Oktava, M. Saoki
Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Wathan Mataram

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

TELAAH POLEMIK PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Ari Amalia, Riska; Oktava, M. Saoki
Jurnal Muhakkamah Vol 5 No 1 (2020): Jurnal Muhakkamah
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Wathan Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study aims to determine and understand the rules regarding Large-Scale Social Restrictions (PSBB), namely whether Government Regulation Number 21 of 2020 concerning Large-Scale Social Limits in the Context of Handling Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) delegated by Law Number 6 In 2018, Health Quarantine fulfills formal and material requirements, and whether including PSBB sanctions in governor regulations is justified in statutory regulations. This research is a normative legal research with a statutory approach, conceptual approach, and case approach. The conclusion is that Government Regulation No. 21 of 2020 concerning PSBB in the Framework of Accelerating Handling of Corona Virus Disease 2019 (Covid 19) does not meet formal and material requirements. And that the governor's regulation which contains sanctions is a material defect.
EKSISTENSI KETETAPAN MPR/S DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA M. Saoki Oktava
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 5, No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2173.316 KB) | DOI: 10.29303/ius.v5i1.434

Abstract

Sebelum Amandemen UUD 1945 Ketetapan MPR/S merupakan produk Hukum dari Lembaga MPR yang pernah menjadi lembaga Tertinggi Negara, sehingga berimplikasi terhadap eksistensi dari produk Ketetapan yang dikeluarkan dan bersifat mengatur (regeling) yang membawa implikasi terhadap keberlakuannya sebagai peraturan perundang-undangan. Dikeluarkanya Ketetapan MPR/S pada UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pertimbangannya adalah untuk menjaga konsistensi penyebutan peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur digunakan istilah “Peraturan”. Hal ini dimaksudkan agar tidak lagi terjadi atau timbul pertanyaan mengenai istilah “Keputusan” yang bersifat mengatur ataupun yang bersifat penetapan. Sehingga Ketetapan MPR/S tidak tercantum dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan. Dicantumkannya kembali Ketetapan MPR/S di dalam hierarki peraturan perundang-undangan menurut Undang-undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sebagai wujud untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap Ketetapan MPR/S yang bersifat mengatur (regeling) yang masih berlaku, serta sebagai wujud untuk menguatkan Undang-undang yang berlandaskan pada ketetapan MPR/S. Lembaga yang berwenang menguji Ketetapan MPR/S pernah diatur pada Ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 Pasal 5 yaitu menguji Undang-undang terhadap UUD dan Ketetapan MPR, namun ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 telah dicabut dengan Ketetapan MPR RI No. I/MPR/2003. Namun berdasarkan asas “contrarius actus”, MPR berwenang untuk menilai dan mencabut Ketetapan MPR/S yang merupakan produk hukumnya sendiri.
PARADOKS PEMAKZULAN PRESIDEN/WAKIL PRESIDEN DALAM PRINSIP NEGARA HUKUM M. Saoki Oktava; Riska Ari Amalia
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 10, No 2 (2019): Oktober
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (46.967 KB) | DOI: 10.31764/jmk.v10i2.2249

Abstract

The promulgation of the implementation of the Constitutional Court's decision is in the spotlight of other State Institutions that have repealed articles that have been canceled by the Constitutional Court in the new Law. Likewise with the authority of the Constitutional Court. In the process of presidential impeachment by the MPR there are indications that the Constitutional Court's Decision stating that the president and / or vice-president were proven guilty by the Constitutional Court can also be set aside, given the political process in the MPR which refers to the minimum decision-making conditions. The president is attended by at least ¾ of the total number of MPR members and is approved by at least 2/3 of the total members present. The research method used is a normative research method with the statue approach approach. Sources and Types of Legal Materials namely primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials related to this study. From the results of the study, the paradox of the presidential impeachment in the principle of the rule of law, the process of presidential impeachment according to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia NRI is carried out by political and legal mechanisms. The Basic Strength of the Constitutional Court Decision in the Context of Presidential Decree In State Principles is Article 1 paragraph 3 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia NRI "the state of Indonesia is a constitutional State" adjudicates at the first and last level that causes the Constitutional Court's decision to be final and binding for the MPR in impeaching the President and or Deputy PresidentKeywords: paradox, presidential election, principles rule of lawABSTRAKPromlematika implementasi putusan MK menjadi sorotan terhadap Lembaga Negara lain yangmemuculkan kembali pasal-pasal yang telah dibatalkan oleh MK dalam Undang-undang yang baru. Demikian juga terhadap wewenang MK Dalam proses pemakzulan presiden oleh MPR ada indikasi Putusan MK yang menyatakan presiden dan atau wakil presiden terbukti bersalah oleh MK dapat juga dikesampingkan, mengingat proses politik di MPR yang mengacu pada  syarat pengambilan keputusan minimal syarat dukungan Pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden minimal dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota MPR dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan metode pendekatan perundanng-undangan (statue Approach). Sumber dan Jenis Bahan Hukum yaitu Bahan hukum primer, Bahan Hukum Skunder dan Bahan Hukum Tersier yang berkaitan dengan penelitian ini. Dari hasil penelitian, terhadap paradoks  pemakzulan presiden dalam prinsip Negara hukum, proses pemakzulan presiden menurut UUD NRI Tahun 1945 dilakukan dengan mekanisme polik dan hukum. Dasar Kekuatan Putusan MK dalam Konteks  Pemakzulan Presiden Dalam Prinsip Negara adalah Pasal 1 ayat 3 UUD NRI Tahun 1945 “negara Indonesia adalah Negara hukum” mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang menimbulkan  putusan MK bersifat final dan mengikat bagi MPR dalam melakukan Pemakzulan Presiden dan atau Wakil Pesiden.Kata kunci: paradoks pemakzulan presiden, pinsip negara hukum
Kepastian Hukum Pasca Dihapusnya Pasal 59 Ayat (2) Dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Riska Ari Amalia; M Saoki Oktava
Jurnal Fundamental Justice Volume 2 No 1 Maret 2021
Publisher : Universitas Bumigora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.326 KB) | DOI: 10.30812/fundamental.v2i1.1322

Abstract

Dihapusnya Pasal 59 ayat (2) dari Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi membuat polemik terhadap ketidakpastian hukum Putusan Mahkamah Konstitusi berkembang, padahal Pasal 59 tersebut menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi wajib ditindaklanjuti oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden sehingga penulis ingin menganalisis kepastian hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Pasca Dihapusnya Pasal 59 dari Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan penelitian konseptual (conceptual approach). Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kesimpulan penelitian adalah sifat putusan Mahkamah Konstitusi sebagai putusan final yang langsung memiliki kekuatan hukum sejak saat dibacakan sudah menjamin kepastian hukum Putusan Mahkamah Konstitusi.
Korelasi Etika Antar Lembaga Negara Pada Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Pengujian Undang-Undang M. Saoki Oktava; Khairul Aswadi
Unizar Law Review (ULR) Vol 4 No 1 (2021): Unizar Law Review
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Problematika memunculkan kembali pasal yang pernah di uji di Mahkamah Konstitusi dan telah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI tahun 1945 merupakan sesuatu yang dilematis, melihat legalitas kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menguji UU yang putusannya bersifat final dan mengikat (final and binding). Ini bukan sekedar persoalan hukum ketatanegaraan semata tetapi juga persoalan etika konstitusional antar Lembaga Negara khususnya Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden dan Mahkamah Konstitusi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus. Berdasarakan kajian, dapat disimpulkan bahwa mendegradasikan Rule of law and Rule Of Ethics merupakan kelemahan yang berimplikasi pada abuse of power dan dengan tidak mengimplementasikan putusan Mahkamah Konstitusi memicu tindakan in konstitusional.