Dialog antara ular dengan perempuan dalam Kejadian 3:1-6 sering kali dipahami sebagai bentuk ketidakmampuan manusia melawan godaan ular, yang mengakibatkan hubungan manusia dengan Allah menjadi jauh. Bahkan dalam beberapa pandangan dogmatis lain dikatakan bahwa akibat kejatuhan tersebut ‘gambar dan rupa Allah’ dalam diri manusia menjadi rusak, meskipun teks tidak pernah menunjukkan hal tersebut. Tulisan ini hendak melihat Kejadian 3:1-6 melalui konsep Carnivalesque yang digagas oleh seorang filsuf modern, Mikhail M. Bakhtin. Dalam metode penelitian yang berfokus pada studi pustaka, diperoleh pengertian bahwa konsep Carnivalesque sangat menekankan unsur perjumpaan manusia dengan sang liyan sebagai bentuk kehidupan yang bermakna. Secara khusus konsep Carnivalesque juga menyoroti perjumpaan antara kelompok the haves not, yang memiliki cara berkomunikasi secara unik yang menghadirkan makna konotatif, karena setiap bahasa lisan dan tubuh menghadirkan maknanya sendiri-sendiri. Model perjumpaan dengan nada dan bahasa simbolis ini yang dipakai untuk menganalisis percakapan antara ular dengan perempuan. Hasil yang diperoleh dalam analisis tersebut tidak mengarah pada keterpisahan antara manusia dengan Allah, melainkan muncul kesadaran terhadap pentingnya dialog antara Allah dengan manusia, tanpa dibayangi oleh ketakutan, agar tercipta relasi yang lebih baik antara Allah dengan manusia.
Copyrights © 2020