p-Index From 2019 - 2024
0.408
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Naditira Widya
Takashi Tsuji
Saga University

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

AN ETHNOGRAPHY ON THE WEDGE SEA HARE IN MACTAN ISLAND, THE PHILIPPINES Takashi Tsuji
Naditira Widya Vol. 13 No. 2 (2019): Naditira Widya Volume 13 Nomor 2 Oktober Tahun 2019
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The wedge sea hare (Dolabella auricularia) is a mollusk species found in tidal flats and is consumed as food around the Philippines. The practice of consuming its internal organs is probably found only on the Mactan Island. The Problem of this study is to clarify why people collect the internal organs of wedge sea hare. The objective is a gleaner who have special skills to identify the sea hare burrows. Participatory observation and measurement method were employed for this research. As a result, it found that the gleaners precisely identify occupied sea hare burrows using unique skills, and to remove the edible internal organs from the disposable body. Local people regard the internal organs as a nutrition. As a conclusion, this practice must be an adaptation to an environment where vegetable protein is scarce due to a limestone-based soil unsuitable for agriculture. Thus, the role of the wedge sea hare in a unique culture was also developed. Kelinci laut (Dolabella auricularia) adalah spesies moluska yang ditemukan di dataran pasang surut dan dikonsumsi sebagai makanan di sekitar Filipina. Praktik mengkonsumsi organ internalnya mungkin hanya ditemukan di Pulau Mactan. Masalah penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengapa orang mengumpulkan organ internal kelinci laut. Tujuannya adalah seorang pengumpul yang memiliki keterampilan khusus untuk mengidentifikasi lubang kelinci laut. Metode pengamatan dan pengukuran partisipatif digunakan untuk penelitian ini. Sebagai hasilnya, ditemukan bahwa para pengumpul secara tepat mengidentifikasi lubang yang didiami kelinci laut dengan menggunakan keterampilan unik, dan mengeluarkan organ internal yang dapat dimakan dari tubuh yang bisa dibuang. Masyarakat lokal menganggap organ dalam sebagai nutrisi. Sebagai kesimpulan, praktik ini harus merupakan adaptasi terhadap lingkungan di mana protein nabati langka karena tanah berbahan dasar batugamping yang tidak cocok untuk pertanian. Dengan demikian, peran kelinci laut dalam budaya unik juga dikembangkan.
AN ECO-MATERIAL CULTURAL STUDY ON BIRD TRAPS AMONG THE PALAWAN OF THE PHILIPPINES Takashi Tsuji
Naditira Widya Vol. 13 No. 1 (2019): Naditira Widya Volume 13 Nomor 1 April Tahun 2019
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study clarifies how eco-material culture is exemplified in bird traps and the use in the environment in terms of:1) the ecological aspects and material culture of bird traps; 2) the practicality of trapping techniques; and 3) the relationshipsamong bird traps, birds, and people from an ethno-archaeological viewpoint. The research target is the Palawan, anindigenous people of Palawan Island, the Philippines. The research methods are interviews and participant observation. Theresearch suggests that current bird traps are made of plant materials with nylon for convenience, but plant materials remainfundamental. Further, since Palawan bird-trapping technology is unrefined, and as traps are sometimes unsuccessful,trapping is likely done for enjoyment and as a challenge. Thus, bird traps connect humans to nature, as reflected in thePalawan’s eco-material culture. Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan perangkap burung yang menggunakan bahan-bahan dari tanamandan penggunaannya di lingkungan, serta membahas tentang: 1) aspek budaya ekologi dan material dari perangkapburung; 2) teknologi perangkap burung; dan 3) hubungan antara burung, perangkap burung, dan manusia dari sudutpandang etnoarkeologi. Metode penelitian ini adalah wawancara dan observasi partisipan. Target penelitian adalah penduduk asli Pulau Palawan di Filipina. Penulis memastikan bahwa perangkap burung yang biasa digunakan pada masa kini dibuat dari bahan tanaman dan plastik nilon untuk kemudahan. Sementara itu, masyarakat Palawan masih menggunakan bahan-bahan tanaman sebagai bahan utama dalam membuat perangkap burung, dan teknologi yang digunakan merupakanperkembangan dari metode perangkap tradisional. Tujuan masyarakat Palawan menggunakan perangkap bukan semata-mata untuk menangkap burung, tetapi untuk menakut-nakutinya juga agar penduduk dapat hidup berdampingan dengan burung di lingkungannya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perangkap burung merupakan alat yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk hidup berdampingan dengan burung dan merefleksikan prinsip hidup masyarakat alami yang hidup berpusat pada budaya ekosistem dan material.