p-Index From 2019 - 2024
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Fakumi Medical Journal
Adharia
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Analisa Faktor Risiko Terjadinya Dermatitis Kontak Iritan Pada Petugas Kebersihan di UMI Tahun 2019 Andi M. Shofwatul Islam Hafid; Dian Amelia Abdi; Sigit Dwi Pramono; Nurelly N; Sri Wahyu; Solecha Setiawati; Adharia
Fakumi Medical Journal: Jurnal Mahasiswa Kedokteran Vol. 1 No. 3 (2021): Desember
Publisher : Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33096/fmj.v1i3.64

Abstract

Masalah kesehatan sering kali terjadi akibat proses pekerjaan, di lingkungan kerja serta dampak kesehatan pada perilaku pekerja. Dermatitis kontak iritan merupakan salah satu penyakit kulit akibat kerja. Penyakit tersebut timbul pada waktu tenaga kerja bekerja melakukan pekerjaan dengan berbagai faktor-faktor yang dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisa faktor risiko terjadinya dermatitis kontak iritan pada petugas kebersihan di Universitas Muslim Indonesia.Penelitian ini merupakan suatu penelitian cross-sectional. Penelitian dilakukan di Universitas Muslim Indonesia. Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan april - agustus 2019 pada petugas kebersihan di Universitas Muslim Indonesia Makassar. Sampel penelitian ini sebanyak 65 orang responden dengan menggunakan teknik Accidental sampling. Data akan dianalisis menggunakan chi square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 65 petugas kebersihan di Universitas Muslim Indonesia tahun 2019 diantaranya 49 orang responden (75.4%) tidak menderita dermatitis kontak iritan sedangkan yang menderita dermatitis kontak iritan adalah 16 orang responden (24.6%.). Berdasarkan hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak ada variable penelitian diantaranya lama kontak, jumlah kontak, lamanya petugas bekerja, usia, jeneis kelamin, kebersihan diri dan penggunaan APD yang berhubungan kejadian dermatitis kontak iritan
Perbandingan Kejadian Alopesia Androgenik yang Berketombe (Pityriasis Sicca) dan tidak Berketombe di Universitas Muslim Indonesia Putri Nadila Iryanti S; Nurelly N; Yani Sodiqah; Dian Amelia; Dahlia; Solecha Setiawati; Adharia
Fakumi Medical Journal: Jurnal Mahasiswa Kedokteran Vol. 2 No. 8 (2022): Agustus
Publisher : Universitas Muslim Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33096/fmj.v2i8.108

Abstract

Alopesia androgenik adalah penipisan rambut pada manusia yang ditandai dengan penurunan tajam dalam ukuran folikel rambut, yang dapat dikaitkan dengan hilangnya batang rambut folikel atau sel progenitor. Alopesia dengan pola khas yang dimulai dari frontal dan vertex sehingga garis rambut terlihat mundur, meninggalkan rambut di parietal saja. Ketombe tidak menyebabkan kebotakan, meskipun pada kasus-kasus yang paling ekstrim ketombe bisa menyebabkan kerontokan rambut. Prevalensi alopesia androgenik pada laki-laki meningkat seiring bertambahnya usia dan saat remaja. Dalam suatu penelitian, hampir 30% kasus terjadi pada laki-laki kulit putih berusia 30 tahun, 50% pada usia 50 tahun, dan 80% pada usia 70 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kejadian alopesia androgenik yang berketombe (Pityriasis sicca) dan tidak berketombe. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif observasional dengan metode case control dengan menggunakan pendekatan “retrospective”. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, RS Ibnu Sina Makassar dan Menara Universitas Muslim Indonesia dengan 24 sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang bermakna pada alopesia androgenik yang berketombe (Pityriasis sicca) dan tidak berketombe. Sebagai kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik sampel alopesia androgenik berdasarkan umur paling banyak terdapat pada umur 41-50 tahun dengan 9 sampel (37.5%), karakteristik berdasarkan sampel yang tidak berketombe lebih banyak pada alopesia androgenik dengan 17 sampel (70.8%), sedangkan berdasarkan tingkat keparahan alopesia androgenik ringan-sedang lebih banyak terjadi dibandingkan dengan tingkat keparahan alopesia androgenik berat (n= 20 v 4).