Seri FilsafatTeologi Widya Sasana
Vol. 29 No. 28 (2019)

Di Manakah allahmu? Teologi Mzm 42-43 Bagi Orang Di Zaman 4.0

Berthold Anton Pareira (Unknown)



Article Info

Publish Date
07 Dec 2020

Abstract

Kita hidup di zaman teknologi. Perkembangannya begitu men- cengangkan sampai orang kehilangan kesadaran tentang dirinya. Dapatkah perkembangan ini tidak ada titik berhenti? Apakah yang dicari dan dirindukan manusia? Suatu dunia yang makin baik? Manusia yang makin beradab? Amerika Serikat misalnya sebagai negara yang paling canggih dalam kemampuan teknologinya tidak memperlihatkan bahwa kemajuan tek- nologinya membawa manusia makin baik. Di samping hal-hal yang menggembirakan untuk kebaikan umat manusia, kita melihat bahwa teknologi canggih untuk membunuh dan menghancurkan makin dikembangkan. Kita dapat mengatakan bahwa dia menjadi persoalan dan membawa banyak persoalan dalam dunia ini. Dunia kita tidak menjadi lebih beradab dan damai. Persoalan manusia di zaman revolusi industri 4.0 ini tidak berkurang malahan mungkin makin bertambah. Mengapa? Apakah karena orang mulai menyingkirkan Allah dalam pemikiran dan hidupnya seperti yang tampak dalam pandangan penganut Homo- deus? Saya tidak tahu. Akan tetapi, dalam konteks semacam ini para teolog (dan filsuf) tidak dapat berdiam diri. Mereka harus memberi pencerahan. Para teolog harus mempertanggung-jawabkan imannya akan Tuhan untuk membimbing umat menghayati imannya dengan lebih baik. Bagaimana kita harus menafsirkan situasi ini, mengapa orang sampai menyingkirkan Allah? Menurut Albert Schweitzer, seorang pemusik,filsuf, teolog dan dokter- misionaris (1875-1965), manusia itu bertindak etis kalau kehidupan itu suci baginya. Kalau Allah tidak ada lagi, maka manusia menjadi binatang buas. Kemajuan teknologi bisa membawa kebiadaban bila kehidupan itu tidak suci baginya.1 Tokoh besar ini menggandengkan tindakan etis dengan pengakuan akan Allah. Saya kira situasi orang yang kehilangan Allah ini patut ditanggapi dengan baik karena dampaknya bagi kehidupan juga besar sekali. Situasi orang kehilangan Allah ini mengingatkan saya akan Mzm 42- 43 di mana pertanyaan “di manakah Allahmu” muncul secara kuat dan membawa derita bagi pemazmur. Mungkin jawaban dan penderitaannya masih punya arti bagi kita. Dari sebab itu, saya mau merenungkan mazmur ini dan mencoba menanyakan maknanya bagi kita. Pertanyaan “di manakah Allahmu” adalah suatu pertanyaan yang tajam dan dapat mempunyai arti bagi siapa saja baik orang beriman maupun tak beriman.

Copyrights © 2019






Journal Info

Abbrev

serifilsafat

Publisher

Subject

Religion Arts Humanities Education Social Sciences

Description

Seri Filsafat Teologi Widya Sasana focuses on philosophical and theological studies based on both literary and field researches. The emphasis of study is on systematic attempt of exploring seeds of Indonesian philosophy as well as contextualization and inculturation of theology in ...