Prasetya, Raka Jati
Departemen Anestesiologi Dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Korelasi Skor Modified Sequensial Organ Failure Assesment dengan Kadar Superoksida Dismutase dan Vitamin D Serum pada Pasien Sepsis Zainumi, Cut Meliza; Prasetya, Raka Jati
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (718.684 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n1.1284

Abstract

Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi antara respons tubuh dan infeksi. Penilaian tingkat keparahan sepsis berdasar atas derajat disfungsi organ dapat digunakan skor modified sequential organ failure assesment (MSOFA). Beberapa penelitian terdahulu menemukan hubungan rendahnya kadar vitamin D dan peningkatan kadar superoxide dismutase (SOD) pada sepsis. Tujuan penelitian ini mengetahui korelasi skor MSOFA dengan kadar SOD dan vitamin D serum pada sepsis. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang pada 61 pasien sepsis yang dirawat di ruang terapi intensif pada bulan Juli sampai Oktober 2017. Penilaian Skor MSOFA dan pengambilan sampel darah dilakukan saat pasien masuk ruang intensif dengan metode enzim linked immunosorbent assay (ELISA). Analisis statistik menggunakan korelasi Spearman dengan p<0,05, hasil yang diperoleh terdapat korelasi skor MSOFA dengan kadar vitamin D serum (p 0,169 dan nilai r 0,179). Korelasi skor MSOFA dengan kadar SOD tidak bermakna dan kekuatan korelasinya juga sangat lemah (p=0,793; r=0,034). Simpulan penelitian ini adalah pada pasien sepsis skor MSOFA tidak mempunyai korelasi dengan kadar SOD dan vitamin D serum sehingga kadar vitamin D dan SOD tidak dapat digunakan sebagai prediksi morbiditas dan mortalitas sepsis.Kata kunci: Sepsis, skor MSOFA, superoksida dismutase, vitamin D
Korelasi Skor Modified Sequensial Organ Failure Assesment dengan Kadar Superoksida Dismutase dan Vitamin D Serum pada Pasien Sepsis Cut Meliza Zainumi; Raka Jati Prasetya
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 1 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (718.684 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n1.1284

Abstract

Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh disregulasi antara respons tubuh dan infeksi. Penilaian tingkat keparahan sepsis berdasar atas derajat disfungsi organ dapat digunakan skor modified sequential organ failure assesment (MSOFA). Beberapa penelitian terdahulu menemukan hubungan rendahnya kadar vitamin D dan peningkatan kadar superoxide dismutase (SOD) pada sepsis. Tujuan penelitian ini mengetahui korelasi skor MSOFA dengan kadar SOD dan vitamin D serum pada sepsis. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang pada 61 pasien sepsis yang dirawat di ruang terapi intensif pada bulan Juli sampai Oktober 2017. Penilaian Skor MSOFA dan pengambilan sampel darah dilakukan saat pasien masuk ruang intensif dengan metode enzim linked immunosorbent assay (ELISA). Analisis statistik menggunakan korelasi Spearman dengan p<0,05, hasil yang diperoleh terdapat korelasi skor MSOFA dengan kadar vitamin D serum (p 0,169 dan nilai r 0,179). Korelasi skor MSOFA dengan kadar SOD tidak bermakna dan kekuatan korelasinya juga sangat lemah (p=0,793; r=0,034). Simpulan penelitian ini adalah pada pasien sepsis skor MSOFA tidak mempunyai korelasi dengan kadar SOD dan vitamin D serum sehingga kadar vitamin D dan SOD tidak dapat digunakan sebagai prediksi morbiditas dan mortalitas sepsis.Kata kunci: Sepsis, skor MSOFA, superoksida dismutase, vitamin D
Anestesi Untuk Drainase Abses Otak pada Pasien dengan Tetralogy Fallot yang tidak Dikoreksi Raka Jati Prasetya; Nazaruddin Umar
Jurnal Neuroanestesi Indonesia Vol 2, No 1 (2013)
Publisher : https://snacc.org/wp-content/uploads/2019/fall/Intl-news3.html

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8729.093 KB) | DOI: 10.24244/jni.vol2i1.186

Abstract

Kejadian abses otak sangat jarang terjadi tapi sangat berpotensi untuk mengancam jiwa. Yang termasuk faktor predisposisi untuk abses otak termasuk jantung bawaan sianotik, dengan faktor predisposisi sekitar 5 sampai 18,7% pasien dengan PJK didapati abses otak. Abses otak dapat terjadi dikedua hemisfer, dan sekitar 64-76% abses berada di daerah perietal, lobus frontal atau temporal. Kebanyakan abses otak terjadi pada satu lobus, namun 10-27% melibatkan melibatkan lebih dari satu lobus. Sebagian besar penyakit jantung bawaan yang menyebabkan komplikasi di dalam otak termasuk di dalam golongan penyakit jantung bawaan sianotik yang terbanyak adalah Tetralogi of Fallot (TOF) dan transposisi arteri besar. Pada penyakit jantung bawaan sianotik serimg di temukan Sterptococcus, sedangkan bila abses terjadinya pasca kraniotomi sering ditemukan Staphylococcus atau Streptococcus. Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek masa dan menghilangkan kuman penyebab. Penatalaksanaan abses otak dapat dibagi menjadi terapi bedah dan terapi konservatif. Untuk menghilangkan penyebab, dilakukan operasi baik aspirasi maupun eksisi dan pemberian antibiotik. Penatalaksanaan anestesi pada pasien ini merupakan gabungan pemahaman tentang patofisiologik TOF dan tehnik neuroanestesi. Tujuan dari manajemen anestesi pada pasien dengan TOF adalah dengan mempertahankan volume intravaskular dan sytemic vascular resistance (SVR). Peningkatan pulmonary vascular resistance (PVR), seperti yang mungkin terjadi akibat asidosis atau tekana di saluran napas yang berlebihan, harus dihindari. Kematian adalah obat induksi yang sering digunakan karena efeknya pada SVR.Anesthesia for Brain Abscess Drainage in Patient with UncorrectedTetralogy of FallotIncidence of barin abscess is a rare but potentilly highly threatening . That included predisposing factors for brain abscess including cyanotic congenital heart disease, with a predisposing factor of about 5 to 18.7% of patients with CHD found a brain abscess. A brain abscess can occur in both hemispheres, And about 64-76% abscess in the parietal, frontal or temporal lobes. Most brain abscesses occur in the lobe, but 10-27% involvingĀ  involving more than one lob. Most congenital heart disease cause complications in the brain, including within the category of cyanotic congenital heart disease, the vast majority were tetralogy of fallot (TOF) and transposition of the great arteries. In cyanotic congenital heart disease often found streptococcus, whereas when the post-craniotomy abscesses are often found Staphylococcus or Streptococcus. Primary brain abscess treatment is to reduce the mass effect and eliminate germs. Management of brain abscess therapy can be divided into surgical and conservative teratment. To eliminate the cause, either aspiration or surgical excision and antibiotics. Management of anesthesia in these patients is a combination of undrstanding neuroanesthesia techniques and pathophysiologic TOF. The purpose of the management of anasthesia in patients wuth TOF is to maintain intravascular volume and systemic vascular resistance (SVR). The increase in pulmonary vascular resistance (PVR), as might occur due to acidosis or airway pressure overload, should be avoided. Ketamine is the common drug for induction, because its effect on SVR.