Assadad, Luthfi
Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnol

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

The use of microalgae as the raw material of bioethanol Assadad, Luthfi; Utomo, Bagus Sediadi Bandol; Sari, Rodiah Nurbaya
Squalen, Buletin Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 5, No 2 (2010): August 2010
Publisher : Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnol

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/squalen.v5i2.47

Abstract

Biofuel is one of alternative fossil fuel, in which the raw materials come from biological resources.One of the raw materials for biofuel production is microalgae. Microalgae grows rapidly, does notcompete with food for humans, and needs small areas to cultivate. Utilization of microalgae forbiofuel research nowadays is focusing on biodiesel production, but actually microalgae can beused to produce other biofuels such as bioethanol. The carbohydrate content of the microalgaecan be converted into glucose and fermented into alcohol. Carbohydrate content of the microalgaeis about 5.0–67.9%, which could produce bioethanol up to 38%. A harmony between bioethanoland biodiesel production from microalgae is needed for the optimum utilization of microalgae.Bioethanol production from microalgae can be done using de-oiled microalgae.
PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI KARAGINAN UNTUK MENGHASILKAN PRODUK BERNILAI TAMBAH Assadad, Luthfi
Squalen, Buletin Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 3 (2009): December 2009
Publisher : Research and Development Center for Marine and Fisheries Product Processing and Biotechnol

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/squalen.v4i3.156

Abstract

Tingginya permintaan produk rumput laut untuk memenuhi berbagai kebutuhan industri berdampak  pada berkembangnya industri pengolahan rumput laut, diantaranya industri karaginan. Hasil samping industri pengolahan rumput laut berupa limbah yang mengandung selulosa, senyawa alkali, senyawa organik serta zat-zat pengotor. Limbah yang tidak ditangani dan dikelola dengan baik dapat mencemari lingkungan dan merugikan kehidupan manusia. Menyikapi hal ini, maka perlu dilakukan usaha untuk memanfaatkan limbah industri karaginan agar  tidak  mencemari  lingkungan  dan  bermanfaat bagi manusia. Beberapa potensi pemanfaatan limbah industri karaginan antara lain sebagai media pertumbuhan jamur tiram, papan partikel, kertas, pakan ternak, dan pupuk organik.
Pupuk Cair dari Rumput Laut Eucheuma cottonii, Sargassum sp. dan Gracilaria sp. Menggunakan Proses Pengomposan Assadad, Luthfi
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 9, No 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jpbkp.v9i1.100

Abstract

Pembuatan pupuk organik cair berbahan dasar rumput laut untuk mendapatkan pupuk yang kaya kandungan hormon pemacu tumbuh (HPT) telah dilakukan dengan teknik pengomposan. Tiga jenis rumput laut segar yaitu: Eucheuma cottonii, Sargassum sp. dan Gracilaria sp. dikompos (semi-anaerob) selama 30 hari menggunakan drum komposter, dengan ditambahkan bakteri starter komersial dan ikan rucah untuk mempercepat proses penguraian serta menambah unsur hara pupuk cair yang dihasilkan. Pupuk cair (lindi) yang dihasilkan kemudian dianalisis senyawa HPT-nya, meliputi: auksin, giberelin dan sitokinin, serta unsur hara makro dan mikronya. Selanjutnya, pupuk cair diujicobakan terhadap tanaman terung (Solanum melongena) dan tomat (Lycopercisum esculentum). Pupuk organik cair (lindi) hasil proses pengomposan terbukti mengandung senyawa HPT yang tinggi, yaitu: auksin (144–1128 ppm), giberelin (130–1552 ppm), dan sitokinin yang terdiri dari kinetin (58–65 ppm) dan zeatin (65–86 ppm). Sedangkan masing-masing kandungan tertinggi dari senyawa tersebut berturut-turut didapatkan dari rumput laut yang berasal dari E.cottonii, Gracilaria sp. dan Sargassum sp. Jumlah kandungan HPT tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah yang terkandung dalam pupuk cair rumput laut komersial, namun unsur hara makro dan mikro yang terkandung masih lebih rendah dari standar pupuk cair organik yang dipersyaratkan. Ujicoba pupuk cair terhadap tanaman terung dan tomat menunjukkan pertumbuhan tanaman yang lebih cepat dibandingkan kontrol.
Modifikasi Design Heatsink dan Dudukan Peltier pada Alat Transportasi Ikan Segar Widianto, Tri Nugroho; Assadad, Luthfi; Fauzi, Ahmat
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 15, No 2 (2020): Desember 2020
Publisher : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jpbkp.v15i2.677

Abstract

Alat transportasi ikan segar (ALTIS) adalah sarana pendingin yang dapat mempertahankan mutu ikan segar. ALTIS umumnya digunakan oleh pedagang kelliling dalam transportasi dan distribusi produknya. Komponen yang menentukan kinerja pendingin adalah heatsink dan dudukan peltier. Kedua bagian ini berfungsi dalam transfer panas kotak penyimpanan ikan menuju udara. Namun, biaya produksi dan harga material kedua komponen tersebut cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk modifikasi spesifikasi heatsink dan dudukan peltier, agar mendapatkan efisiensi biaya pembuatannya. Heatsink dibuat dari 3 mm plat tembaga dengan 18 sirip aluminium yang memiliki ketinggian 10 mm dan ketebalan 1 mm. Sementara itu, dudukan peltier juga dibuat dari alumunium dengan ketebalan bervariasi (4, 5, 6, dan 10 mm). Performa kedua bagian ini diuji dengan variabel suhu heatsink dalam, heatsink luar, dan ruang penyimpanan ikan, setiap 5 menit selama 95 menit. Hasil pengujian menunjukkan bahwa suhu ruang penyimpanan ikan menggunakan heatsink baru (17,8°C) lebih rendah dari heatsink sebelumnya (18,3°C). Desain heatsink yang baru ini dapat mengurangi biaya pembuatan sebesar Rp. 807.000,00. Dudukan elemen peltier dengan alumunium setebal 4 mm dapat mempercepat proses perpindahan panas dari ruang penyimpanan ikan menuju peltier. Modifikasi ini dapat diaplikasikan untuk menurunkan biaya dan meningkatkan performa ALTIS.ABSTRACTRefrigerated Fresh Fish Container (ALTIS) is a cooler equipment to maintain the quality of fresh fish. ALTIS is usually used by the itinerant fish traders to preserve their products in transportation and distribution. The components that determine the cooler performance are the heatsinks and the Peltier base plate. These components are responsible for transferring the heat from the fish container to the air. However, the production costs and material price for both components are expensive. This study aimed to reduce production costs by modifying the heatsink and Peltier base plate design specifications. The heatsink was made from 3 mm thickness copper and aluminum fins. The aluminum fins were 18 pieces in total, with 1.6 mm thickness and 10 mm height. Meanwhile, the Peltier base plate was also made from aluminum with varied thicknesses (4, 5, 6, and 10 mm). The performance of both parts was evaluated by temperature measurement in the inner heatsink, outer heatsink, and box container for every 5 minutes in 95 minutes. The results showed that the refrigerated container box temperature with the new heatsink (17.8°C) was lower than the existing heatsink (18.3°C). Moreover, the new heatsink design may reduce the production costs by Rp. 807,000.00. Furthermore, the Peltier base plate with a 4 mm thickness could accelerate the heat-dissipating of Peltier. Thus, the modification can be applied for ALTIS production with lower cost and better performance.