Di antara syarat dan rukun nikah ada yang disepakati dan ada yang masih diperdebatkan. Di antara masalah yang masih menjadi polemik di kalangan pemikir hukum Islam adalah masalah wali nikah dan wakālah wali nikah. Kelompok Mayoritas berpendapat bahwa wali nikah merupakan syarat dan rukun sahnya akad nikah yang diklam masculine gender dan gender ineguality (ketidaksetaraan gender). Perbedaan pendapat lahir dari pemahaman lā yang berbeda. Jumhur Ulama’ mengambil makna pertama yang berarti tidak sah, sedangkan ulama’ madzhab Hanafi mengambil makna yang kedua yang berarti tidak sempurna. Pada tataran praktek di Indonesia, mayoritas wali lebih mempercayai orang lain untuk mewakilkan dirinya dalam prosesi akad nikah walaupun tidak ada kendala apapun baik dalam konteks syar’i maupun sosial. Fenomena ini perlu dikaji ulang agar hukum dapat difahami dan dilaksanakan secara proporsional berdasarkan perspektif Hadīts dalam al-Kutub al-Sittah dengan analisis fiqh al-Hadīts dalam karya-karya sharh al-Hadīts agar pengaplikasian konsep wakālah wali nikah berada pada landasan yang dibenarkan syariat.
Copyrights © 2018