Keberadaan Wilayatul Hisbah sebagai salah satu alat negara di Aceh diharapkan memajukan kehidupan bersyariat sehingga terbentuk tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera. Pemberian wewenang kepada WH dalam hukum jinayah telah berkontribusi mereduksi pelanggaran syariah berupa maisir, khalwat, dan judi. Seiring dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, ekspektasi penerapan Syariah juga menyentuh tidak hanya hukum jinayah melainkan juga dalam aktivitas muamalah dan hal ini kemudian direspon oleh pemerintah dengan pembentukan Qanun Lembaga Keuangan Syariah. Dalam pelaksanaannya tentu saja dibutuhkan pengawasan yang ketat agar tujuan qanun ini bisa terpenuhi dan memberi kemanfaatan yang besar, oleh karena itu, topik pengawasan menjadi perhatian utama yang harus dijadikan prioritas oleh pemerintah melalui pemberian kewenangan kepada institusi terkait agar implementasi qanun sesuai dengan tugas pokoknya. Studi ini meneliti revitalisasi peran Wilayatul Hisbah (WH) yang selama ini fokus kepada hukum jinayat agar juga turut berkontribusi dalam hukum muamalah, misalnya pemberantasan riba. Fenomena yang diteliti dalam studi ini menggunakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan juga didukung dengan library research untuk mengetahui peran yang telah WH lakukan dalam sejarah panjangnya dalam mengawasi kegiatan muamalah. Hasil studi menunjukkan bahwa keberadaan WH sebagai perangkat negara sangat erat kaiatannya dalam mendukung kegiatan muamalah, secara historis diketahui tidak hanya sebagai penjaga kepatuhan kepada hukum pidana melainkan pula juga terlibat aktif dalam mengamankan transaksi muamalah. Implikasi dari studi ini menunjukkan pentingnya peran WH di Aceh dalam mendorong dan menjaga ketertiban kegiatan muamalah sehingga ini menjadi saran bagi pemerintah untuk merevitalisasi kembali fungsi WH di Aceh agar terlibat aktif baik dalam jinayah maupun muamalat. Hal ini akan terwujud bila qanun revitalisasi peran WH lahir dengan segera.
Copyrights © 2020