Jurnal Pendidikan Nonformal
Vol 16, No 2 (2021): September

PEWARISAN BUDAYA SAPI SONOK SEBAGAI AKTIVITAS BELAJAR INFORMAL BAGI MASYARAKAT MADURA

Achmad Nauvalul Ikbar (UNIVERSITAS NEGERI MALANG)
Hardika Hardika (Universitas Negeri Malang)
Ellyn Sugeng Desyanty (Universitas Negeri Malang)



Article Info

Publish Date
15 Sep 2021

Abstract

RINGKASANIkbar, A.Nauvalul. 2020. Pewarisan Budaya Sapi Sonok Sebagai Aktivitas Belajar Informal Bagi Masyarakat Madura. Tesis. Program Studi S-2 Pendidikan Luar Sekolah. Pasca Sarjana. Universitas Negeri Malang. Pembimbing (1) Dr. Hardika, M.Pd., (2) Dr. Ellyn Sugeng Desyanty, M.Pd.Kata Kunci: Pewarisan, Budaya Sapi Sonok, Aktivitas Belajar InformalBudaya sapi sonok merupakan budaya asli masyarakat Madura yang berlangsung turun-temurun dari leluhur di keluarga pemilik sapi sonok. Budaya sapi sonok dicetuskan pertama kali oleh H. Achmad Hairudin pada tahun 1940. Dalam pelaksanaan budaya sapi sonok terdapat beberapa proses yang harus dilakukan oleh ketua paguyuban, panitia pelaksana, dan pemilik sapi sonok. Orang tua (ayah) memiliki peran penting dalam memperkenalkan sekaligus mewariskan budaya kepada anak sebagai generasi penerus di dalam keluarga.Penelitian ini bertujuan yaitu menganalisis pewarisan budaya sapi sonok sebagai aktivitas belajar informal yang dilakukan oleh orang tua pemilik sapi sonok kepada anak sebagai generasi penerus.Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik purposive sampling digunakan untuk memilih informan penelitian. Informan dalam penelitian ini meliputi Kepala Desa Dempo Barat yang juga menjadi Ketua Paguyuban sapi sonok, pemilik sapi sonok, dan anak pemilik sapi sonok. Prosedur pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Analisis data pada penelitian ini menggunakan miles dan huberman.Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa awal mula terbentuknya budaya sapi sonok berawal dari kebiasaan para petani Madura yang sering kali tidak melepas pengonong (kayu perangkai sapi) yang digunakan membajak sawah mulai dari ladang hingga ke rumah, pada tahun 1940 H. Achmad Hairudin melihat kebiasaan petani tersebut dirasa menyenangkan dan memiliki nilai seni, kemudian dikemas sebagai pesta rakyat yang dikenal dengan kontes sapi sonok hingga saat ini. Kontes sapi sonok pertama kali secara resmi diadakan pada tahun 1967 oleh Dinas Peternakan Kabupaten Pamekasan. Pelaksanaan kontes sapi sonok diadakan oleh paguyuban-paguyuban di Pulau Madura yaitu mulai dari Kabupaten Bangkalan Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep. Dalam pelaksanaan kontes sapi sonok diawali dengan beberapa proses yaitu (1) musyawarah akbar paguyuban,(2) pendataan anggota paguyuban, (3) pembentukan panitia, (4) persiapan teknis, (5) pelaksanaan budaya kontes sapi sonok selama satu hari dimulai jam 08:00 pagi hingga jam 16:00 sore. Proses pewarisan budaya sapi sonok yang dilakukan oleh orang tua pemilik sapi sonok kepada anak sebagai generasi penerus memiliki 5 tahapan belajar, yaitu: (1) Ngabes aghi (melihat), (2) Malae (motivasi) (3) Ngajhar aghi (menjelaskan) dan nyonto aghi (memberi contoh), (4) Nguddhi aghi (Praktik dibawah pengawasan orang tua), (5) Nerros aghi (Meneruskan).  Anak meneruskan budaya sapi sonok dengan diberikan kepercayaan oleh orangtua untuk mengurus sapi saat memasuki usia 20 tahun atau sesuai kesepakatan masing-masing keluarga, semua dilakukan secara mandiri tanpa didampingi orang tua untuk melanjutkan keterampilan yang telah diwarisi oleh orang tua kepada anak dalam mengurus sapi sonok mulai proses merawat sapi sonok hingga sapi bisa mengikuti kontes.

Copyrights © 2021