Articles
Penerapan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Hidaya, Wahab Aznul
JUSTISI Vol 5, No 2 (2019): Juli 2019
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sorong
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33506/js.v5i2.543
Anak sebagai pelaku tindak pidana dalam Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) perubahan atas Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak disebut anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.Dengan adanya ketentuan-ketentuan mengenai anak sebagai pelaku tindak pidana, maka dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal adanya upaya Diversi. Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. Upaya diversi wajib dilakukan di tingkat Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan perkara anak di Pengadilan Negeri. Pelaksanaan diversi ditiap tingkat pemeriksaan masih terkendala oleh karena konsep diversi merupakan konsep yang baru di Indonesia dan ditiap tingkat pemeriksaan tersebut belum memiliki ketentuan, tindakan apa yang tepat dalam pelaksanaan upaya diversi tersebut terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana.
Delik Penganiayaan Terhadap Anak di Kota Makassar
Hidaya, Wahab Aznul
JUSTISI Vol 6, No 1 (2020): Januari 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sorong
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33506/js.v6i1.778
Suatu perlakuan yang dianggap sebagai suatu tindakan yang semena-mena ialah tindak kejahatan terhadap orang. Pada dasarnya kejahatan adalah suatu perbuatan yang merugikan kepentingan umum dan pelakunya dapat dikenakan pidana. Yang mana salah satunya adalah tindak Penganiayaan. Baik yang dilakukan terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Beberapa perbuatan atau tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan mengganggu keserasian hidup bersama, salah satunya adalah penganiayaan terhadap anak yang mana hampir setiap hari banyak diberitakan di media massa maupun elektronik lainnya. Kasus-kasus penganiayaan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, merupakan fenomena tersendiri, mengingat dimana seseorang adalah individu yang memiliki emosi yang masih sangat stabil, maka penanganan kasus penganiayaan terhadap anak perlu mendapat perhatian khusus, dimulai dari Hukum acara pidana yang berlaku dalam masyarakat.
Tanggungjawab Pemerintah Daerah terhadap kerusakan Terumbu Karang Di Kabupaten Raja Ampat
Muharuddin, Muharuddin;
Hidaya, Wahab Aznul
JUSTISI Vol 6, No 2 (2020): Juli 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sorong
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33506/js.v6i2.949
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam penyelesaiankerusakan terumbu karang, dan untuk mengetahui proses penyelesaian terhadap kerusakan terumbu karang pada Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat. Peneltian yang dilakukan di pemerintah Kabupaten Raja Ampat ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris, dan dengan melakukan pengamatan secara mendalam mengenai gejala yang diteliti. Di samping wawancara terstruktur dengan responden tersebut, peneliti juga melakukan wawancara bebas dengan masyarakat tertentu yang berdomisili di Kabupaten Raja Ampat dengan lokasi yang berbeda-beda, sehingga peneliti dapat menelaah rasionalitas dan akurasi tanggungjawab pemerintah daerah terhadap terumbu karang dikabupaten raja ampat. Analisa data peniliti lakukan dengan mengunakan analisis kualitatif. Temuan yang di peroleh dari penelitian ini adalah: (1) Bahwa Tanggung jawab pemerintah daerah Kabupaten Raja Ampat dalam penyelesaian kerusakan terumbu karang, yaitu meminta ganti rugi atas kerusakan terumbu karang yang dilakukan oleh Kapal Pesiar MV Kaledonian Sky asal Negara Inggris seluas 1.600 M2 di Pulau Mios Mansuar yakni sebanyak Rp. 6.000.000.000.000 (enam trilyun rupiah), yang disampaikan langsung oleh pemerintah Kabupaten Raja Ampat kepada Kedutaan Besar Inggris di Indonesia, dan melakukan penanaman ulang terumbu karang di Pulau Mios Mansuar.
Penerapan Diversi Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi Kasus Polres Sorong Kota)
Hidaya, Wahab Aznul;
Muharuddin, Muharuddin
JUSTISI Vol 6, No 2 (2020): Juli 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sorong
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33506/js.v6i2.965
Meningkatnya perilaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak semestinya tidak harus terjadi sehingga upaya pencegahan haruslah dilakukan. Salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan kenakalan anak (politik kriminal anak) saat ini melalui penyelenggaraan sistem peradilan anak (juvenile justice). Tujuan penyelenggaraan sistem peradilan anak tidak semata-mata bertujuan untuk menjatuhkan sanksi pidana bagi anak yang telah melakukan tindak pidana, akan tetapi lebih difokuskan pada dasar pemikiran bahwa penjatuhan sanksi tersebut sebagai sarana mendukung mewujudkan kesejahteraan anak pelaku tindak pidana. Adapun Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan yang nyata bagi masyarakat dilingkungan sekitar dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta kemudian menuju kepada penyelesaian masalah. Diversi wajib diupayakan pada tingkat penyidikan, tingkat penuntutan maupun pada pemeriksaan perkara anak dalam persidangan. Kata “Wajib di upayakan” mengandung makna bahwa penegak hukum anak dari pentidik, penuntut umum juga hakim diwajibkan untuk melakukan upaya agar proses diversi bisa dilakukan.
Penyidikan Anak Pelaku Tindak Pidana Dalam Perspektif Undang-Undang No 35 Tahun 2014
Hidaya, Wahab Aznul
JUSTISI Vol 7, No 1 (2021): Januari 2021
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sorong
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33506/js.v7i1.1156
Perkembangan peradaban manusia yang berawal dari masyarakat agraris menuju masyarakat industrial telah membawa dampak signifikan terhadap kehidupan tata nilai sosiokultural pada sebagian besar lapisan masyarakat. Melihat dari jumlah penduduk yang ada di Kota Sorong sudah mencapai 481.890, tidak terlepas juga dari yang namanya tindak kriminalitas yang dilakukan oleh orang dewasa dan tidak jarang tindak kriminalitas ini dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur, faktor yang menyebabkan mereka melakukan tindakan kriminalitas tersebut karena faktor ekonomi yang kurang memadai dari orang tua, faktor lingkungan tempat anak tersebut tinggal, pengawasan yang kurang dari orang tua ataupun minimnya pendidikan akhlak yang di dapat anak tersebut sehingga cenderung melakukan tindakan yang menyimpang. Penelitian ini adalah penelitian normatif empiris. (1) Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak Di Polres Sorong Kota dilakukan dengan langkah awal melakukan penyelidikan, penindakan, pemeriksaan, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara. Dalam hal penyidik telah melakukan tugas penyidikan maka penyidik wajib memberitahukan kepada penuntut umum dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang dilampiri dengan berita acara. (2) Hambatan-hambatan dalam melakukan penyidikan yang dihadapi oleh Polres Sorong Kota. (a) Faktor Internal, Pada dasarnya pihak kepolisian tidak banyak kesulitan baik di dalam melakukan penangkapan maupun dalam melakukan peyidikan, karena umumnya anak-anak itu tidak begitu menyadari dengan apa yang dilakukannya dan akibat yang ditimbulkan oleh perbuatannya. (b) Faktor Eksternal, Hambatan secara ekstern yang biasa ditemui oleh penyidik adalah dalam memberikan pengertian terhadap orang tua/wali, atau keluarga dari anak yang melakukan tindak pidana.
Proses Penyelesaian Tindak Pidana Berdasarkan Adat Suku Moi (Studi Kasus di Polres Kota Sorong)
Ilham, Muhammad;
R.S. Rakia, A. Sakti;
Aznul Hidaya, Wahab;
Markus, Dwi Pratiwi;
Mahmudah, Masrifatun
JUSTISI Vol 8, No 1 (2022): Januari 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sorong
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33506/js.v8i1.1503
Keberadaan serta kebiasan-kebiasaan yang hidup menjadi aturan hukum masyarakat adat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga saat ini masih eksis dan mengalami perkembangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai proses penyelesaian tindak pidana berdasarkan adat suku moi (studi kasus di polres kota sorong). Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris yuridis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan studi lapangan (field reseach). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penegakkan hukum adat terhadap tindak pidana berdasarkan adat Moi dipengaruhi oleh penghormatan masyarakat adat Moi yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat itu pedoman hidup. Sementara itu, penyebab digunakan adat Moi dalam proses penyelesaian masalah di adat Moi dianggap lebih adil dan mewakili suasana kebatinan masyarakat suku Moi, serta lebih memberikan efek jera pada pelaku, dan juga berkaitan dengan hukuman ghaib yang dipercaya akan dihadapi oleh pelaku.
Hakikat Ketentuan Transisional dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Alwiyah Sakti Ramdhon Syah Rakia;
Kristi Warista Simanjuntak;
Wahab Aznul Hidaya;
Andi Darmawansya
Amsir Law Journal Vol 3 No 1 (2021): October
Publisher : Fakultas Hukum, Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36746/alj.v3i1.44
In the process of drafting regulations, transitional provisions are used in order to overcome the legal vacuum, legal certainty, legal protection, and regulate other matters of a transitional nature. In terms of nomenclature, transitional provisions are referred to by different terms but are considered to have the same meaning. However, the terms of the transitional provisions have certain differences. This study aims to answer the nature of the transitional provisions in every formation of legislation, as well as the status of meaning between the terms “Ketentuan Peralihan” and “Aturan Peralihan” which have the same meaning status in the system of forming legislations. The results of this study indicate that the preparation of the “Transitional Provisions” material in the Appendix to Law Number 15 of 2019 is not adequately used in the preparation of “Aturan Peralihan” in the constitution. This is because the essence of the preparation of transitional provisions in the constitution is not only in order to overcome the legal vacuum, legal certainty, legal protection, and regulate other matters of a transitional nature, but also because of the transfer of power.
Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Eksploitasi Pada Kawasan Hutan Konservasi di Wilayah Kota Sorong
Wahab Aznul Hidaya;
Rajab Lestaluhu
JUSTISI Vol. 8 No. 2 (2022): JUSTISI: Journal of Law
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sorong
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.33506/js.v8i2.1663
Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui Penerapan sanksi dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang korelasi yuridisnya berkaitan dengan tugas dan fungsi kinerja BKSDA sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1990, dengan kajian dan analisa mendalam terhadap penerapan sanksi pidana dan penghambat keberhasilan pelaksanaan BKSDA, serta pandangan masyarakat terhadap kinerja BKSDA kota Sorong.Penelitian ini di laksanakan di BKSDA Kota sorong dengan mengambil sampel pegawai BKSDA Kota sorong, yang dilakukan dengan pengamatan secara mendalam mengenai gejala yang diteliti. Di samping wawancara terstruktur dengan responden, dengan lokasi yang berbeda–beda, sehingga peneliti dapat menelaah rasionalitas dan akurasi implementasi atau pelaksanaan penerapan sanksi yang dilakukan oleh BKSDA Kota sorong, dan rating ekspektasi publik terhadap bobot pelaksanaan penerapan sanksi terhadap eksploitasi pada kawasan hutan konservasi di Kota sorong.Temuan yang diperoleh dalam penelitian diantara lain adalah: (1) Mengetahui penghambat penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penambangan liar terbuka di dalam kawasan hutan konservasi. (2) BKSDA Kota sorong mampu untuk menerapkan sanksi pidana terhadap penyelenggara eksploitasi di Kota sorong yang pada aspek hukum terhadap tindak pidana pelaku penambangan liar terbuka di dalam kawasan konservasi hutan dan mampu untuk bisa terealisasi dengan baik yang telah ditetapkan pada peraturan perundang–undangan yang mengatur tentang terkait Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam pada kawasan Hutan.Sebagai bahan informasi bagi masyarakat mengenai potensi sumber daya hutan serta cara pengelolaannya di Kota sorong, sehingga mampu untuk dijadikan sebagai salah satu bahan pada bagian stakeholder, pemerintah, maupun swasta dalam pengambilan keputusan dan berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatan Sumber Daya Alam yang terdapat pada kawasan hutan konservasi Agraria kehutanan yang berada pada wilayah Kota sorong sebagai Zona yang memiliki kawasan hutan yang begitu besar dan sangat bermanfaatkan bagi masyarakat Kota Sorong.
Aspek Feminist Legal Theory dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
A. Sakti R.S. Rakia;
Wahab Aznul Hidaya
Amsir Law Journal Vol 4 No 1 (2022): October
Publisher : Fakultas Hukum, Institut Ilmu Sosial dan Bisnis Andi Sapada.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36746/alj.v4i1.104
The study of the feminist paradigm which substantially discusses equality between men and women, in law raises a school of thought in feminist legal theory. In general, the discourse on feminist legal theory focuses on the discussion that the dominance of men has resulted in the formation of legal norms with a masculine nuance so that the role of women is still subordinated to men. This study aims to explore the extent to which aspects of Feminist Legal Theory are reflected in the laws and regulations in Indonesia. This research is a normative-juridical research with a conceptual approach and a theoretical approach. The results of this study indicate that the issue of feminism is spread in a number of laws and regulations in Indonesia, but with still overlapping regulations when analyzed based on feminist legal theory.
The Role of Witness and Victim Protection Agency for Imekko Tribe in Criminal Justice System in Sorong
Wahab Aznul Hidaya
Law and Justice Vol. 8 No. 2 (2023): Law and Justice
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.23917/laj.v8i2.2363
Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang sah dan sangat penting dalam setiap perkara pidana. Pentingnya hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kasus yang tidak dapat diselesaikan karena kurangnya alat bukti, terutama keterangan saksi. Ancaman kekerasan dan intimidasi yang sering diterima oleh saksi dan korban menjadi alasan utama mengapa banyak dari mereka yang tidak mau terlibat langsung dalam memberikan keterangan atas tindak pidana yang terjadi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi kepustakaan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan perlindungan saksi dan korban diawali dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam implementasinya, kebijakan perlindungan saksi dan korban di Indonesia didasarkan pada konsep perlindungan hukum terhadap saksi di Amerika Serikat sebagai model acuan. Meskipun telah ada regulasi yang mengatur tata cara pengajuan perlindungan saksi dan korban, namun masih terdapat beberapa kendala dalam perlindungan saksi dan korban. Beberapa kendala tersebut antara lain adalah posisi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang masih berpusat di ibu kota, sehingga akses dan pelayanan terhadap saksi dan korban di daerah terkadang kurang maksimal. Translated with DeepL.com (free version)Witness statement is one of the legal evidence and is very important in every criminal case. Its importance can be seen from the number of cases that cannot be resolved due to lack of evidence, especially witness statement. Threats of violence and intimidation that are often received by witnesses and victims are the main reasons why many of them do not want to be directly involved in providing testimony on criminal acts that occur. This research uses empirical juridicial method with data collection techniques through interviews and literature studies. The research concluded that the implementation of witness and victim protection policy begins with the implementation of Law No. 31/2014 on Witness and Victim Protection. In its implementation, witness and victim protection policy in Indonesia is based on the concept of legal protection of witnesses in the United States as a model of reference. Although there are regulations governing the procedures for applying for witness and victim protection, there are still several obstacles to witness and victim protection. Some of these obstacles include the position of the Witness and Victim Protection Agency (LPSK) which is still centered in the capital city, so that access and services for witnesses and victims in the regions are sometimes less than optimal.