Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

HARTA PUSAKA TINGGI OLEH PERSEORANGAN DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU (Studi Putusan Nomor 26/Pdt.G/2013/PN.BS) Faridz Afdillah; Yefrizwati; Idha Aprilyana Sembiring; Marianne Magda Ketaren
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 1 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Januari
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i1.85

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya penguasaan harta pusaka tinggi oleh salah satu anggota kaum dengan cara mensertifikatkannya ke BPN. Sedangkan menurut peraturan adat Minangkabau, harta pusaka tinggi tidak dapat dikuasai secara perseorangan, sehingga peristiwa tersebut menimbulkan keberatan bagi anggota kaum yang lainnya. Penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian yuridis empiris. Adapun sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis. Sumber data penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Analisis data yang menggunakan analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan dan pengelolaan harta pusaka tinggi dalam adat Minangkabau yaitu kedudukannya sangat kuat karena tidak bisa dialihkan menjadi milik pribadi dan dimiliki secara komunal serta telah diakui kedudukannya dalam sistem hukum nasional melalui Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya, sedangkan pengelolaannya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengelolaan oleh anggota kaum pemilik harta pusaka tinggi itu sendiri atau pengelolaan oleh orang lain selain anggota kaum dengan cara perjanjian bagi hasil maupun melalui gadai. Penguasaan harta pusaka tinggi oleh perseorangan menurut hukum waris adat Mingangkabau adalah tidak diperbolehkan kecuali adanya kesepakatan oleh seluruh anggota kaum yang memperbolehkannya. Pada prinsipnya harta pusaka tinggi tidak bisa dialihkan kepemilikannya kepada orang lain melainkan harta tersebut tetap menjadi utuh milik anggota kaum secara komunal yang pengawasan pengelolaannya dalam kewenangn mamak kepala waris suatu kaum. Pertimbangan hukum hakim dalam putusan nomor 26/Pdt.G/2013/PN.BS. terdiri dari pertimbangan tentang asal usul atau sejarah tanah objek terperkara, majelis hakim menyimpulkan bahwa tanah sebagai objek perkara benar merupakan harta pusaka tinggi kaum penggugat suku Singkuang, kemudian pertimbangan tentang apa hubungan Penggugat dengan Tergugat yang menurut majelis hakim penggugat dan tergugat memiliki hubungan satu kaum (seharta pusaka), kemudian pertimbangan apakah objek perkara merupakan pusaka tinggi kaum Penggugat atau tidak yang menurut majelis hakim berdasarkan bukti surat dan keterangan saksi benar tanah objek perkara merupakan harta pusaka tinggi penggugat, kemudian tentang proses penerbitan sertifikat atas tanah objek terperkara majelis hakim menyimpulkan bahwa penerbitan sertifikat yang dilakukan oleh BPN Tanah Datar kurang hati-hati yaitu tidak menggunakan surat jual beli tanah antara Suid (mamak ninik penggugat) dengan Syarif (Mamak tergugat) sebagai alas hak penerbitan sertifikat tersebut.