Kebebasan beragama merupakan salah satu hak yang paling asasi bagi setiap manusia. Di sisi lainnya, agama seakan bermakna sebagai ritus publik yang harus dikontrol sehingga seseorang tidak mudah untuk berpindah dari satu agama ke agama yang lain. Tarik ulur ini yang kemudian penulis kaji dengan melakukan penelusuran terhadap tafsir bi al-ma’tsur yang ditulis oleh Thabari, Ibn Katsir dan Jalaluddin al-Suyuti dalam menafsirkan ayat tentang kebebasan beragama. Pemilihan tafsir bi al-ma’tsur sebagai fokus kajian karena tafsir ini dianggap sebagai tafsir yang lebih qualified dibandingkan tafsir bi al-ra’yi. Melalui studi kepustakaan dengan metode analisis isi dan pendekatan komparatif diperoleh satu kesimpulan bahwa tafsir bi al-ma’tsur yang ditulis oleh tiga tokoh mufassir ini memperlihatkan kecenderungan terhadap teologi yang bersifat inklusif, hal ini sangat dipengaruhi oleh sosok baginda Nabi saw. yang memberikan teladan kepada para sahabatnya dalam menerima realitas tentang keberagaman keyakinan.The freedom of religion is one of most fundamental rights of human being. On the other side, religion seems to mean as a public rite that must be controlled so that it will not easy for anyone to move from a religion to another. This what the research reviewed by tracing tafseer bi al-ma’thour arranged by Thabari, Ibn Katheer and Jalaluddeen al-Suyuti who were interpreting verses about the freedom of religion. Tafseer bi al-ma’thour was selected as focus of the study since it was considered as more qualified tafseer than tafseer bi al-ra’yi Through this literature study, using content analysis method and comparative approach, it was concluded that tafseer bi al-ma’thour arranged by the three interpreters (mufassir) showed a tendency to be an inclusive theology. This was fully influenced by the figure of the Great Prophet PBUH, which set examples for his companions to accept the reality of the diversity of believes.
Copyrights © 2018