Undang Ahmad Darsa
Program Studi Sastra Sunda, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

RAJA-RAJA SUNDA PERIODE KERAJAAN PAJAJARAN BERDASARKAN TRADISI TULIS SUNDA KUNO: RAJA-RAJA SUNDA PERIODE KERAJAAN PAJAJARAN BERDASARKAN TRADISI TULIS SUNDA KUNO Undang Ahmad Darsa; Elis Suryani Nani Sumarlina; Rangga Saptya Mohamad Permana
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 5 No 3 (2023): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Oktober, 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v5i3.185

Abstract

Sumber data penelitian ini berdasarkan tradisi tulisan Sunda kuno berupa naskah daun lontar pada Kropak 406 yang berjudul Carita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan. Perbandingannya dilakukan dengan menggunakan teks piagam pelat tembaga Kebantenan dan prasasti Batutulis Bogor. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji bukti-bukti tertulis yang menggambarkan kondisi kehidupan para Raja Sunda pasca berdirinya Kerajaan Pajajaran, serta mengungkap latar belakang kondisi sosial yang menyebabkan kronologis berakhirnya pemerintahan kerajaan di wilayah Sunda. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diambil pendekatan teori filologi karena berkaitan dengan proses pengkajian sumber tradisi tertulis, disertai dengan upaya penafsiran isi teks pada sumber data tersebut dengan menggunakan pendekatan hermeneutika. Metode penelitian kualitatif diterapkan untuk memahami fakta di balik realitas yang dapat diamati atau dirasakan secara langsung. Hasilnya menunjukkan bahwa Kerajaan Sunda lebih dikenal dengan sebutan “Kerajaan Pajajaran” yang berlangsung selama kurun waktu 97 tahun (1482-1579 M). Kerajaan ini diperintah oleh 6 raja: (1) Maharaja Sri Baduga yang menjadi Maharaja Sunda pertama dan Galuh atau Maharaja Pajajaran yang berkuasa selama 39 tahun; (2) Prabu Surawisesa yang bertahta sebagai Maharaja Pajajaran selama 14 tahun; (3) Prabu Ratudewata yang memerintah sebagai Maharaja Pajajaran selama 8 tahun; (4) Sang Prabhusakti yang menyandang gelar Maharaja Pajajaran selama 8 tahun; (5) Prabu Nilakendra yang menjadi Raja Pajajaran; dan (6) Prabu Ragamulya yang merupakan Raja Pajajaran terakhir yang memerintah selama 16 tahun. Pada tahun 1579 M, Kerajaan Pajajaran lenyap dan melebur menjadi Kesultanan Banten dan Cirebon.
UPAYA PENCATATAN, INVENTARISASI, DAN KATALOGISASI NASKAH SUNDA : UPAYA PENCATATAN, INVENTARISASI, DAN KATALOGISASI NASKAH SUNDA Undang Ahmad Darsa; Rangga Saptya Mohamad Permana; Aswina Siti Maulidyawati
KABUYUTAN Vol 1 No 1 (2022): Kabuyutan, Maret 2022
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v1i1.29

Abstract

Artikel ini dimaksudkan menyajikan sepintas tentang pengalaman penyusunan salah satu katalog yang dapat dikatakan baru untuk khazanah pernaskahan Nusantara, yakni berjudul Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jawa Barat Koleksi Lima Lembaga, Seri 5a. Beberapa hal yang dapat dikemukakan terutama terfokus pada sekitar proses penggarapan di lapangan, menyangkut upaya pendeskripsian naskah-naskah pada koleksi perseorangan maupun kelembagaan pesantren dan lembaga adat tradisional di lapangan kemudian langsung diproses melalui pemotretan dengan alat mikrofilm.
FENOMENA PANORAMA MASA LAMPAU DALAM MANUSKRIP SUNDA SANGHYANG SIKSAKANDANG KARESIAN: FENOMENA PANORAMA MASA LAMPAU DALAM MANUSKRIP SUNDA SANGHYANG SIKSAKANDANG KARESIAN Elis Suryani Nani Sumarlina; Rangga Saptya Mohamad Permana; Undang Ahmad Darsa
KABUYUTAN Vol 2 No 3 (2023): Kabuyutan, Nopember 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v2i3.195

Abstract

Manuskrip sebagai dolumen budaya masa lampau, sampai saat ini masih belum dikenal luas di masyarakat. Keberadaan manuskrip hanya populer di kalangan filolog saja. Manuskrip sebagai objek kajian filologi berfungsi sebagai sumber informasi bagi ilmu lain, karena berisi berbagai data dan informasi ide, gagasan, pikiran, pandangan hidup, dan pengetahuan sejarah, serta kearifan lokal budaya dari bangsa atau sekelompok sosial budaya tertentu, yang isinya meliputi tujuh unsur budaya. Sehubungan dengan hal itu, hasil kajian bidang filologi melalui penggalian, penelitian, dan pengkajian manuskrip, teksnya bisa menjadi referensi literasi bagi ilmu lain secara multidisiplin. Kearifan lokal yang terungkap dalam sebuah manuskrip berakar dari sejarah dan budaya masa silam. Berkat sejarah pula kita sampai di masa kini. Kita sepakat bahwa keberadaan budaya suatu ‘masyarakat’ saat ini merupakan hasil perjalanan sejarah dan pengolahan serta proses perubahan budaya masa lampau. Salah satunya kearifan lokal yang terpendam dalam teks manuskrip Sanghyang Siksakandang Karesian, yang dianggap sebagai ensiklopedia panorama budaya masa silam. Mengapa? Karena beranekaragam kearifan lokal yang ada di masa silam, masih eksis dan berguna sebagai tuntunan moral dalam kehidupan kita saat ini. Tulisan ini diharapkan dapat mengungkap kearifan lokal yang meliputi tujuh unsur budaya Sunda yang terpendam dalam teks manuskrip Sunda Kuno berjudul Sanghyang Siksakandang Karesian. Dikaji menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, dan metode kajian filologis, yang meliputi kajian kodikologis & tekstologis, kajian budaya, dan komunikasi sosial. Meliputi metode kajian tersebut, membuktikan bahwa kearifan lokal yang terdiri atas tujuh unsur budaya tersebut tercantum dalam teks naskah Sanghyang Siksakandang Karesian sebagai ensiklopedia panorama masa lampau, yang bermanfaat bagi ilmu lain secara multidisiplin.
KETERKAITAN ANTARA PENCERAHAN DI EROPA DAN TRADISI KRITIK BARAT: KETERKAITAN ANTARA PENCERAHAN DI EROPA DAN TRADISI KRITIK BARAT Rangga Saptya Mohamad Permana; Undang Ahmad Darsa; Elis Suryani Nani Sumarlina
KABUYUTAN Vol 2 No 3 (2023): Kabuyutan, Nopember 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v2i3.199

Abstract

Tradisi kritik Barat ialah sebuah tradisi kritik yang turut memengaruhi cara dan metode kritik manusia akan sebuah fenomena, teks, atau seseorang, baik itu dalam cara pikir masyarakat awam atau di kalangan akademisi. Tradisi kritik Barat tidak seragam, serta mencakup beragam teknik dan sudut pandang. Selain itu, terdapat kritik terhadap karakteristik ini dan kemungkinan bias budaya dalam tradisi kritik Barat. Sejarah tradisi kritik Barat luas dan beragam, namun banyak karakteristik unik yang dapat ditemukan . Akar dari lahirnya tradisi kritik Barat ini tidak bisa dilepaskan dari munculnya Era Pencerahan atau Enlightenment yang merupakan sebuahgerakan intelektual dan filosofis yang berkembang di Eropa pada abad ke 17 dan ke 18. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mencoba mengungkap bagaimana tradisi kritik Barat terlahir dari pemikiran pemikiran para filsuf yang hidup di E ra Pencerahan, serta untuk mengetahui bagaimana tradisi kritik Barat dan Pencerahan berkaitan satu sama lain. Penulis menggunakan kajian literatur sebagai metode penelitian pada paper ini. Penulis mengumpulkan berbagai referensi, mulai dari buku, artikel jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, hingga sumber-sumber referensi yang berasal dari internet. Seluruh sumber tersebut mencakup konsep-konsep mengenai kritik secara umum, Era Pencerahan di Eropa, dan tradisi kritik Barat secara khusus. Hasil menunjukkan bahwa Pencerahan meletakkan landasan intelektual bagi tradisi kritik Barat dengan mengedepankan nalar, individualisme, hak asasi manusia, dan komitmen terhadap penyelidikan empiris. Prinsip prinsip ini terus membentuk cara individu dalam masyarakat Barat melakukan pendekatan terhadap pemeriksaan dan evaluasi gagasan, institusi, dan norma norma masyarakat.