Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

The Islamic Legal Perspective on A’Matoang in the Marriage Process (Exploring Agreements within the Monromonro Utara Community, Jeneponto Regency) Abdul Aziz Khotibul Umam; Muh Zaitun Ardi; Samsidar Jamaluddin
International Journal of Health, Economics, and Social Sciences (IJHESS) Vol. 6 No. 1: January 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/ijhess.v6i1.4662

Abstract

The research delves into the A’matoang customary tradition within marriage from the perspective of Islamic law. Conducted as a field study, it directly engages with subjects to gather pertinent data. Employing a juridical-empirical approach, the study incorporates data collection methods such as observation, interviews, documentation, and subject-object identification. In accordance with the Urf theory (Customary Tradition) in Islamic Law, the A’matoang tradition in marriage has long prevailed in the Jeneponto region. This tradition involves the bride's family visiting the groom's family, presenting various gifts as expressions of gratitude or reciprocation for the dowry given. From the Islamic legal standpoint, A’matoang is deemed an Urf or customary tradition consistently practiced. The Islamic legal perspective emphasizes that this tradition is an established Urf or customary practice, considered valid as it aligns with Islamic teachings and avoids elements of polytheism. The implications of this research underline the importance of preserving the A’matoang Tradition while prioritizing well-being and adherence to Islamic teachings. If this cultural practice potentially brings significant harm to its participants, abandonment is deemed advisable. Ideally, the post-marriage A’matoang Tradition should not merely signify respect or a gift to the groom's family in response to the dowry, but also serve as a prayer for Allah’s blessings in fostering a harmonious marital life (sakinah, mawadah, warahmah).
Konsep Kafa’ah dalam Perkawinan Wanita Syarifah dengan Pria Non Sayyid Dikalangan Habaib Kota Palu: The Concept of Kafa'ah in the Marriage of a Syarifah Woman with a Non Sayyid Man Among the Habaib of Palu City Ardi, Muh Zaitun; Samsidar Jamaluddin; Nadyatul Hikmah Shuhufi
IQRA JURNAL ILMU KEPENDIDIKAN & KEISLAMAN Vol 19 No 2: Juli 2024
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/iqra.v19i2.5183

Abstract

Terdapat ratusan bahkan ribuan keluarga Nabi Muhammad SAW yang tiinggal dan menetap di Indonesia. Salah satu daerah yang banyak terdapat keluarga cucu Nabi Muhammad SAW adalah Kota Palu dan mereka mayoritas berasal dari Hadhramaut (Yaman). Dalam kurun waktu 5 tahun terdapat setidaknya 20 kali pernikahan antara Syarifah dan non Sayyid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta menggambarkan kondisi atau kasus pernikahan antara Syarifah dan non Sayyid di kalangan Habaib Kota Palu mendeskripsikan penerapan kafa’ah dalam aturan pernikahan antara Syarifah dan non sayyid menurut pandangan beberapa habaib yang ada di Kota Palu. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan metode wawancara,dan study pustaka, yang keduanya mencoba menjawab fenomena yang terjadi tentang implementasi kafa’ah dalam penerapan aturan pernikahan antara Syarifah dan non Sayyid. Menurut Pandangan Mayoritas Habaib di Kota Palu bahwa syarifah tidak diperkenankan menikah dengan non sayyid karena dianggap tidak sekufu ban bagi mereka keturuna Nabi Muhammad SAW memiliki kemuliaan serta keutamaan yang tidak dimiliki oleh semua orang. Oleh karena itu masalah kafa’ah sangat diperhatikan oleh para Habaib di kota Palu.