polri tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana, dan sebaliknya penjatuhan sanksi pidana juga tidak menghapuskan sanksi etik. 
IMPLEMENTASI SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA (ANALISIS PUTUSAN NOMOR 1013/PID.B/2009/PN SBY) Yuni Priskila Ginting; Aprillia Yovieta; Athena Chen Wendra; Claudia Ameilia Putri Oktyaning; Kesha Divandra Lusikooy; Nashsahaja Benaya Adhitya; Rangga Adithya Akbar; Valerie Trifena Eugine Samosir
Jurnal Pengabdian West Science Vol 2 No 10 (2023): Jurnal Pengabdian West Science
Publisher : Westscience Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/jpws.v2i10.690

Abstract

Sistem pembuktian terbalik di Indonesia adalah suatu mekanisme hukum yang memungkinkan pembuktian dalam suatu perkara pidana ditempatkan pada terdakwa atau pihak yang didakwa melakukan tindak pidana, bukan pada jaksa penuntut umum (JPU) atau pihak yang menuduh terdakwa. Penerapan pembuktian terbalik bertujuan untuk mempercepat penanganan perkara tindak pidana tertentu, terutama tindak pidana korupsi, dan meningkatkan efektivitas penegakan hukum dengan memperkuat dasar hukum bagi pengadilan untuk menindak pelaku korupsi. Namun, hal ini juga menimbulkan beberapa isu hukum terkait dengan hak asasi manusia, terutama asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dan perlindungan terhadap terdakwa. Oleh karena itu, sistem pembuktian terbalik harus diterapkan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa terdakwa tetap mendapatkan perlindungan hukum yang adil. Penerapan pembuktian terbalik di Indonesia terutama berlaku dalam kasus-kasus tindak pidana korupsi, dan mekanisme ini dapat berbeda tergantung pada peraturan yang berlaku dan perincian kasusnya.