Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : Jurnal Kolaboratif Sains

Peran Jaksa dalam Hukum Perdata: The Role of the Prosecutor in Civil Law Maria Alberta Liza Quintarti; Iwan Riswandie; Tora Yuliana; Jamaluddin; Muhamad Ilyas
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 7: July 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i7.5467

Abstract

Kejaksaan merupakan lembaga penegak hukum yang mempunyai peran dan kedudukan yang strategis, karena bertindak selaku filter dalam proses penyidikan dan pemeriksaan di persidangan, sehingga eksistensinya dipandang harus mumpuni dalam menegakkan hukum. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 dijelaskan bahwa jaksa adalah pegawai negeri sipil dengan jabatan fungsional yang memiliki kekhususan dan melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya berdasarkan undang-undang. Tugas dan wewenang kejaksaan dalam hukum perdata yaitu memberikan bantuan hukum, sebagai penegak hukum, pertimbangan hukum, pelayan hukm dan Tindakan lainnya dalam ranah hukum perdata
Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika: Law Enforcement Against Narcotics Crime Maria Alberta Liza Quintarti; Ilham; Mery Rohana Lisbeth Sibarani; Hajairin; Muchamad Taufiq
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 6: Juni 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i6.5540

Abstract

Narkotika menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Pecandu narkotika wajib direhabilitasi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pecandu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dalam keadaan ketergantungan baik secara fisik maupun psikis, tentang penempatan penyalah guna, korban penyalahguna dan pecandu narkotika ditempatkan ke dalam lembaga rehabilitasi medis dan sosial. Dalam proses penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika baik dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan didepan sidang pengadilan dan proses eksekusi mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sedangkan dalam pengenaan sanksinya diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Bentuk-bentuk Perlindungan Hukum bagi Konsumen Perspektif Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999: Forms of Legal Protection for Consumers from the Perspective of Law Number 8 of 1999 Maria Alberta Liza Quintarti
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 8: Agustus 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i8.5995

Abstract

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan konsumen di Indonesia, menjelaskan istilah “konsumen” sebagai definisi yuridis formal ditemukan pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan menyatakan “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan berbagai bentuk perlindungan hukum kepada konsumen melalui penetapan hak-hak konsumen, kewajiban pelaku usaha, sanksi atas pelanggaran, serta mekanisme penyelesaian sengketa. Dengan adanya undang-undang ini, diharapkan konsumen dapat merasa lebih aman dan terlindungi dalam transaksi bisnis mereka, sementara pelaku usaha dapat beroperasi dalam kerangka hukum yang jelas dan adil.
Konsekuensi Hukum terhadap Wanprestasi dalam Perjanjian Bisnis: Legal Consequences of Default in a Business Agreement Maria Alberta Liza Quintarti
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 8: Agustus 2024
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i8.5997

Abstract

Wanprestasi dalam perjanjian bisnis merujuk pada kegagalan salah satu pihak untuk memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian. Dalam konteks hukum, wanprestasi dapat menimbulkan berbagai konsekuensi hukum yang mempengaruhi hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian. Wanprestasi dalam perjanjian bisnis dapat memiliki berbagai konsekuensi hukum yang signifikan. Dalam hukum positif Indonesia, pihak yang wanprestasi dapat dikenakan tuntutan untuk pemenuhan kewajiban, ganti rugi, atau pembatalan perjanjian. Prinsip-prinsip umum hukum kontrak juga menekankan pentingnya pelaksanaan perjanjian dan keadilan dalam penyelesaian sengketa. Menangani wanprestasi secara efektif memerlukan pemahaman yang baik tentang ketentuan hukum yang berlaku dan upaya penyelesaian yang bijaksana.
Analisis Yuridis bagi Penjual dalam Melayani Bisnis Online yang Tidak Sesuai Pesanan: Legal Analysis for Sellers in Serving Online Businesses that Do Not Match Orders Yohanes Don Bosco Watu; Maria Alberta Liza Quintarti; Rosita; Hamzah Mardiansyah; Yuko Fitrian
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 9: September 2024 - IN PROGRESS
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i9.6043

Abstract

Era digital saat ini, bisnis online telah menjadi salah satu metode utama untuk melakukan transaksi perdagangan. Namun, ketidaksesuaian barang yang diterima dengan pesanan yang dilakukan oleh pembeli sering kali menjadi isu utama yang menimbulkan sengketa. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis hak dan kewajiban penjual dalam konteks bisnis online ketika menghadapi kasus barang yang tidak sesuai dengan pesanan. Berdasarkan analisis yuridis, hak-hak pembeli meliputi hak untuk menerima barang sesuai pesanan, hak untuk mengembalikan barang, hak untuk mendapatkan pengembalian uang atau penggantian barang, dan hak atas ganti rugi. Di sisi lain, kewajiban penjual mencakup memberikan informasi yang akurat, mengirimkan barang sesuai dengan spesifikasi, memperbaiki atau mengganti barang, serta mengembalikan uang dan menanggung biaya pengembalian jika barang tidak sesuai. Konsekuensi hukum bagi penjual yang tidak memenuhi kewajiban meliputi kewajiban ganti rugi, sanksi administratif, dan kemungkinan gugatan di pengadilan. Kesimpulan dari analisis ini menekankan pentingnya kepatuhan terhadap peraturan perlindungan konsumen dan prosedur penyelesaian sengketa untuk memastikan transaksi yang adil dan efisien dalam bisnis online.
Perlindungan Hukum terhadap Korban Kekerasan Seksual: Legal Protection for Victims of Sexual Violence Charistina Bagenda; Maria Alberta Liza Quintarti; Hanuring Ayu; Edwin; Heri Budianto
Jurnal Kolaboratif Sains Vol. 7 No. 9: September 2024 - IN PROGRESS
Publisher : Universitas Muhammadiyah Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56338/jks.v7i9.6099

Abstract

Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan kekerasan atau pemaksaan yang terkait dengan aktivitas seksual tanpa persetujuan korban, kekerasan seksual ini mencakup berbagai bentuk kekerasan, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual, dan eksploitasi seksual. Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi salah satu landasan utama yang memberikan perlindungan lebih komprehensif dibandingkan undang-undang sebelumnya. Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual di Indonesia mengalami kemajuan dengan adanya Undang-Undang No. 12 Tahun 2022. Bahkan konsekunsi hukumnya bagi pelaku dapat dijerat hukuman penjara, denda, rehabilitasi, pencatatan rekam jejak dan juga melakukan ganti rugi. Namun, masih terdapat tantangan signifikan dalam implementasi, terutama dalam hal dukungan psikologis dan pendidikan hukum.