WIWEKO, B.
Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Perbandingan Penerimaan dan Efek Samping Nyeri, Perdarahan dan Ekspulsi AKDR Flexi-T300 dengan AKDR Cu-T380A WIWEKO, B.; AFFANDI, B.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 30, No. 2, April 2006
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.674 KB)

Abstract

Tujuan: Membandingkan penerimaan dan efek samping nyeri, perdarahan, dan ekspulsi AKDR Flexi-T300 dengan AKDR Cu-T380A. Tempat: Klinik Raden Saleh dan Klinik Keluarga Berencana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Bahan dan cara kerja: Penelitian ini dirancang sebagai uji klinis (randomized controlled trial). Dilakukan observasi jangka waktu 6 bulan untuk menilai penerimaan dan efek samping nyeri, perdarahan serta ekspulsi AKDR Flexi-T300 dibandingkan dengan AKDR Cu-T380A. Kegiatan penelitian dilaksanakan di Klinik Raden Saleh dan Klinik Keluarga Berencana RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo mulai bulan Mei 2004 sampai Januari 2005. Hasil: Secara keseluruhan peserta penelitian terdiri dari 49 (45,8%) akseptor AKDR Flexi-T300 dan 58 (54,2%) akseptor AKDR Cu-T380A. Angka kelangsungan pemakaian AKDR Flexi-T300 adalah sebesar 93,9% sedangkan angka kelangsungan pemakaian AKDR Cu-T380A adalah sebesar 91,4% (p=0,621). Angka kejadian perdarahan bercak secara kumulatif pada kelompok Flexi-T300 sebesar 24,5% dibandingkan dengan kelompok Cu-T380A sebesar 50% (p=0,021). Sedangkan kejadian nyeri pada kelompok Flexi-T300 adalah 24,5% dan pada kelompok Cu-T380A adalah 29,8% (p=0,439). Kejadian perdarahan yang menyebabkan putus uji pada kelompok AKDR Cu-T380A adalah sebesar 5,2% dan pada kelompok AKDR Flexi-T300 sebesar 2,04% (p=0,621). Angka kejadian ekspulsi pada kelompok Flexi-T300 adalah 2,04% sedangkan pada kelompok Cu-T380A sebesar 3,4% (p=0,621). Kesimpulan: Angka kelangsungan pemakaian AKDR Flexi-T300 lebih baik dibandingkan dengan AKDR Cu-T380A dengan efek samping perdarahan bercak yang lebih rendah secara bermakna. Efek samping nyeri dan ekspulsi AKDR Flexi-T300 lebih rendah dibandingkan dengan AKDR Cu-T380A. [Maj Obstet Ginekol Indones 2006; 30-2:92-100] Kata kunci: AKDR, Flexi-T300, Cu-T380A, nyeri, perdarahan, ekspulsi, putus uji, kelangsungan pemakaian. Objective: To compare acceptance and side effect between Flexi- T300 and Cu-T380A. Setting: Raden Saleh Clinic and Department of Obstetrics and Gynecology Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital. Material and methods: We conducted a randomized controlled trial of 107 women which were recruited between May 2004 and January 2005 at Dr. Cipto Mangukusumo Hospital and Raden Saleh Reproductive Health Clinic. Women were observed and evaluated during 6 months for the side effect and continuation of intrauterine devices. Results: After all inclusion/exclusion were applied, 49 (45.8%) Flexi-T300 and 58 (54.2%) Cu-T380A users remained in the analysis. By the end of study 8 discontinuations had occured. The main reasons for these early discontinuations were bleeding (4), expulsion (3) and for personal reason (1). The continuation rate of Flexi-T300 and Cu-T380A were 93.9% and 91.4% (p=0.621). Event rates at the end of study for bleeding among Flexi-T300 users were significantly lower than Cu- T380A (24.5% vs 50%) and for pain were 24.5% for Flexi-T300 and 29.8% for the Cu-T380A. The incidence of bleeding that caused IUD removal was 2.04% for Flexi-T300 group and 5.2% for Cu-T380A group. Expulsion rate among Flexi-T300 users were lower than Cu-T380A group (2.04% vs 3.4%). Conclusions: Continuation rate of Flexi-T300 was higher than Cu- T380A with significantly lower of bleeding event. Cumulative incidence of pain and expulsion were also lower for Flexi-T300 than Cu-T380A. [Indones J Obstet Ginecol 2006; 30-2: 92-100] Keywords: IUD, Flexi-T300, Cu-T380A, pain, bleeding, expulsion, discontinuation, continuation.
Evaluasi pasca Radiofrequency Thermal Ablation pada Mioma Uteri dan Adenomiosis DINATA, F.; WIWEKO, B.; HESTIANTORO, A.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 31, No. 2, April 2007
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (630.743 KB)

Abstract

Tujuan: Untuk mengetahui manfaat miolisis dengan radiofrequency thermal ablation terhadap mioma uteri dan adenomiosis. Tempat: RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Rancangan/rumusan data: Penelitian ini bersifat deskriptif. Bahan dan cara kerja: Delapan orang pasien yang menderita mioma uteri dan atau adenomiosis bergejala menjalani miolisis dengan radiofrequency thermal ablation baik transvaginal maupun per laparoskopik. Satu bulan pascaoperasi, pasien dievaluasi kembali ukuran massa dengan ultrasonografi dan perubahan gejala yang berkaitan dengan kedua patologi uterus tersebut. Hasil: Dari pasien yang diteliti, 5 pasien (62,5%) menderita adenomiosis, dan 3 pasien (37,5%) menderita mioma uteri. Rata-rata diameter dan volume massa paling besar per pasien berturut-turut adalah 4,6 cm (1,4 - 9,0) dan 694,3 cm3 (11,5 - 3061,8). Tujuh pasien (87,5%) mengeluh dismenorea, dan hanya 1 pasien mengeluh menorragia. Tiga pasien (37,5%) menjalani miolisis laparoskopik. Tidak terdapat komplikasi intraoperatif atau pascaoperatif. Rata-rata reduksi volume massa pada follow-up 1 bulan adalah 67,5%; reduksi mioma uteri mencapai 81,5%; sedangkan adenomiosis 59,1%. Pada follow-up tersebut, semua pasien menyatakan keluhan dismenorea atau menorragia menghilang. Kesimpulan: Pada penelitian pendahuluan ini, miolisis dengan radiofrequency thermal ablation telah berhasil mengurangi volume mioma uteri dan adenomiosis serta menghilangkan gejalanya. Diperlukan follow-up serial dan penelitian tambahan untuk menilai efikasi dan keamanan teknik ini. [Maj Obstet Ginekol Indones 2007; 31-2: 79-85] Kata kunci: mioma uteri, adenomiosis, miolisis, radiofrequency
Kadar progesteron hari hCG sebagai prediktor reseptivitas endometrium WIWEKO, B.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 33, No. 2, April 2009
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan: Menilai korelasi antara kadar progesteron pada hari penyuntikan hCG dengan reseptivitas endometrium pada hari transfer embrio (TE). Bahan dan cara kerja: Penelitian ini merupakan uji diagnostik dengan desain cross sectional. Dilakukan pengukuran kadar progesteron hari hCG pada 55 pasien yang mengikuti program FIV di Klinik Yasmin RSCM perio-de Januari - November 2008. Nilai referensi reseptivitas endometrium adalah kombinasi antara nilai indeks pulsasi arteri uterina < 3 dan morfologi endometrium klasifikasi C (Gonan dan Casper). Analisis multivariat dilakukan terhadap progesteron sebagai variabel utama dan usia, kadar estradiol, LH serta reseptivitas endometrium hari hCG sebagai variabel perancu. Hasil: Kejadian luteinisasi prematur pada penelitian ini sebesar 45,5% dengan klasifikasi endometrium reseptif sebesar 33,3% (dibandingkan dengan 35,5% pada kelompok non luteinisasi prematur). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar progesteron hari hCG dengan reseptivitas endometrium hari TE (p=0,446). Reseptivitas endometrium hari hCG memiliki nilai area under the curve (AUC) terbesar (0,82; p = 0,001) untuk meramalkan reseptivitas endometrium hari TE dibandingkan dengan usia (AUC 0.67; p = 0,038) dan kadar progesteron (AUC 0,56; p = 0,446). Analisis multivariat mendapatkan variabel reseptivitas endometrium hari hCG dan interaksi antara variabel usia de-ngan kadar progesteron hari hCG sebagai prediktor reseptivitas endo-metrium hari TE (nilai AUC 0,82). Terdapat korelasi positif antara AUC kadar estradiol hari hCG terhadap kejadian luteinisasi prematur (AUC = 0,74). Kesimpulan: Kadar progesteron hari hCG tidak dapat digunakan sebagai prediktor tunggal untuk meramalkan reseptivitas endometrium hari TE. Reseptivitas endometrium hari hCG dan interaksi antara usia dengan kadar progesteron hari hCG merupakan model prediktor yang baik terhadap reseptivitas endometrium hari TE. [Maj Obstet Ginekol Indones 2009; 33-2: 118-23] Kata kunci: kadar progesteron hari hCG, reseptivitas endometrium hari hCG, reseptivitas endometrium hari TE, usia
Effect of Anti Zona Antibody on In Vitro Growth and In Vitro Maturation of Intact Follicles WIWEKO, B.; NATADISASTRA, M.; HORTENCIA, G. C.; HASEGAWA, A.; KOYAMA, K.
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume. 31, No. 4, October 2007
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.099 KB)

Abstract

Tujuan: Mengetahui pengaruh antibodi anti zona pellucida terhadap perkembangan (in vitro growth = IVG) dan pematangan (in vitro maturation = IVM) folikel. Tempat: Laboratorium biologi dan reproduksi Fakultas Kedokteran Hyogo, Nishinomiya, Jepang. Rancangan/rumusan data: Studi eksperimen pada hewan coba. Bahan dan cara kerja: Dilakukan pengambilan 80 folikel intak secara mekanik dari ovarium mencit (C57BL/6 x DBA2-F1 mice) usia 16 hari kemudian dilakukan inkubasi pada medium yang mengandung antibodi anti zona pellucida selama 8 hari. Antibodi ini diambil dari kelinci yang disuntikkan komponen ZPA dan ZPC mencit. Serum kelinci normal digunakan sebagai kontrol. Folikel dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 20 folikel. Kelompok 1 sebagai kontrol, kelompok 2 diinkubasi dengan serum kelinci normal, kelompok 3 diinkubasi dengan anti ZPA dan kelompok 4 diinkubasi dengan anti ZPC. Setelah 8 hari seluruh folikel dipindahkan ke medium IVM untuk dinilai perubahannya menjadi folikel antral. Hasil: Secara morfologis tidak dijumpai perbedaan bermakna pada perkembangan folikel antara kelompok kontrol dan perlakuan. Tetapi antibodi anti zona pellucida mempengaruhi perkembangan folikel antral pada kelompok perlakuan. Secara statistik dijumpai perbedaan bermakna dalam jumlah folikel antral antar kelompok 3 dan 4 dengan kelompok 1 dan 2. Pada kelompok 3 (anti ZPA) 9 dari 20 folikel (45%) berkembang menjadi folikel antral sedangkan pada kelompok 4 (anti ZPC) 11 dari 20 folikel (55%) berkembang menjadi folikel antral, dibandingkan dengan kelompok 1 dan 2, masing-masing 100% dan 85% folikel pre antral berkembang menjadi folikel antral. Kemudian seluruh folikel antral ditransfer ke medium IVM dan diinkubasi selama 16-17 jam. Pada kelompok 1, 100% folikel mengalami mucifikasi, sedangkan pada kelompok 2, 3 dan 4 masing-masing sebesar 75%, 55% dan 15% folikel mengalami mucifikasi. Setelah dilakukan denudasi germinal vesicles (GV) dijumpai sebanyak 5% pada kelompok 1,5% pada kelompok 2, dan 10% pada kelompok 4. Sedangkan pada kelompok 3 tidak dijumpai GV. Metafase 1 dijumpai sebanyak 40% pada kelompok 1,35% pada kelompok 2,50% pada kelompok 3 and 50% pada kelompok 4. Sedangkan metafase 2 dijumpai sebanyak 55% pada kelompok 1,60% pada kelompok 2, dan 40% pada kelompok 3. Tidak dijumpai metafase 2 pada kelompok 4. Beberapa oosit yang berdegenerasi dijumpai pada kelompok 2 (5%), kelompok 3 (5%) dan kelompok 4 (30%). Terdapat perbedaan bermakna dalam hal pematangan folikel (IVM) antara kelompok kontrol dan perlakuan. Kesimpulan: Antibodi anti zona pellucida mempengaruhi proses perkembangan dan pematangan folikel in vitro. Efeknya pada fertilisasi masih harus diteliti lebih lanjut. [Maj Obstet Ginekol Indones 2007; 31-4: 226-30] Kata kunci: folikel intak, perkembangan folikel (IVG), pematangan folikel (IVM), antibodi anti zona pellucida, folikel antral, mucifikasi, germinal vesicles, metafase-1, metafase-2