Jurnal Konstitusi
Vol 8, No 6 (2011)

Status Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Bingkai Demokrasi Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Studi Kasus Pengisian Jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah)

Fajar Laksono (Pusat Penelitian dan Pengkajian Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat)
Helmi Kasim (Pusat Penelitian dan Pengkajian Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat)
Nallom Kurniawan (Pusat Penelitian dan Pengkajian Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat)
Nuzul Qur’aini Mardiya (Pusat Penelitian dan Pengkajian Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat)
Ajie Ramdan (Pusat Penelitian dan Pengkajian Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat)
Siswantana Putri Rachmatika (Pusat Penelitian dan Pengkajian Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat)



Article Info

Publish Date
20 May 2016

Abstract

Status keistimewaan Provinsi DIY dalam kurun waktu sekian lama lebih sering diinterpretasikan sebagai istimewa dalam hal wilayah yang dulunya berbentuk kerajaan, istimewa dalam pemimpin yaitu dipimpin dwi tunggal dari lingkungan Kasultanan dan Pakualaman, dan istimewa dalam sistem pemerintahannya yang hierarkis patrimonial. Apabila dikelompokkan, pemaknaan keistimewaan Provinsi DIY setidaknya terbelah menjadi 2 (dua) yakni pihak yang pro-pemilihan  dan  pro-penetapan.  Penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono sebagai Gubernur dan Sri Paku Alam sebagai Wakil Gubernur Provinsi DIY tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi menurut UUD 1945 karena dalam Pembukaan UUD 1945, para penyusun UUD 1945 sepakat untuk mengadaptasikan bentuk dan model demokrasi yang sesuai dengan budaya dan corak masyarakat Indonesia yakni demokrasi permusyawaratan berdasar kekeluargaan. Artinya, masyarakat DIY berhak bermufakat secara kekeluargaan mengenai mekanisme yang ingin dipraktikkan, sepanjang mekanisme tersebut dipandang demokratis, dalam arti tidak bertentangan dengan gagasan demokrasi permusyawaratan serta tidak mengabaikan hakikat keistimewaan DIY, termasuk melalui mekanisme penetapan. Dalam hal menentukan kepala daerah DIY, para pengubah UUD 1945  tidak memaknai demokrasi hanya melalui mekanisme pemilihan secara langsung oleh rakyat atau oleh DPRD, melainkan membuka mekanisme lain di luar itu sepanjang mekanisme tersebut dianggap demokratis dan mendapatkan payung hukum dari undang- undang.

Copyrights © 2016






Journal Info

Abbrev

jk

Publisher

Subject

Humanities Law, Crime, Criminology & Criminal Justice

Description

The aims of this journal is to provide a venue for academicians, researchers and practitioners for publishing the original research articles or review articles. The scope of the articles published in this journal deal with a broad range of topics in the fields of Constitutional Law and another ...