Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses nasionalisasi yang terjadi pada perusahaan minyak Belanda (BPM) di Balikpapan dan kondisi perusahaan tersebut pasca mengalami nasionalisasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah. Metode sejarah terbagi menjadi empat tahap, yaitu Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi, dan Histriografi. Sumber dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berasal dari hasil lapangan berupa wawancara, penelusuran arsip, dokumen atau studi pustaka, serta dokumentasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Proses nasionalisasi pada perusahaan minyak Belanda berlangsung sebanyak dua kali. Pada tahun 1957, buruh minyak Balikpapan (Perbum) sempat mengambil alih perusahaan BPM. Namun pengambilalihan tersebut dianggap tidak sah sebab belum adanya aturan hukum yang menjamin secara resmi. Penyebab utama terjadinya aksi nasionalisasi dilatarbelakangi oleh permasalahan Irian Barat yang tidak kunjung usai. Faktor lain yang mendukung juga terkait kesenjangan gaji antara pekerja pribumi dan pegawai Eropa. Perbum Balikpapan merupakan pelopor yang kerap kali mendengungkan isu nasionalisasi, dan menyampaikan aspirasi para buruh minyak terhadap para petinggi perusahaan sekaligus menjadi gangguan terbesar bagi BPM. Adanya peristiwa Gestapu (1965), produksi minyak menurun, dan anti sentimen Belanda mengakibatkan BPM menjual seluruh asetnya kepada pemerintah Indonesia. (2) Kondisi perusahaan pasca nasionalisasi tentunya menghadapi pasang surut dikarenakan harus mengatasi produksi minyak yang menurun, sedangkan kebutuhan permintaan minyak dalam negeri semakin tinggi. Sistem konsesioner yang kemudian digantikan Kontrak Karya dan Kontrak Bagi Hasil menjadi strategi manajemen Pertamina dalam mengelola industri minyak di Balikpapan.