Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

HAK KONSTITUSIONAL NARAPIDANA UNTUK MEMILIH PADA PILKADA SERENTAK Deni Hartawan; M. Galang Asmara; Zunnuraeni Zunnuraeni
Mandalika Law Journal Vol. 1 No. 2 (2023): Mandalika Law Journal
Publisher : Mandalika Law Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59613/mlj.v1i2.2572

Abstract

Indonesia merupakan Negara hukum dengan sistem demokrasi yang dalam peralihan kekuasaan menggunakan sistem pemilihan secara langsung, baik Pemilu maupun Pilkada. Pelaksanaan Pilkada secara langsung memunculkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah hak pilih narapidana yang ditahan di Rutan yang berada di luar daerah pemilihan. Ketersediaan lapas dan Bapas sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Nomer 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa Lapas dan Bapas didirikan di setiap kabupaten/kota, namun hingga saat ini 26 tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, pemerintah masih belum mampu mendirikan Lapas disetiap kabupaten/kota, sebagai contoh, di Kabupaten Seruyan, Murungraya, dan Pulang pisau, Kalimantan Tengah, hingga saat ini belum terdapat fasilitas Lapas. ketidak mampuan pemerintah mendirikan Lapas pada setiap kabupaten/kota berimplikasi juga pada urusan hak konstitusi warga binaan pada kabupaten/kota yang belum memiliki Lapas karena dititip pada Lapas kabupaten/kota terdekat. Karena hal tersebut maka dirasa perlu untuk mengkaji tentang bagaimana hak konstitusi narapidana yang ditahan di Rumah Pemasyarakatan (Rutan) yang berada diluar daerah pemilihan yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak. Dimana kemudian tujuan dari penelitian yang telah dilakukan adalah Untuk mengetahui dan menganalisis jaminan hak konstitusional Narapidana yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak. Penelitian yang digunakan adalah jenis Penelitian hukum normatif empiris, yang dilakukan dengan cara dengan cara mengumpulkan dan mengkaji bahan-bahan hukum kepustakaan. Kemudian menghasilkan bahwa dalam prakteknya KPU kabupaten tidak pernah membuat TPS di Lapas di luar Kabupatennya, sehingga jaminan hak konstitusional Narapidana yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak belum bisa terpenuhi.
HAK KONSTITUSIONAL NARAPIDANA UNTUK MEMILIH PADA PILKADA SERENTAK Deni Hartawan; M. Galang Asmara; Zunnuraeni
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 4 No. 3 (2023): Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v4i3.2455

Abstract

Indonesia merupakan Negara hukum dengan sistem demokrasi yang dalam peralihan kekuasaan menggunakan sistem pemilihan secara langsung, baik Pemilu maupun Pilkada. Pelaksanaan Pilkada secara langsung memunculkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah hak pilih narapidana yang ditahan di Rutan yang berada di luar daerah pemilihan. Ketersediaan lapas dan Bapas sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Nomer 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa Lapas dan Bapas didirikan di setiap kabupaten/kota, namun hingga saat ini 26 tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, pemerintah masih belum mampu mendirikan Lapas disetiap kabupaten/kota, sebagai contoh, di Kabupaten Seruyan, Murungraya, dan Pulang pisau, Kalimantan Tengah, hingga saat ini belum terdapat fasilitas Lapas. ketidak mampuan pemerintah mendirikan Lapas pada setiap kabupaten/kota berimplikasi juga pada urusan hak konstitusi warga binaan pada kabupaten/kota yang belum memiliki Lapas karena dititip pada Lapas kabupaten/kota terdekat. Karena hal tersebut maka dirasa perlu untuk mengkaji tentang bagaimana hak konstitusi narapidana yang ditahan di Rumah Pemasyarakatan (Rutan) yang berada diluar daerah pemilihan yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak. Dimana kemudian tujuan dari penelitian yang telah dilakukan adalah Untuk mengetahui dan menganalisis jaminan hak konstitusional Narapidana yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak. Penelitian yang digunakan adalah jenis Penelitian hukum normatif empiris, yang dilakukan dengan cara dengan cara mengumpulkan dan mengkaji bahan-bahan hukum kepustakaan. Kemudian menghasilkan bahwa dalam prakteknya KPU kabupaten tidak pernah membuat TPS di Lapas di luar Kabupatennya, sehingga jaminan hak konstitusional Narapidana yang daerahnya belum memiliki Lapas untuk memilih pada pilkada serentak belum bisa terpenuhi
PENGENAAN PAJAK TERHADAP NETFLIX SEBAGAI PELAKU USAHA LUAR NEGERI PASCA BERLAKUNYA REGULASI TERKAIT PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK (PMSE) Alya Nurhalizah; M. Galang Asmara; Minollah
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 4 No. 3 (2023): Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36312/jcm.v4i3.2550

Abstract

Digitalisasi dalam dunia perdagangan memberikan kesempatan kepada para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha tanpa kehadiran tempat usaha secara fisik. Salah satu contoh perusahaan raksasa dunia yang saat ini melakukan ekspansi bisnis secara internasional tanpa membuka kantor perwakilan di negara yang menjadi tujuan ekspansinya adalah Netflix, yang menawarkan jasa berupa penyedia layanan pengaliran media digital. Permasalahan kemudian muncul ketika Indonesia tidak dapat menarik pajak dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh Netflix, sehingga menghilangkan potensi pemasukan pajak yang cukup signifikan. Penyusunan Tesis ini dilakukan untuk menganalisis pengaturan pengenaan pajak terhadap Netflix dan pelaksanaannya di Indonesia. Berdasarkan analisis yang dilakukan, disimpulkan bahwa terdapat kekosongan hukum terkait penerapan sanksi atas pelanggaran dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) oleh Pemungut PPN PMSE serta terkait pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap Subjek Pajak Luar Negeri yang menjalankan usahanya secara digital tanpa keberadaan secara fisik di Indonesia. Pelaksanaan pengenaan PPN PMSE melalui sistem Penunjukkan Pemungut PPN PMSE sejauh ini menunjukkan kontribusi positif terhadap penerimaan pajak pusat, terlepas dari adanya risiko kekeliruan dalam pelaporan. Untuk pengenaan PPh terhadap Netflix di Indonesia belum dapat dilaksanakan sampai dengan tercapainya kesepakatan dalam bentuk perjanjian multilateral melalui Konsensus Pajak Global. Oleh karena itu, Pemerintah disarankan agar mempercepat proses penerbitan Peraturan yang mengatur sanksi atas pelanggaran dalam pengenaan PPN PMSE dan mengupayakan segera tercapainya konsensus pajak global terkait pengenaan PPh atas transaksi lintas batas berbasis digital serta menangani masalah penghindaran pajak