Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Divestasi Saham Asing dalam Penambangan Bawah Tanah Dihubungkan dengan Kedaulatan Negara TRISNAMANSYAH, PURNAMA; ZAMIL, YUSUF SAEPUL
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 3 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (601.497 KB)

Abstract

AbstrakPeraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara secara eksplisit menentukan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus setelah lima tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi saham secara bertahap kepada peserta nasional paling sedikit 30% (tigapuluh persen). Artikel ini menjelaskan bagaimana implikasi ketentuan divestasi saham tersebut terhadap partisipasi peserta nasional dan menganalisa dari sudut pandang kedaulatan negara dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Melalui ketentuan divestasi saham ini, 70% (tujuh puluh persen) saham tetap dapat dimiliki oleh penanammodal asing. Dengan demikian, peserta nasional tetap sebagai pemegang saham minoritas. Semestinya negara melalui keterlibatan peran pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD atau badan usaha swasta menjadi pemegang saham mayoritas sebagai cerminan dari penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam nasional.Divestment of Foreign Shares in the Underground Mining in Correlation with the State Sovereignty AbstractGovernment Regulation Number 77 of 2014 on Third Amendment to Government Regulation Number 23 of 2010 concerning the Implementaon of Mineral and Coal Mining explicitly specify that the holder of Mining Business License (IUPK) Production Operations and Special Mining Business License (IUPK) Production Operations in FDI, after five years of production must divest the shares gradually to the national participants at least 30% of the total shares. This article discusses the implication of divestment provision to national participants and analyse it from the perspective of natural resources control and management by the state. Research methodology used in this article is normative juridical approach. Under this divestment provision, 70% (per cent) of shares still can be owned by foreign investors. Thus, national participants would still be minority shareholders. Supposedly, the state through the involvement role of the state government, local government, state-owned enterprises, local government-owned enterprises or private enterprises, could become the majority shareholders as the reflection of control and management of national resources by the state.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v3.n3.a9
STANDAR NASIONAL INDONESIA DALAM MELINDUNGI DAN MENINGKATKAN DAYA SAING PRODUK DALAM IMPLEMENTASI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Faisal, Pupung; Trisnamansyah, Purnama
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol 2, No 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.603 KB)

Abstract

ABSTRAKKenyataan di lapangan menunjukkan seringkali barang impor yang masuk tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (disingkat SNI) sebagai persyaratan minimal bagi produk tertentu untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Peran penting SNI dalam rangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (disingkat MEA) baik SNI wajib maupun SNI sukarela dapat melindungi kepentingan konsumen nasional dan produsen dalam negeri. SNI mencegah beredarnya barang yang tidak bermutu di pasar domestik khususnya terkait dengan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Selain itu, SNI akan mencegah masuknya produk impor bermutu rendah yang merusak pasar dalam negeri karena berharga rendah yang merugikan pengusaha dalam negeri. Secara yuridis regulasi mengenai SNI terhadap barang impor sudah diatur melalui regulasi teknis kementerian terkait, baik dalam undang-undang maupun regulasi teknis pelaksanaanya, yang mencakup penerapan dan pengawasan SNI meskipun belum spesifik diarahkan dalam menghadapi MEA, untuk itu  pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2014 tentang Peningkatan Daya Saing dalam Rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asia Nations dan Strategi Standardisasi Nasional 2015-2015 yang berisi visi, misi, arah, tahapan dan strategi Standardisasi Nasional di Indonesia pada Tahun 2015-2025.      Kata Kunci : MEA, Daya Saing, Konsumen, Perlindungan, SNI            AbstractReality on the ground shows the entry of imported goods are often not in accordance with the Indonesian National Standard (SNI abbreviated) as a minimum requirement for a product to be marketed in the territory of Indonesia. SNI important role in the framework of the ASEAN Economic Community (abbreviated MEA) SNI either mandatory or voluntary SNI can protect the interests of consumers nationwide and domestic manufacturers. SNI prevent the circulation of goods which are not qualified in the domestic market, especially related to health, safety, security and environment conservation. In addition, SNI will prevent the entry of low-quality imported products are damaging the domestic market due to lower precious adverse domestic entrepreneurs. Juridical regulation on SNI on imported goods already regulated through technical regulations related ministries, both in legislation and technical regulations implementation, which includes the implementation and monitoring of SNI, although not specifically directed in the face of the MEA, to the government issued Presidential Instruction No. 6 of 2014 on Enhancing Competitiveness in the Context of the Economic Community Facing the Association of Southeast Asian Nations and the National Standardization strategy 2015-2015 which contains the vision, mission, direction, stage and strategies National Standardization in Indonesia in the year 2015 to 2025. Keywords: MEA, Competitiveness, Consumer, Protection, SNI
Implementasi Pemenuhan Kewajiban Perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel Dalam Kegiatan Usaha Hotel di Indonesia Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan Yang Terkait Rahmat, Rizka Raniah; Chandrawulan, An an; Trisnamansyah, Purnama
Jurnal Jurisprudence Vol 10, No 1 (2020): Vol. 10, No. 1, Juni 2020
Publisher : Muhammadiyah University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v10i1.9996

Abstract

Tujuan: Artikel ini bertujuan untuk menganalisis implementasi dan tindakan hukum yang dapat mengefektifkan pemenuhan kewajiban perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel dalam kegiatan usaha hotel di Indonesia ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang terkait.Metodologi: Metode penelitian yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini untuk membahas permasalahan, yaitu menganalisis secara mendalam tentang peraturan-peraturan hukum positif yang bersangkutan dan juga penelitian lapangan terkait penerapan perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel dalam penanaman modal.Temuan: Hasil penelitian menunjukan bahwa lemahnya pengawasan oleh pemerintah daerah dan dinas terkait menyebabkan terjadinya pelanggaran atas kewajiban perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel. Pasca diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik oleh pemerintah pusat yang belum selaras dengan peraturan di daerah, juga menyebabkan ketidakpastian hukum. Pengaturan baru terkait penambahan biaya perizinan yang harus dikeluarkan, belum disesuaikan dengan kemampuan pengusaha di daerah. Pemerintah daerah dapat melakukan tindakan preventif dengan membentuk suatu dengar pendapat yang sistematis dan efektif serta menetapkan tindakan represif dalam bentuk uang jaminan (dwangsom) setelah pelaksanaan tindakan paksaan pemerintah sebelumnya sulit dilakukan.Kegunaan: Artikel ini dapat memberikan masukan bagi para pemangku kepentingan khususnya pemerintah pusat dan daerah berupa pemikiran baru untuk mengetahui bagaimana implementasi serta tindakan hukum yang dapat dilaksanakan dalam mengefektifkan pemenuhan kewajiban perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel di IndonesiaKebaruan/Orisinalitas: Implementasi perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata sangat berguna bagi pelaku usaha khususnya di bidang usaha hotel sebagai kontribusi pemikiran dan pengetahuan hukum khususnya mengenai permasalahan yang berkaitan dengan perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel, khususnya ilmu di bidang hukum penanaman modal yang berkenaan dengan perizinan dalam penanaman modal.
PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN YANG DIIKAT DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN EASE OF DOING BUSINESS (EODB) DALAM PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM Nadhilah Mustika; Dewi Kania Sugiharti; Purnama Trisnamansyah
Jurnal Poros Hukum Padjadjaran Vol. 1 No. 2 (2020): JURNAL POROS HUKUM PADJADJARAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23920/jphp.v1i2.231

Abstract

ABSTRAK Salah satu komponen penilaian yang dapat mempengaruhi indeks kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) dalam proses pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah pembayaran pajak. Namun ketentuan pajak penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diatur di dalam PP No. 34 Tahun 2016 menyebabkan perubahan waktu terutang dan berpotensi menghambat kegiatan bisnis properti yang dilakukan oleh pengembang. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan urgensi pemerintah dalam menetapkan pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/ Bangunan yang diikat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak dan sebagai sarana mempercepat pemasukan negara. Pengenaan PPh dalam pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang masih diikat dalam PPJB Bertahap tidak mencerminkan asas kesederhanaan dalam pemungutan pajak dan merupakan suatu penyimpangan norma perpajakan yang menimbulkan ketidakpastian hukum, yaitu bagi pengembang selaku pelaku usaha. Kata kunci: Pajak Penghasilan, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), EoDB, Kepastian Hukum ABSTRACT One component of the assessment that can affect the Ease of Doing Business (EoDB) index in the process of transferring rights to land and / or buildings is tax payment. However, the income tax provisions on the transfer of rights to land and / or buildings as stipulated in PP No. 34 of 2016 cause changes in the time owed and potentially hamper property business activities carried out by developers. This research is analytical descriptive using normative juridical approach. The results of the study indicate the urgency of the government in determining the imposition of Income Tax (PPh) on the Transfer of Land and Building Rights that are bound in Sales and Purchase Agreement (PPJB) is to prevent tax avoidance and as a means of accelerating state revenue. Imposition of Income Tax in the transfer of rights to land and / or buildings that are still bound in Gradual PPJB does not reflect the principle of simplicity in tax collection and is a deviation of tax norms that cause legal uncertainty, for developers as business actors. Keywords : Income Tax, Sales and Purchase Agreement (PPJB), EoDB, Legal Certainty
POTENSI UMKM DI PANGANDARAN DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN An An Chandrawulan; Dandrivanto Budhijanto; Isis Ikhwansyah; Dewi Kania Sugiharti; Prita Amalia; Purnama Trisnamansyah; Pupung Faisal; Helitha Novianty Muchtar
Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 3, No 2 (2020): Kumawula: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kumawula.v3i2.24861

Abstract

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) diharapkan dapat menjadi salah satu sektor ekonomi dalam penggerak roda perekonomian nasional dengan kontribusi dan perannya dalam menyerap tenaga kerja lebih banyak dibanding entitas bisnis lainny. Selain itu, UMKM yang terkhususnya berada di Kabupaten Pangandaran memiliki berbagai macam keunikan baik dari jenis kegiatan usaha, produk, maupun hal lainnya yang memiliki potensi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Namun, permasalahan yang umum dihadapi pelaku UMKM seperti keterbatasan permodalan, SDM yang kurang kompeten dibidangnya dan penggunaan teknologi perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak dalam bentuk penguatan. Metodologi pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengambilan data dengan cara mengumpulkan dara melalui wawancara dan observasi. Selain itu, sumber data lainnya berasal dari peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah dan sebagainya. Tujuan penelian ini guna meningkatkan potensi UMKM dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Micro, Small and Medium Enterprises (UMKM) are expected to become one of the economic sectors in driving the national economy with their contribution and role in absorbing more labor compared to other business entities. In addition, SMEs, especially those in Pangandaran Regency, have a variety of uniqueness both from the types of business activities, products, and other things that have the potential to face the ASEAN Economic Community (MEA). However, common problems faced by MSMEs such as limited capital, human resources who are less competent in their fields and the use of technology need support from various parties in the form of strengthening. The methodology in this research is descriptive qualitative. Data collection techniques by collecting data through interviews and observations. In addition, other data sources come from laws and regulations, scientific journals and so on. The purpose of this study is to increase the potential of MSMEs in facing the ASEAN Economic Community (MEA).
SYARAT SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF SAHNYA PERJANJIAN DALAM KAITANNYA DENGAN PERJANJIAN KERJA Purnama Trisnamansyah
Syiar Hukum Vol 15, No 2 (2017): Syiar Hukum : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/sh.v15i2.2373

Abstract

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan secara tegas telah menentukan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar: (i) kesepakatan kedua belah pihak, (ii) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, (iii) adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan (iv) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan tersebut,yang termasuk syarat subjektif sahnya perjanjian kerja adalah (i) kesepakatan kedua belah pihak dan (ii) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum. Sedangkan yang termasuk syarat objektif sahnya perjanjian kerja adalah: (iii) adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan (iv) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Implikasi hukum bagi perjanjian kerja yang tidak memenuhi syarat subjektif sahnya perjanjian kerja adalah perjanjian kerja tersebut dapat dibatalkan, sedangkan perjanjian kerja yang tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian kerja adalah perjanjian kerja tersebut menjadi batal demi hukum.
Government’s responsibility towards investor’s loss in toll development on PPP agreements due to delay in land acquisitions Dena Zahra Aulia; An-An Chandrawulan; Purnama Trisnamansyah
Jurnal Cakrawala Hukum Vol 12, No 1 (2021): April 2021
Publisher : University of Merdeka Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26905/idjch.v12i1.4337

Abstract

Until now, the slow process of land acquisition in toll road infrastructure development projects is still one of the obstacles to the completion of a infrastructure development project. The delay in the land acquisition process is detrimental to parties involved in PPP, especially investors. This study uses a normative juridical approach with analytical descriptive research specifications. Data collection techniques are carried out by means of literature study to obtain secondary data and interviews to obtain primary data, then the data obtained is  analyzed using qualitative juridical methods, namely by taking inventory, systematically arranging, connecting with each other related to the problems studied with the enactment of the provisions of the regulations. one does not conflict with other regulations. The result of this research is a form of responsibility from the Government due to delays in land acquisition, namely compensation in the form of extension of the concession period on a toll road project with a PPP scheme, and consideration of additional initial tariffs on toll roads based on inflation, capital, construction time and increase. the concession period and also the imposition of fines in a business contract, and the last resort for resolving disputes over the PPP agreement through non-litigation or arbitration institutions based on Presidential Regulation Number 38 of 2015.How to cite item: Aulia, D. Z., Chandrawulan, AA., Trisnamansyah P. (2021). Government’s responsibility towards investor’s loss in toll development on PPP agreements due to delay in landa cquisitions. Jurnal Cakrawala Hukum, 12(1), 21-31.doi:10.26905/idjch.v12i1. 4337.
Divestasi Saham Asing dalam Penambangan Bawah Tanah Dihubungkan dengan Kedaulatan Negara PURNAMA TRISNAMANSYAH; YUSUF SAEPUL ZAMIL
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 3, No 3 (2016): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (601.497 KB)

Abstract

AbstrakPeraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara secara eksplisit menentukan bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus setelah lima tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi saham secara bertahap kepada peserta nasional paling sedikit 30% (tigapuluh persen). Artikel ini menjelaskan bagaimana implikasi ketentuan divestasi saham tersebut terhadap partisipasi peserta nasional dan menganalisa dari sudut pandang kedaulatan negara dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Melalui ketentuan divestasi saham ini, 70% (tujuh puluh persen) saham tetap dapat dimiliki oleh penanammodal asing. Dengan demikian, peserta nasional tetap sebagai pemegang saham minoritas. Semestinya negara melalui keterlibatan peran pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD atau badan usaha swasta menjadi pemegang saham mayoritas sebagai cerminan dari penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam nasional.Divestment of Foreign Shares in the Underground Mining in Correlation with the State Sovereignty AbstractGovernment Regulation Number 77 of 2014 on Third Amendment to Government Regulation Number 23 of 2010 concerning the Implementaon of Mineral and Coal Mining explicitly specify that the holder of Mining Business License (IUPK) Production Operations and Special Mining Business License (IUPK) Production Operations in FDI, after five years of production must divest the shares gradually to the national participants at least 30% of the total shares. This article discusses the implication of divestment provision to national participants and analyse it from the perspective of natural resources control and management by the state. Research methodology used in this article is normative juridical approach. Under this divestment provision, 70% (per cent) of shares still can be owned by foreign investors. Thus, national participants would still be minority shareholders. Supposedly, the state through the involvement role of the state government, local government, state-owned enterprises, local government-owned enterprises or private enterprises, could become the majority shareholders as the reflection of control and management of national resources by the state.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v3.n3.a9
Implementasi Pemenuhan Kewajiban Perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel Dalam Kegiatan Usaha Hotel di Indonesia Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan Yang Terkait Rizka Raniah Rahmat; An an Chandrawulan; Purnama Trisnamansyah
Jurnal Jurisprudence Vol 10, No 1 (2020): Vol. 10, No. 1, Juni 2020
Publisher : Muhammadiyah University Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/jurisprudence.v10i1.9996

Abstract

Tujuan: Artikel ini bertujuan untuk menganalisis implementasi dan tindakan hukum yang dapat mengefektifkan pemenuhan kewajiban perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel dalam kegiatan usaha hotel di Indonesia ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang terkait.Metodologi: Metode penelitian yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini untuk membahas permasalahan, yaitu menganalisis secara mendalam tentang peraturan-peraturan hukum positif yang bersangkutan dan juga penelitian lapangan terkait penerapan perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel dalam penanaman modal.Temuan: Hasil penelitian menunjukan bahwa lemahnya pengawasan oleh pemerintah daerah dan dinas terkait menyebabkan terjadinya pelanggaran atas kewajiban perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel. Pasca diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik oleh pemerintah pusat yang belum selaras dengan peraturan di daerah, juga menyebabkan ketidakpastian hukum. Pengaturan baru terkait penambahan biaya perizinan yang harus dikeluarkan, belum disesuaikan dengan kemampuan pengusaha di daerah. Pemerintah daerah dapat melakukan tindakan preventif dengan membentuk suatu dengar pendapat yang sistematis dan efektif serta menetapkan tindakan represif dalam bentuk uang jaminan (dwangsom) setelah pelaksanaan tindakan paksaan pemerintah sebelumnya sulit dilakukan.Kegunaan: Artikel ini dapat memberikan masukan bagi para pemangku kepentingan khususnya pemerintah pusat dan daerah berupa pemikiran baru untuk mengetahui bagaimana implementasi serta tindakan hukum yang dapat dilaksanakan dalam mengefektifkan pemenuhan kewajiban perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel di IndonesiaKebaruan/Orisinalitas: Implementasi perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata sangat berguna bagi pelaku usaha khususnya di bidang usaha hotel sebagai kontribusi pemikiran dan pengetahuan hukum khususnya mengenai permasalahan yang berkaitan dengan perpanjangan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Hotel, khususnya ilmu di bidang hukum penanaman modal yang berkenaan dengan perizinan dalam penanaman modal.
URGENSI IMPLEMENTASI SNI PRODUK/BARANG DALAM RANGKA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Pupung Faisal; Purnama Trisnamansyah
Jurnal Bina Mulia Hukum Vol. 2 No. 1 (2017): Jurnal Bina Mulia Hukum Volume 2 Nomor 1 September 2017
Publisher : Faculty of Law Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKStandardisasi barang atau produk melalui SNI dalam rangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) perlu diimplemetasikan seefektif mungkin. SNI dapat mencegah beredarnya barang atau produk yang tidak bermutu di pasar dalam negeri. Produk yang tersaring merupakan produk yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. SNI juga dapat mencegah masuknya barang atau produk impor bermutu rendah dengan harga murah yang berdampak pada pelaku usaha dalam negeri. Selain itu, penerapan SNI dalam rangka MEA pada barang atau produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha dalam negeri dapat meningkatkan daya saing barang atau produk tersebut di pasar dalam negeri dan pasar tunggal ASEAN. Regulasi mengenai SNI untuk barang atau produk telah tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Khusus dalam rangka implementasi MEA, telah terbit Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Peningkatan Daya Saing Dalam Rangka Menghadapi Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asia Nations dan Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Strategi Standardisasi Nasional Tahun 2015-2025.Kata kunci: barang, daya saing; MEA; Standardisasi; SNI. ABSTRACTStandardization of goods or products through Indonesian National Standard (known as ‘SNI’) within the framework of the ASEAN Economic Community (AEC) is need to be implemented as effectively as possible. The SNI will prevent the circulation of goods or products with no quality in the domestic market. The products that do not meet the requirements of health, safety, safety and preservation of environmental functions will be filtered. The SNI also prevents the entry of low quality goods or imported products at low prices which will affect local business etities. In addition, the application of SNI in the framework of AEC to goods or products produced by domestic business entities can enhance the competitiveness of such goods or products in the domestic market and ASEAN single market. The SNI for goods or products has been regulated in various acts in Indonesia. Especially for the framework of the implementation of AEC, Indonesia already enacted the Presidential Instruction No. 6 of 2014 concerning Increasing Competitiveness in Order to face AEC, and Regulation of the Head of Indonesia National Standardization Agency Number 2 Year 2014 about National Standardization Strategy from 2015 to 2025.Keywords: competitiveness; goods; MEA; standardizationn; SNI. DOI: https://doi.org/10.23920/jbmh.v2n1.10