Suatu bangsa mampu menghasilkan pemimpin yang handal, namun belum tentu mampu memiliki negarawan yang unggul. Untuk menjadi seorang pemimpin yang hebat, berkualitas, dan bijaksana, ia harus mampu berperilaku sebagai seorang negarawan, artinya seorang negarawan harus menjadi seorang pemimpin, tetapi seorang pemimpin belum tentu dapat bertindak sebagai seorang negarawan, jika ia tidak mampu berkomunikasi dan berpolitik dengan baik. Sistem pembagian kekuasaan dan kepemimpinan raja-raja Sunda di masa lalu, erat kaitannya dengan etika, sistem pemerintahan, dan komunikasi politik, yang terungkap dalam Sanghyang Siksakandang Karesian, Fragmen Carita Parahiyangan, Sanghyang Hayu, Amanat Galunggung atau Darmasiksa, Sewaka Darma , dan naskah Sunda kuno abad XVI Masehi, yang masih mewujud dan terimplementasi dalam kehidupan masyarakat adat Kampung Naga, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Naskah Sunda kuno umumnya terbuat dari lontar, ditulis dengan huruf dan bahasa Sunda kuno, yang sulit dibaca, serta harus melibatkan ahli yang benar-benar memahami karakter, bahasa, dan budaya pada masanya, sedangkan ahli di bidang aksara Sunda kuno dan bahasa masih sangat jarang. Untuk itu diperlukan penggalian, penelitian, dan kajian agar isi yang terpendam di dalamnya dapat terungkap dan dikaji lebih dalam, untuk tata kelola yang lebih baik, dan agar generasi muda Sunda khususnya mengetahui dan berpartisipasi dalam peran melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal yang tersisa dari budaya Sunda, sebagai identitas orang Sunda. Metode analisis deskriptif yang akan digunakan berusaha untuk mendeskripsikan data secara rinci dan cermat, menganalisisnya dengan cermat, dan membandingkannya tepat sasaran, melalui pendekatan kritik tekstual, kajian budaya, dan kajian historiografi, yang digunakan untuk mengungkap isimdari teks-teks Sunda kuno yang terkubur di dalamnya, yang berkaitan dengan sistem pembagian kekuasaan dan kepemimpinan.