Jurnal Mahupiki
Vol 1, No 1 (2013)

TINDAK PIDANA PENGOPERASIAN KAPAL PENANGKAP IKAN BERBENDERA INDONESIA DI WILAYAH TERITORIAL INDONESIA TANPA DISERTAI SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR

Donris Sihaloho (Unknown)
Liza Erwina (Unknown)
Mahmud Mulyadi (Unknown)



Article Info

Publish Date
22 Apr 2013

Abstract

Dewasa ini, tindak pidana di bidang perikanan begitu jamak terjadi di negara kita. Masalah yang sering kita dengar tentu saja masalah ilegal fishing yang dilakukan oleh kapal asing dari negara tetangga. Lemahnya pengawasan serta koordinasi antar instansi menjadi salah satu faktor penunjang terjadinya hal demikian. Selain tindak pidana ilegal fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal asing, pelanggaran-pelanggaran juga sering dilakukan oleh nelayan lokal atau kapal berbendera Indonesia. Pelanggaran yang marak terjadi adalah masalah perizinan di bidang perikanan tangkap. Salah satunya adalah marak terjadi pengoperasian kapal tanpa disertai Surat Persetujuan Berlayar (port clearance). Topik permasalahan yang dibahas dalam jurnal ilmiah ini adalah, bagaimana pengaturan mengenai pengoperasian kapal penangkap ikan tanpa Surat Persetujuan Berlayar menurut Undang-Undang Perikanan di Indonesia serta bagaimana pertanggungjawaban pidana pengoperasian kapal penangkap ikan tanpa Surat Persetujuan Berlayar. Surat Persetujuan Berlayar diatur dalam pasal 43 ayat (3) Undang-Undang No.45 tahun 2009 tentang perubahan Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan. Yang mana pasal tersebut menyebutkan bahwa pengoperasian kapal penangkap ikan wajib memiliki Surat Persetujuan Berlayar. Ketentuan pidananya diatur dalam pasal 98 UU No.45 tahun 2009 dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Pengoperasian kapal penangkap ikan tanpa disertai Surat Persetujuan Berlayar merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang No.45 tahun 2009. Tindak pidana tersebut digolongkan sebagai delik pelanggaran. Salah satu kasus pelanggaran mengenai pengoperasian kapal tanpa Surat Persetujuan Berlayar adalah kasus No.20/Pid.P/2011/PN-Mdn. Yang mana, terdakwa dalam kasus tersebut, Samsuddin Sitorus selaku nakhoda divonis bersalah dan dihukum dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Kasus tersebut berawal ketika kapal yang dinakhodai oleh Samsuddin Sitorus diperiksa oleh kapal patroli pengawas perikanan dari Ditpolair Polda Sumut dan tidak bisa menunjukkan dokumen Surat Persetujuan Berlayar yang sah. Oleh karena itu kapal tersebut ditangkap dan ditarik ke Pelabuhan Belawan untuk pemeriksaan lebih lanjut.   Kata kunci: Surat Persetujuan Berlayar, Tindak Pidana Perikanan, Pengoperasian

Copyrights © 2013